MODEL PEMBELAJARAN PERSONAL

Model personal menekankan pada pengembangan konsep diri setiap individu. Hal ini meliputi pengembangan proses individu dan membangun serta mengorganisasikan dirinya sendiri. Model memfokuskan pada konsep diri yang kuat dan realistis untuk membantu membangun hubungan yang produktif dengan orang lain dan lingungannya.
Model ini bertitik tolak dari teori humanistik, yaitu berorientasi pada pengembangan individu. Perhatian utamanya pada emosional peserta didik dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Model ini menjadikan pribadi peserta didik mampu membentuk hubungan harmonis serta mampu memproses informasi secara efektif. Tokoh humanistik adalah Abraham Maslow (1962), R. Rogers, C. Buhler dan Arthur Comb. Menurut teori ini, guru harus berupaya menciptakan kondisi kelas yang kondusif, agar peserta didik merasa bebas dalam belajar mengembangkan dirinya baik emosional maupun intelektual. Teori humanistik timbul sebagai cara untuk memanusiakan manusia. Pada teori humanistik ini, pendidik seharusnya berperan sebagai pendorong bukan menahan sensivitas peserta didik terhadap perasaanya. Implikasi teori ini dalam pendidikan adalah sebagai berikut.
a.          Bertingkah laku dan belajar adalah hasil pengamatan.
b.        Tingkahlaku yang ada dapat dilaksanakan sekarang (learning to do).
c.         Semua individu memiliki dorongan dasar terhadap aktualisasi diri.
d.        Sebagian besar tingkahlaku individu adalah hasil dari konsepsinya sendiri.
e.          Mengajar adalah bukan hal penting, tapi belajar bagi peserta didik adalah sangat penting.
f.         Mengajar adalah membantu individu untuk mengembangkan suatu hubungan yang produktif dengan lingkungannya dan memandang dirinya sebagai pribadi yang cakap.

Tujuan model pembelajaran personal adalah untuk meningkatkan kesehatan mental dan emosional anak-anak, dan keterlibatan anak-anak dalam menentukan/memilih apa yang ingin dipelajari dan bagaimana mempelajarinya, sehingga ada kesesuaian yang tinggi antara bahan belajar dengan kebutuhan anak, mengembangkan pemahaman diri ( self-consept),kreativitas, dan kemampuan anak dalam mengekspresikan diri dengan lebih baik. Model personal dan sosial dapat diterapkan untuk mencapai tujuan sosial dan akademis, akan tetapi masing-masing model memiliki kekuatan tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.
Model pembelajaran personal ini meliputi strategi pembelajaran sebagai berikut:
No.
Model
Tokoh
Tujuan
1.
Pengajaran non-Directif (Tanpa Arahan).
Carl Rogers
Menekankan pada pembentukan kemampuan untuk perkembangan pribadi dalam arti kesadaran diri, pemahaman diri, kemandirian dan konsep diri.
2.
Latihan Kesadaran
Fritz Perls Willian Schutz
Meningkatkan kemampuan seseorang untuk kesadaran eksplorasi diri dan banyak menekankan pada perkembangan kesadaran dan pemahaman antarpribadi
3.
Sinerktik
William Gordon
Mengembangkan pribadi dalam kreativitas dan pemecahan masalah kreatif
4.
Penemuan Konsep
Jerome Bruner
Dirancang untuk meningkatkan kekomplekan Konseptual dan keluwesan pribadi.
5.
Pertemuan Kelas
Willian Glasser
Mengembangkan pemahaman diri dan tanggung jawab kepada diri sendiri serta kelompok sosial.

1.        Model Pengajaran Non Direktif 
a.      Pengertian
Model Pengajaran Non-Direktif didasarkan kepada penelitian dari Carl Roger dan para penyokong lain dari kaunseling bukan-direktif. Rogers memperluaskan pandangan terapinya sebagai suatu model pembelajaran bagi pendidikan. Beliau percaya bahawa hubungan manusia yang positif akan memberikan kesempatan luas bagi sumber manusia untuk berkembang, dan oleh karenanya, instruksinya harus lebih didasarkan kepada konsep hubungan sumber manusia berbanding kepada konsep masalah subjek, proses berfikir, ataupun sumber-sumber intelektual lain. Hebatnya guru dalam pengajaran bukan-direktif adalah pada peranan guru tersebut sebagai fasilitator bagi pertumbuhan dan perkembangan pelajar. Didalam peranan ini, guru akan membantu pelajar untuk mencari idea-idea baru tentang kehidupannya, baik yang berkaitan dengan sekolah mahupun dalam kehidupannya sehari-harian. Model ini beranggapan bahawa pelajar perlu bertanggungjawab atas proses belajarnya dan kejayaannya sangat bergantung kepada keinginan pelajar dan pengajar untuk berkongsi idea secara terbuka dan berkomunikasi secara jujur dan terbuka dengan orang lain. 

b.      Orientasi Terhadap Model non-direktif
Model pengajaran non-direktif menumpukan kepada fasilitator belajar. Tujuan utamanya adalah untuk membantu pelajar dalam mencapai integrasi dan keberkesanan tertinggiya serta melakukan penilaian kendiri yang realistik. Model ini menggambarkan konsep yang dikembangkan oleh Carl Roger untuk kaunseling bukan-direktif, di mana keupayaan pelanggan untuk melayan kehidupannya secara konstruktif sangat ditekankan. Dengan demikian, didalam pengajaran bukan-direktif guru sangat menumpukan kemampuan pelajar untuk mengenalpasti masalahnya dan merumuskan penyelesaiannya.
Pengajaran non-direktif cenderung bersifat menumpukan kepada pelajar di mana fasilitator berusaha untuk melihat dunia sebagaimana pelajar melihatnya. Hal ini akan menciptakan suasana komunikasi yang empati dimana pengendalian diri pelajar boleh dipupuk dan dikembangkan. Guru juga berperanan sebagai benevolent after ego, (kebajikan selepas ego) di mana ia menerima semua perasaan dan pemikiran, bahkan dari pelajar yang mempunyai pendapat keliru. Disini guru secara tidak langsung berkomunikasi dengan pelajar bahawa semua pendapat dan perasaan boleh diterima.
Teknik utama untuk mengembangkan hubungan yang fasilitatif adalah dengan wawancara non-direktif, yaitu suatu rangkaian pertemuan face to face antara guru dengan pelajar. Selama wawancara, guru meletakkan dirinya sebagai kolaborator didalam proses eksplorasi diri pelajar dan penyelesaian masalah. Wawancara sendiri direkam untuk menumpukan kepada keunikan individu dan kepentingan kehidupan emosional pada semua aktivitas  manusia. Walaupun teknik wawancara dipinjam dari konseling, namun teknik ini tidak sama dalam ruangan kelas karena berada pada setting klinik (penyembuhan). Menurut Roger, suasana wawancara terbaik mempunyai empat peringkat, antara lain: (1) guru menunjukkan kehangatan dan perhatian, (2) hubungan kaunseling dicirikan oleh rasa permisif yang ditunjukkan oleh ekspresi, (3)  pelajar tidak mengekspresikan pendapatnya, namun dalam batasan bahawa ia tidak bebas untuk mengendalikan guru atau melakukan gerak hatinya dengan tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan dan (4) hubungan kaunseling bersifat bebas dari suatu jenis tekanan. 
Selain itu dalam wawancara non-direktif, guru menginginkan pelajarnya agar melalui empat tahap pertumbuhan personal: (1) pelepasan perasaan, (2) pemahaman, (3) tindakan, dan (4) integrasi. Yang mana keempat-empatnya diharapkan akan dapat menumbuhkan orientasi ataupun aliran baru.
Konsep-konsep ini dihubungkan semuanya untuk menekankan unsur-unsur perasaan dan elemen-elemen emosional dalam suatu situasi. Setiap konsep memiliki fungsi masing-masing, tetapi secara bersama konsep ini sangat penting untuk menyokong kejayaan. Penggunaan konsep-konsep ini sangat penting di dalam kaunseling untuk masalah kelas dan penyelesaian masalah individu.
Pelepasan perasaan (catharsis) merangkumi kemusnahan batas-batas emosional yang seringkali mengganggu kemampuan seseorang dalam memecahkan suatu dilema. Dengan menghilangkan emosi diseputar sesuatu  masalah, maka seseorang akan dapat membuat perspektif dan wawasan baru terhadap masalah itu.  Menurut Roger, merespon “basis intelektual” dalam masalah pelajar akan menghalang ekspresi perasaan, yang berada pada akar masalah. Tanpa melepaskan dan mencari perasaan-perasaan ini, pelajar akan menolak cadangan dan tidak mampu membuat perubahan perilaku.
Pendekatan non-direktif sangat membantu  karena merupakan cara-cara yang paling efektif dalam mengungkap emosi yang mendasari suatu  masalah adalah dengan mengikuti pola perasaan pelajar ketika mereka dibebaskan untuk berekspresi. Bukannya diminta untuk memberikan soalan langsung, guru akan cenderung memilih untuk membiarkan pelajar untuk mengikuti aliran pemikiran dan perasaan. Jika pelajar mengekspresikan dirinya secara bebas, maka masalah dan emosi yang mendasarinya akan muncul. Proses ini disokong dengan refleksi perasaan pelajar, yang oleh karenanya akan membawa mereka ke dalam kesedaran dan tumpuan yang lebih tajam.

c.       Aplikasi Pengajaran non-direktif
Pengajaran non-direktif mungkin digunakan untuk beberapa jenis situasi permasalahan: personal, sosial, dan akademik. Di dalam sebuah masalah personal, individu melibatkan perasaannya tentang dirinya sendiri. Di dalam masalah sosial, dia melibatkan perasaannya tentang hubungannya dengan yang lain, dan menyiasati bagaimana perasaannya tentang dirinya sendiri mungkin mempengaruhi hubungan - hubungan ini. Di dalam masalah akademik, dia melibatkan perasaannya tentang kompetensi dan ketertarikannya. 
Untuk menggunakan Model Pengajaran non-direktif secara berkesan, seorang guru harus mempunyai keinginan untuk menerima bahwa seorang pelajar dapat memahami akan dia dan kehidupannya sendiri.  Guru tidak berusaha untuk menghakimi, menasihati, menenangkan, atau membesarkan hati pelajar.Guru tidak berusaha untuk mendiagnosis permasalahan. Pada model ini, guru menentukan fikiran dan perasaan personal sementara dan merefleksikan fikiran dan perasaan yang dimiliki pelajar. Dengan melakukan ini, guru menyampaikan pemahaman yang mendalam dan menerima perasaan yang dimiliki pelajar.
Roger menyimpulkan bahwa sebagian keadaan benar - benar sukar untuk merasakan perspektif yang dimiliki pelajar, khususnya jika pelajar bingung. Strategi hanya berperanan jika guru memasukkan dunia pemahaman pelajar dan meninggalkan di belakang rujukan tradisional. Mengembangkan sebuah kerangka rujukan tidaklah mudah pada awalnya, akan tetapi hal ini perlu jika guru memahami pelajar, tidak pelajarnya saja. Salah satu pentingnya kegunaan pengajaran non-direktif terjadi ketika sebuah kelas menjadi membosankan dan guru termasuk dirinya sendiri yang mendorong pelajar melalui latihan - latihan dan pokok permasalahan.

2.        Model Pengajaran Synectics
a.      Pengertian
Istilah synectics diambil dari bahasa Yunani, yang merupakan gabungan kata syn berarti menggabungkan dan ectics berarti unsur yang berbeda. Dalam dunia keilmuan, synectics biasanya berhubungan dengan  kreativitas dan pemecahan masalah, selain itu juga berhubungan dengan dinamik kelompok dalam latihan berfikir. Pada awalnya, synectics dikembangkan dalam dunia industri namun dalam perkembangannya ternyata berjaya diterapkan dalam dunia pendidikan dan dikenali sebagai salah satu model pembelajaran yang berkesan untuk mengembangkan kreativitas.

b.      Orientasi Model Pengajaran Synectics
Synetics dikembangkan oleh William Gordon dan merupakan model pembelajaran yang menggunakan analogi untuk mengembangkan kemampuan berfikir dari berbagai sudut pandangan. Analogi dianggap mampu mengembangkan kreativitas karena dalam analogi ada usaha untuk menghubungkan antara apa yang sudah diketahui dengan apa yang ingin dipahami.Terdapat tiga jenis analogi yang digunakan dalam model pembelajaran synectics, yaitu:
1)      Analogi langsung yaitu kegiatan perbandingan sederhana antara dua objek atau gagasan. Dalam pembandingan ini, dua objek yang dibandingkan tidak harus sama dalam semua aspek, karena tujuan sebenarnya adalah untuk mentranformasikan keadaan objek atau situasi masalah sebenar pada situasi masalah lain sehingga terbentuk suatu cara pandangan baru. Pada analogi ini pelajar, diminta untuk menemukan situasi masalah yang sejajar dengan situasi kehidupan sebenar. Misalnya bagaimana cara untuk memindahkan perabot yang berat kedalam ruang kelas, boleh dianalogikan dengan bagaimana cara haiwan membawa anak-anaknya. Untuk melihat keberkesanan sesuatu analogi langsung dilihat dari jarak konseptualnya, semakin jauh jarak konseptualnya, maka semakin tinggi skor analoginya.
2)      Analogi personal yaitu kegiatan untuk melakukan analogi antara objek analogi dengan dirinya sendiri. Pada analogi ini, pelajar diminta menempatkan dirinya sebagai objek itu sendiri. Untuk melihat keberkesanannya, analogi personal boleh dilihat dari banyaknya ungkapan yang dikemukakan. Semakin banyak ungkapan yang dikemukakan maka semakin tinggi skor analogi personalnya. Dalam kegiatan membuat analogi personal, pelajar melibatkan dirinya sebagai objek atau gagasan yang dibandingkan. Misalnya pelajar disuruh untuk membandingkan dirinya dengan sebuah mesin, kemudian ditanyakan bagaimana perasaannya seandainya itu terjadi? Apa yang dirasakan seandainya mesin itu dihidupkan? Tujuan kegiatan ini adalah untuk mengarahkan jarak konseptual terbentuk dengan baik, semakin besar jarak konseptual maka akan semakin besar kemungkinan diperoleh gagasan baru. Menurut Gordon, jarak konseptual boleh dilihat dari adanya keterlibatan dalam proses analogi. Selanjutnya dijelaskan adanya empat keterlibatan yang mungkin terjadi ketika melakukan analogi, yaitu:
a)        Keterlibatan terhadap fakta yaitu proses analogi terhadap fakta yang dikenalpasti tanpa menggunakan cara pandang baru dan tanpa keterlibatan empati, misalnya: seandainya saya menjadi mesin maka saya merasa panas.
b)        Keterlibatan dengan emosi yaitu proses analogi dengan melibatkan unsur emosi, misalnya: seandainya saya menjadi mesin maka saya menjadi kuat.
c)        Keterlibatan dengan empati pada benda-benda hidup yaitu proses analogi dengan melibatkan emosi dan kinestatik pada objek analogi, misalnya: seandainya saya menjadi kereta, saya merasa seperti sedang mengikuti lumba balapan, dan saya jadi tergesa-gesa.
d)       Keterlibatan dengan empati pada benda-benda mati yaitu proses analogi dengan menempatkan diri subjek sebagai suatu objek anorganik dan mencuba memperluas masalah dari pandangan simpati, misalnya, seandainya saya menjadi mesin, saya tidak tahu bila harus berjalan dan bila harus berhenti. Seseorang akan bekerja untuk saya.
3)      Analogi konflik, yang ditekan pada analogy ini yaitu kegiatan untuk mengkombinasikan titik pandangan yang berbeda terhadap suatu objek sehingga terlihat dari dua kerangka acuan yang berbeda. Hasil kegiatan ini berupa deskripsi tentang suatu objek atau gagasan berdasarkan dua kata atau frasa yang kontradiktif, misalnya: bagaimana komputer itu dianggap sebagai pemberani atau penakut? Bagaimanakah mesin kereta dapat tertawa atau marah? Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperluas pemahaman tentang gagasan-gagasan baru dan untuk memaksimakan unsur kejutan, karena itu maka kegiatan analogi ini dianggap sebagai kegiatan mental peringkat tinggi. Pada analogi ini, pelajar diminta menyebutkan suatu objek secara berpasangan. Semakin banyak pasangan yang disebutkan, semakin tinggi skor yang diperoleh. Berdasarkan pasangan kata tersebut, pelajar diharapkan mengemukakan objek sebanyak-banyaknya yang bersifat kontaradiktif, kemudian diminta menjelaskan mengapa benda tersebut bersifat kontradiktif.

c.       Penerapan Synectics dalam Pembelajaran
Synectics sebagai salah satu model pembelajaran mempunyai beberapa kelebihan diantaranya adalah :
1)         Mampu meningkatkan kemampuan untuk hidup dalam suasana yang kompleks dan menghargai adanya perbezaan;
2)         Mampu merangsang kemampuan berfikir secara kreatif;
3)         Mampu mengaktifkan kedua-dua belah otak;
4)         Mampu mewujudkan pemikiran baru. Selain itu, kelebihan dari metode synectics yang lainnya adalah boleh dikombinasi dengan model yang lain.

Pada proses yang terjadi dalam synectics, seseorang mampu mengatasi hambatan mental yang membelenggunya. Selain itu, kemampuan berfikir divergen dan kemampuan untuk memecahkan masalah akan terus berkembang. Selanjutnya, ia menjelaskan strategi yang harus dilalui ketika membuat sesuatu yang asing menjadi lazim atau membuat yang lazim menjadi asing yaitu:
1)        Mendefinisikan atau menggambarkan situasi saat ini atau masalah yang sedang dihadapi;
2)        Menulis gagasan tentang analogi langsung;
3)        Menulis reaksi terhadap hasil analogi langsung;
4)        Mengeksplorasi sesuatu yang menjadi konfliks;
5)        Membuat analogi langsung yang baru; dan
6)        Mengujinya dalam situasi yang sebenar.

Selanjutnya, ia juga menjelaskan tentang strategi tersebut dalam praktik pembelajaran yang dalam praktiknya terbagi menjadi tujuh tahap yaitu:
1)      Masukkan bahan yaitu guru mengemukakan permasalahan pada pelajar untuk diselesaikan;
2)      Pembuatan analogi langsung dengan cara guru menyuruh pelajar untuk membuat analogi langsung dan pelajar melakukannya;
3)      Guru mengidentifikasi hasil analogi yang telah dibuat pelajar;
4)      Pelajar menjelaskan kemiripan antara sesuatu yang asing dengan yang lazim;
5)      Pelajar menjelaskan perbezaan antara sesuatu yang asing dengan yang lazim;
6)      Pelajar mengeksplorasi topik yang bersifat original; dan
7)      Pelajar menghasilkan suatu produk melalui analogi langsung.

Penerapan synectics dalam pembelajaran menurut Joyce seharusnya mengandungi tiga prinsip yaitu:
1)        Prinsip reaksi merujuk kepada respon guru terhadap pelajarnya. Diharapkan guru menerima semua respon pelajar dalam apapun bentuknya dan menjamin bahawa hal tersebut seolah-olah merupakan ungkapan kreatif pelajar, akan tetapi melalui pertanyaan evokatif, guru dapat merangsang lebih lanjut kemampuan berfikir kreatifnya;
2)        istem sosial mendeskripsikan peranan dan hubungan antara guru dan pelajar serta mendeskripsikan jenis norma yang disarankan. Sistem sosial dalam synectics terstruktur secara sederhana, yang dalam praktiknya berupa guru mengawal dan mengarahkan pelajar untuk memecahkan masalah melalui analogi, mengembangkan kebebasan intelektual, dan memberikanhadiah yang nantinya akan menjadi kepuasan dalaman pelajar yang diperoleh dari pengalaman belajar;
3)        Sistem pendukung mengacu pada keperluan yang diperlukan untuk implementasi. Sistem pendukung dalam kegiatan synectics terdiri dari pengalaman guru tentang kegiatan synectics, lingkungan yang nyaman, makmal, atau sumber belajar lainnya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgrVTD2SsjrB1TDdg8BVdEWRqKauMqvCQx2xzxNY9Qt6PD9iXUNjy43kFqkrTxJSBy7n-3KE-xgmUe8qGFNeSLRtKYMb3mLCKYZmxCIqloATggU1qtPUoq-gq-5zF_Zw7IX0PUPZ5eLBlc/s400/t_synectics.jpg



3.        Model Pengajaran Latihan Kesadaran (Awareness Training)
a.      Orientasi Model
Model ini mempakan suatu model pembelajaran yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran manusia. Model ini dikembangkan oleh Milliam Schutz. la menekankan pentingnya pelatihan interpersonal sebagai sarana peningkatan kesadaran pribadi (pemahaman diri individu). Mengapa demikian? Karena ia percaya bahwa ada empat tipe perkembangan yang dibutuhkan untuk merealisasikan potensi individu secara utuh, yaitu: (1) fungsi tubuh,  (2) fungsi personal, termasuk di dalamnya akuisisi pengetahuan dan pengalaman, kemampuan berpikir logis dan kreatif dan integrasi intelektual,  (3) perkembangan interpersonal dan  (4) hubungan individu dengan institusi-institusi sosial, organisasi sosial dan budaya masyarakat. 
Kunci utama prosedur pengajaran model ini didasarkan atas teori encounter. Teori ini menjelaskan metode untuk meningkatkan kesadaran hubungan antar-manusia yang didasarkan atas keterbukaan, kejujuran, kesadaran diri, tanggung jawab, perhatian terhadap perasaan diri sendiri atau orang lain, dan berorientasi pada kondisi saat ini.

b.      Aplikasi pengajaran latihan kesadaran
Sampai saat ini, masih sangat sedikit sekolah atau guru yang menerapkan model ini. Permainan-permainan sederhana dapat dilakukan untuk keperiuan ini. Model ini juga dapat dilakukan sebagai selingan yang tidak memakan waktu terlalu banyak. Dalam pelaksanaan diskusi, keterbukaan dan kejujuran menjadi sangat penting. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model ini dapat meningkatkan perkembangan emosi.  
Prosedur pembelajaran pelatihan kesadaran hanya meliputi dua tahap, yaitu: tahap 1 menyampaikan tugas dan menyelesaikannya dan tahap 2 mendiskusikan atau menganalisis Tahap 1. Untuk memperjelas masing-masing tahap dapat dilihat pada tabel dibawah ini dengan penjelasan materi fluida!
Fase
Kegiatan
 Fase satu
·         Menyampaikan tugas.
·         Menyelesaikan tugas.

Mengamati aliran udara, membuat alat ukur kecepatan udara dan menggunakan alat ukur yang dibuat untuk mengukur kecepatan aliran udara.
 Fase dua.
·      Mendiskusikan hasil pembuatan alat ukur.




·      Menggunakan alat ukur untuk mengukur kecepatan aliran udara dan kecepatan aliran air di alam terbuka, kecepatan aliran angin dari kipas angin, dan kecepatan aliran air di kran


·      Mempresentasikan hasil

·      Membuat alat ukur kecepatan udara dari bahan sederhana dan menentukan berapa besar alairan kecepatan udara di alam terbuka dan menghitung kecepatan aliran udara yang di hasilkan oleh kipas angin.
·      Menganalisis fungsi alat dan dan kemampuan alat yang di buat dapat dapat di gunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara, aliran air dan batas kemampuan alat untuk dapat digunakan untuk mengukur kecepatan aliran udara di alam terbuka, kecepatan aliran air di sungai dan mengukur kecepatan aliran udara dari kipas angin dan kecepatan aliran air dari kran air di rumah.
·      Mempresentasikan hasil yang diperoleh.

4.        Model Pengajaran Pertemuan Kelas (Classroom Meeting Model)
a.         Pengertian Model Pengajaran Pertemuan Kelas
William Glasser sebagai tokoh model Pertemuan Kelas ini bertolak dari pandangan psikologis, yang berasurnsi bahwa kekacauan psikologis yang dialami seseorang karena adanya campur tangan budaya atas kebutuhan vital biologis manusia berupa sex dan aggression. Kebutuhan  kebutuhan vital psikologis manusia yang paling esensial ialah mencintai dan dicintai. Ketidakpuasan dalam hal cinta ini menimbulkan ber bagai sindrom seperti gejala takut tanpa alasan, depresi, dan sebagainya. Di dalam kelas cinta itu menjelma dalam bentuk tanggung jawab sosial, yaitu suatu tanggung jawab untuk membantu individu-individu lainnya. Tanggung jawab ini akan membawa kepada suatu penilaian diri sendiri dan merasakan sebagai pribadi yang capable.
Pendidikan dalam hal ini ialah pendidikan akan tanggung jawab sosial. Pendidikan untuk tanggung jawab sosial ini mencakup berpikir, pernecahan masalah, dan pengambilan keputusan baik sebagai individu maupun kelompok tentang pokok-pokok yang berkaitan dengan siswa itu. menurut Glasser terdapat 3 (tiga) tipe perternuan kelas itu yakni sebagai berikut: (1) perternuan pemecahan masalah, (2) pertemuan open-ended, (3) perternuan diagnosis pendidikan.  Ketiga tipe tersebut di atas masing-masing berbeda fokusnya. tipe pertemuan pernecahan masalah menyangkut diri sendiri dengan masalah tingkahlaku dan masalah social, tetapi dapat pula mengenai persahabatan, kesendirian dan pilihan jurusan.

b.        Orientasi Model Pengajaran Pertemuan Kelas
Orientasi pertemuan selalu positif yang menuju kepada pemecahan dan bukan pada mencari kesalahan. Adapun pada tipe pertemuan open-ended pebelajar diberikan pertanyaan-pertanyaan pemikiran provokatif yang berkaitan dengan kehidupan mereka.Mungkin pula pertanyaan-pertanyaan yang diajukan berhubungan dengan kurikulum kelas. Perbedaan antara pertemuan open-ended dengan diskusi kelas ialah bahwa pada pertemuan open-ended pertanyaan guru secara khusus tidak mencari jawaban-jawaban faktual.
Model pertemuan (diskusi) kelas terdiri atas enam tahap, yaitu (1) menciptakan ikiim (suasana) yang kondusif, (2) menyampaikan permasalahan diskusi, (3) membuat penilaian pribadi, (4) mengidentifikasi alternatif tindakan solusi, (5) membuat komitmen, dan (6) merencanakan tindak lanjut tindakan.

c.         Aplikasi Model Pengajaran Pertemuan Kelas
Guru membuat komitmen bersama untuk melaksanakan langkah-langkah pemecahan masalah tersebut. Bila perlu membuat aturan bersama berikut sanksi bag yang melanggarnya. Pada pertemuan berikutnya, setelah langkah-langkah yang disepakat dilaksanakan guru mengevaluasi efektivitas pelaksanan tersebut. Model pertemuan kelas ini dapat dilakukan maksimal tiga kali dalam sehari. Tapi, biasanya sekali sehari sudah cukup tergantung dari permasalahan yang dihadapi.
Pembelajar hanya menstimulasi berpikir mengenai apa yang pebelajar tahu atas subjek yang didiskusikan. Sedangkam pertemuan diagnosis pendidikan dikaitkan dengan apa yang sedang dipelajari di kelas. Tujuannya untuk mendapatkan apakah kelas tidak memahami pelajaran. Dalam hal ini bukan untuk menilai peelajar, melainkan untuk menemukan apa yang mereka tahu dan mereka tidak tahu. Jadi pembelajar tidak menilai dalam diskusi-diskusi. Pebelajar boleh menyampaikan pendapat dengan bebas dan menarik kesimpulan tentang apa yang dianggapnya tepat. Meskipun Glasser mengemukakan 3 (tiga) tipe pertemuan kelas yang berbeda, namun mempunyai mekanisme yang sama. Untuk mendapatkan gambaran tentang struktur model pertemuan kelas ini dapat kita kemukakan sebagai berikut:

(1)     Sintaks
Sintaks dalam model pengajaran pertemuan kelas ini terdiri dari beberapa fase yaitu:  (a) fase I : pembelajar menciptakan suasana yang tenang, (b) fase II : pembelajar dan pebelajar menyatakan masalah-masalah yang akan didiskusikan, (3) fase III : pembelajar menyuruh pebelajar melakukan penilaian pribadi, (d) fase IV : pembelajar dan pebelajar mengidentifikasikan alternafif segi-segi pelajaran yang akan didiskusikan, (e) fase V : pebelajar membuat suatu commitment tingkah laku dan (f) Fase VI : pembelajar rnembuat kelompok tindak lanjut tingkah Iaku.
(2)   Prinsip reaksi
Reaksi guru bersumber pada 3 (tiga) prinsip yaitu: (a) prinsip keterlibatan, (b) pembelajar tidak memberi penilaian dan (c) pembelajar mengidentifikasikan, memilih dan mengikuti alternative-alternatif studi tingkah laku
(3)   Sistem sosial
Pembelajar sebagai moderator kegiatan-kegiatan. Tetapi pada fasa-fase tertentu ia mengambil inisiatif atau mengakhiri kegiatan bersama pebelajar.
(4)   Sistem Pendukung
Sistem pendukungnya terutama terletak pada kompetensi pembelajar yaitu pribadi yang menyenangkan dan keterampilan interpersonal dan penguasaan teknik diskusi.
Penggunaan model Pertemuan Kelas ini diarahkan untuk mencapai direct dan indirect effects seperti terlihat pada diagram



0 comments:

Copyright © 2013. BloggerSpice.com - All Rights Reserved
Customized by: MohammadFazle Rabbi | Powered by: BS
Designed by: Endang Munawar