RUANG LINGKUP DAN KEDUDUKAN FILSAFAT ILMU


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah ternyata umat Islam pada zaman pertengahan berjasa dalam pembangunan ilmu pengetahuan, antara lain ; bidang Sains, Eksakta, Aqidah, Sosial, dan filsafat. Dalam sejarah, tercatat pula ulama yang mendalami agama dapat menjadi filusuf dan dokter, seperti Ibnu Sina (980-1037M). Akan tetapi yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini ialah umat lain, sehingga umat Islam tertinggal karena kurang memanfaatkan hasil dari para pemikir dan filusuf Islam sebagai arahan atau gambaran untuk memajukan Islam di dunia.
Dan kenyataan yang terjadi saat ini ialah bahwa umat Islam terbawa oleh pengaruh budaya non Islam sehingga tidak memperdulikan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Dan berawal dari permasalahan di atas makalah ini dibuat, dengan harapan muncul dari umat Islam filusuf-filusuf serta ilmuan yang dapat menunjukan eksistensinya di dunia terutama masalah pendidikan dengan berupaya menjadi pencipta ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga umat Islam hidup sejajar dengan umat lain bahkan lebih unggul, juga lebih sejahtera.
B. Rumusan Masalah
Pada dasarnya yang menjadi pokok perumusan masalah adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian filsafat ?
2. Bagaimana ruanglingkup dan kedudukan filsafat ilmu?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian filsafat
2. Memahami ruanglingkup dan kedudukan filsafat ilmu
D. Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini ialah :
1. Untuk Mengetahui pengertian filsafat
2. Untuk Memahami ruanglingkup dan kedudukan filsafat ilmu.
BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian filsafat
Filsafat ialah refleksi rasional, kritis, dan radikal tentang hal-hal pokok dalam hidup. Pertama kali kata filsafat diperkenalkan oleh Pythagoras yang berasal dari bahasa Yunani yang tersusun dari dua kata, yaitu Philos dan Sopos yang berarti cinta dan bijaksana. Oleh Karena itu kata filsafat sering diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan .
Menurut Prof. Dr. Ahmad Tafsir objek yang diteliti oleh filsafat ialah objek yang abstrak; paradigma yang mendasari penelitiannya ialah paradigma rasional dan metode penelitiannya disebut metode rasional. Beliau mencontohkan pada jeruk dengan pertanyaan “mengapa jeruk selalu berbuah jeruk?” jeruk selalu berbuah jeruk karena ada aturan atau hukum yang mengaturnya demikian, yaitu karena adanya gen yang ada dalam bibit jeruk. Hal ini dapat diterima akal atau rasio meskipun hukum itu tidak terlihat, teori jeruk selalu berbuah jeruk karena ada hukum yang mengatur demikian dan ini merupakan teori filsafat dan kebenaran teori filsafat tidak pernah dapat dibuktikan secara empiris .

B. Ruanglingkup dan kedudukan filsafat ilmu
Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu . Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri .
1. Epistemologi.
Epistemology (dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (kata/pembicaraan/ilmu) adalah cabang filsafat yang berkaitan dengan asal, sifat, karakter dan jenis pengetahuan. Topik ini termasuk salah satu yang paling sering diperdebatkan dan dibahas dalam bidang filsafat, misalnya tentang apa itu pengetahuan, bagaimana karakteristiknya, macamnya, serta hubungannya dengan kebenaran dan keyakinan.
Epistemologi atau Teori Pengetahuan yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki oleh setiap manusia. Pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui akal dan panca indera dengan berbagai metode, diantaranya; metode induktif, metode deduktif, metode positivisme, metode kontemplatis dan metode dialektis.
Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman inderawi. Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana tersebut.
Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal. Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja.

c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri, melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua pengetahuan didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya. Intusionisme – setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk-hanya mengatakan bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan oleh analisis. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita keadaanya yang senyatanya.
e. Dialektis
Yaitu tahap logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode penuturan serta analisis sistematik tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung dalam pandangan. Dalam kehidupan sehari-hari dialektika berarti kecakapan untuk melekukan perdebatan. Dalam teori pengetahuan ini merupakan bentuk pemikiran yang tidak tersusun dari satu pikiran tetapi pemikiran itu seperti dalam percakapan, bertolak paling kurang dua kutub.


2. Ontologi
Ontology merupakan salah satu kajian filsafat yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles . Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri sendiri).
Hakekat kenyataan atau realitas memang bisa didekati ontologi dengan dua macam sudut pandang:
1. kuantitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu tunggal atau jamak?
2. Kualitatif, yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan (realitas) tersebut memiliki kualitas tertentu, seperti misalnya daun yang memiliki warna kehijauan, bunga mawar yang berbau harum.
Secara sederhana ontologi bisa dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara kritis. Beberapa aliran dalam bidang ontologi, yakni realisme, naturalisme, empirisme.


3. Aksiologi
Aksilogi merupakan cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi berasal dari kata Yunani: axion (nilai) dan logos (teori), yang berarti teori tentang nilai.
Pertanyaan di wilayah ini menyangkut, antara lain:
a) Untuk apa pengetahuan ilmu itu digunakan?
b) Bagaimana kaitan antara cara penggunaannya dengan kaidah-kaidah moral?
c) Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral?
d) Bagaimana kaitan metode ilmiah yang digunakan dengan norma-norma moral dan professional?
Filsafat ilmu dikenal sebagai disiplin tersendiri pada abad ke-20 sebagai akibat profesionalisasi dan spesialisasi ilmu-ilmu alam . Berfikir secara filsafat dapat diartikan sebagai berpikir yang sangat mendalam sampai pada hakikat, atau berpikir secara global (menyeluruh), atau berpikir dilihat dari berbagai sudut pandang pemikiran atau sudut pandang ilmu pengetahuan. Berfikir yang demikian ini sebagai upaya untuk dapat berfikir secara tepat dan benar serta dapat dipertanggungjawabkan. Bahasan yang di cerna oleh ilmu filsafat sangat luas cakupannya. Poin yang utama ditujunya adalah mencari hakikat kebenaran segala sesuatu. Baik dalam kebenaran berfikir ( Logika ), kebenaran tingkah laku (Etika) Maupun dalam mencari hakikat sesuatu yang ada dibalik alam nyata (metafisika), sehingga persoalannya adalah apakah sesuatu itu hakiki (benar) atau maya (palsu).
Jadi Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat pengetahuan yang mengkaji tentang hakikat ilmu. Dimana ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai cirri-ciri tertentu yaitu yang bersifat konkrit yang artinya masalah tersebut terdapat dalam jangkauan pengalaman manusia. Selain bersifat konkrit, ilmu juga mempunyai ciri sifat lain, yaitu bersifat nyata yang artinya jawaban itu ada pada dunia nyata dan ilmu itu dimulai dari fakta dan diakhiri dengan fakta, dan dari ciri – ciri tersebut terdapat dalam ilmu, kita bisa mengetahui fungsi dari filsafat ilmu dan arah dari filsafat ilmu.
Filsafat ilmu mempelajari apakah objek yang ditelaah dalam ilmu, bagaimana proses mendapatkan ilmu dan apakah kegunaan ilmu tersebut. Objek atau hakekat sesuatu dipelajari dalam ontologi, cara mendapatkannya dipelajari dalan epistemologi, dan kegunaannya dipelajari dalam aksiologi. Dari kajian – kajian yang terdapat dalam ilmu filsafat ilmu kita bisa mengetahui kembali fungsi dari arah filsafat ilmu. Oleh karena itu fungsi filsafat ilmu adalah :
1. Untuk mengetahui objek apa saja yang ditela’ah dalam ilmu
2. untuk mengetahui tentang proses mendapatkan ilmu
3. untuk mengethui kegunaan dari ilmu tersebut
4. untuk mengetahui ciri – ciri tertentu dari cabang – cabang pengetahuan yang termasuk kedalam objek kajian dari filsafat ilmu.
Sedangkan arah dari filsafat ilmu adalah mengarahkan seseorang untuk mengkaji filsafat lebih dalam tentang hakikat sesuatu itu benar atau salah , baik atau buruk, indah atau jelek. yang masing – masing sifat tersebut dapat mengarahkan seseorang ahli filsafat untuk mengetahui tentang filsafat ilmu. Filsafat yang mengkaji tentang salah – benar disebut loga, filsafat yang mengkaji tentang baik – buruk disebut etika dan filsafat yang mengkaji tentang indah – jelek disebut estetika.
Ilmu merupakan suatu cara berfikir dalam menghasilkan suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan yang dapat diandalkan. Berfikir bukan satu –satunya cara dalam mendapatkan pengetahuan. Demikian juga ilmu bukan satu –satunya produk dari kegiatan berfikir menurut langkah – langkah tertentu yang secara umum dapat disebut sebagai berfikir ilmiah. Berfikir ilmiah merupakan kegiatan berfikir yang memenuhi persyaratan – persyaratan tertentu. Persyaratan tersebut pada hakikatnya mencakup dua kriteria utama yakni; pertama berpikir ilmiah harus mempunyai alur jalan fikiran yang logis, yang kedua pernyataan yang bersifat logis tersebut harus didukung oleh fakta empiris. Persyaratan pertama mengharuskan alur jalan pikiran kita untuk konsisten dengan pengetahuan ilmiah yang telah ada sedangkan persyaratan kedua mengharuskan kita untuk menerima pernyataan yang didukung oleh fakta sebagai pernyataan yang benar secara ilmiah.
Pernyataan yang telah diuji kebenarannya ini kemudian diperkaya khasanah pengetahuan pengetahuan ilmiah yang disusun secara sistematik dan komulatif. Kebenaran ilmiah ini tidaklah bersifat mutlak sebab mungkin saja pernyataan yang sekarang logis kemudian akan bertentangan dengan ilmu pengetahuan ilmiah baru atau pernyataan yang sekarang didukung oleh fakta kemudian di tentang oleh penemuan baru, kebenaran ilmiah terbuka bagi koreksi dan penyempurnaan.
C. Kesimpulan
Dengan filsafat Ilmu maka kita dapat menyimpulkan beberapa karakteristik dari ilmu. Pertama ialah bahwa ilmu mempercayai rasio sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan yang benar. Walaupan demikian maka berfikir secara rasional inipun harus memenuhi syarat-syarat tertentu agar sampai kepada kesimpulan yang dapat di andalkan. Untuk itu maka ilmu mempuyai karakteristik, yang kedua yakni alur jalan pikiran yang logis yang konsisten dengan pengetahuan yang ada. Walaupun demikian maka tidak semua yang logis itu didukung fakta atau mengandung kebenaran secara empiris. Untuk itu maka ilmu mensyaratkan karakteristik yang ke tiga yakni pengujian secara empiris sebagai kriteria kebenaran objektif. Pernyataan yang dijabarkan secara logis dan telah teruji ecara empiris lalu dianggap benar secara ilmiah dan memperkaya khajanah pengetahuan ilmiah. Walaupun demikian tidak ada jaminan bahwa pernyataan yang sekarang benar secara ilmiah kemudian lalu tidak shahih lagi. Untuk itu maka ilmu mensyaratkan karakteristik ke empat, yakni mekanisme yang terbuka terhadap koreksi.
Dalam kajian pendidikan Islam maka Filsapat Ilmu menjadi penting karena dengan adanya filsapat ilmu apa yang kita pelajari, akan memiliki nilai dan manfaat dan dengan pemahaman yang benar akan ilmu pengetahuan itu sendiri perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi masa yang akan datang juga diharapkan itu akan sesuai dan sejalan dengan cita – cita ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu membebaskan manusia dari belenggu kesulitan hidup dan mencapai kesejahteraan yang diharapkan.















DAFTAR PUSTAKA

Ravertz, R. Jerome “Filsafat Ilmu”(Yogyakarta; PUSTAKA PELAJAR : 2007)
Mulkhan, Abdul Munir “Paradigma Intelektual Muslim”( Yogyakarta; SIPRES : 1993)

Tafsir, Ahmad. Prof.Dr “ Filsafat Prndidikan Islami”(Bandung; PT REMAJA ROSDAKARYA : 2006).

Vardiansyah, Dani. “Filsafat Ilmu Komunikasi”: Suatu Pengantar (Jakarta ;2008).
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ilmu. dibuka tanggal 3 oktober pukul 19.30 WIB.













0 comments:

Copyright © 2013. BloggerSpice.com - All Rights Reserved
Customized by: MohammadFazle Rabbi | Powered by: BS
Designed by: Endang Munawar