Konsep Pendidikan Karakter

Konsep Pendidikan Karakter
Oleh: Endang Munawar

Sebagaimana telah dipahami bahwa pendidikan karakter memiliki peran penting untuk membangun karakter seseorang. Bukan saja saat ini sejak 2500 tahun yang lalu, Socrates telah berkata bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam, sekitar 1500 tahun yang lalu Muhammad SAW, Sang Nabi terakhir dalam ajaran Islam, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character) dimana ajaran pertamanya adalan kejujuran (al-amien) serta bagaimana dapat membangun karakter yang baik tersebut maka saat itu pula telah di ajar bahwa manusia harus senantiasa mampu belajar (iqra) apakah belajar dari ayat-ayat yang tertulis maupun ayat-ayat yang tidak tertulis.

Pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan pendidik (guru/dosen), yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.Pendidik membantu membentuk watak peserta didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku pendidik, cara pendidik berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana pendidik bertoleransi, dan berbagai hal terkait lainnya.
T. Ramli (2003) mengemukakan bahwa pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik.Adapun kriteria manusia yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda[1].
Pendidikan karakter berpijak dari karakter dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule.Pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. Menurut para ahli psikolog, beberapa nilai karakter dasar tersebut adalah: cinta kepada Allah dan ciptaann-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa karakter dasar manusia terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah atau dikampus harus berpijak kepada nilai-nilai karakter dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak absolut atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah atau kampus itu sendiri.
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991) adalah pendidikan untuk membuat kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggungjawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.Sementara itu, Elkind dan Sweet (2004) berpendapat bahwa pendidikan karakter adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli, dan inti atas nilai-nilai etis/susila. Dimana kita berpikir tentang macam-macam karakter yang kita inginkan untuk anak kita, ini jelas bahwa kita ingin mereka mampu untuk menilai apa itu kebenaran, sangat peduli tentang apa itu kebenaran/hak-hak, dan kemudian melakukan apa yang mereka percaya menjadi yang sebenarnya, bahkan dalam menghadapi tekanan dari tanpa dan dalam godaan[2].
Di pihak lain, Frye[3] mendefinisikan pendidikan karakter sebagai suatu gerakan nasional untuk menciptakan sekolah yang dapat membina anak-anak muda beretika, bertanggung jawab, dan peduli melalui keteladanan dan pengajaran karakter yang baik melalui penekanan pada nilai-nilai universal yang kita sepakati bersama. Melalui pendidikan karakter sekolah harus berpretensi untuk membawa peserta didik memiliki nilai-nilai karakter mulia, dan mampu menjauhkan peserta didik dari sikap dan perilaku yang tercela dan dilarang.
Berdasarkan grand design yang dikembangkan Kemendiknas (2010), secara psikologis dan sosial kultural pembentukan karakter dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural (keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.  Konfigurasi  karakter  dalam  konteks  totalitas  proses  psikologis  dan sosial-kultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir (intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik (Physical and kinesthetic development), dan Olah Rasa dan Karsa (Affective and Creativity development) keempat hal ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, bahkan saling melengkapi dan saling keterkaitan[4].
Para pakar telah mengemukakan berbagai teori tentang pendidikan moral. Menurut Hersh, et. al. (1980), di antara berbagai teori yang berkembang, ada enam teori yang banyak digunakan; yaitu: pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi  nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pendekatan perilaku sosial. Berbeda dengan klasifikasi tersebut, Elias (1989) mengklasifikasikan  berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni: pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi didasarkan pada  tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yakni: perilaku, kognisi, dan afeksi[5].
Berdasarkan penjelasan tentang pendidikan karakter di atas kiranya dapat ditegaskan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang disengaja, dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu peserta didik memahami dan menjaga nilai-nilai perilaku mulia manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang yang baik sehingga peserta didik paham, mampu merasakan, dan mau melakukannya.Pendidikan karakter tidak bisa dibiarkan begitu saja tanpa adanya upaya-upaya cerdas dari pihak yang bertanggungjawab terhadap pendidikan.Tanpa upaya-upaya cerdas, pendidikan karakter sulit untuk menghasilkan manusia yang pandai sekaligus menggunakan kepandaiannya dalam rangka bersikap dan berperilaku baik (berkarakter mulia).



[1] Gunawan,  Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, 24
[2] Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, 23
[3]Frye, Mike, at.All. (Ed.), (2002), Character Education: Informational Handbook and Guide for Support and Implementation of the Student Citizent Act of 2001. (North Carolina: Public Schools of North Caroline), 2.
[4] Gunawan, Pendidikan Karakter: Konsep dan Implementasi, 25.
[5] Hasanah, Pendidikan Karakter Berperspektif Islam, 47

0 comments:

Copyright © 2013. BloggerSpice.com - All Rights Reserved
Customized by: MohammadFazle Rabbi | Powered by: BS
Designed by: Endang Munawar