ISLAM PADA MASA ABU BAKAR
ISLAM PADA MASA ABU BAKAR
OLEH :
ANDRI ANDREANS HIDAYAH
AHMAD LIKLI MANOPO
KATA PENGANTAR
Puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada kita semua untuk
dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi
tugas Sejarah Peradaban Islam. Juga tidak lupa teriring salam dan sholawat
kehadirat Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju
zaman terang benderang yaitu Addinul Islam.Memberikan pencerahan pada setiap
hati manusia untuk berfikir menyaksikan kekuasaan Illahi Robbi yang memiliki
tingkat keilmuan yang maha tinggi. Terima kasih kami haturkan kepada bapak
dosen yang telah memberikan dorongan serta motifasi keilmuannya dalam
membimbing dan memberikan dorongan dalam pembuatan makalah ini.Dan tidak lupa
diucapkan terima kasih kepada semua anggota yang telah mencurahkan segala
kemampuannya demi tersusunnya makalah ini. Penyusunan makalah ini salah satunya
bertujuan untuk menjaga kemurnian kebudayaan islam dan spiritualnya atas
berbagai bangsa yang telah tercemari oleh buku-buku yang tersedia dalam bahasa
inggris yang ditulis oleh para penulis Eropa. Tujuan islam tidak pernah
mengajarkan pada ancaman kekerasan seperti yang diduga keras oleh para
orientalis.Islam mengajarkan pada keluhuran akhlaq yang diterapkan oleh
para pemimpin setelah Rasulullah SAW.Kebijakan,kearifan,keadilan yang
menjadi sifat para pemimpin terdahulu patut untuk kita tiru teladannya.
Dengan adanya makalah ini semoga dapat sedikit memberikan informasi dan
pemahaman teladan para pemimpin terdahulu yang bisa diterapkan pada
kehidupan sekarang ini.Agar bisa menjadi islam yang tumbuh subur sehingga
menjadi generasi yang cakap,cerdas serta berakhlaq mulia,berguna bagi
nusa,bangsa dan agama.Semoga Allah menerima upaya sederhana ini.Semoga para
pembaca dapat memberikan sedikit saran dan kritik untuk memperbaiki kekurangan
dan kelemahan bagi penyusunan makalah selanjutnya.
Wassalamu‟alaikum
Wr. Wb.
DAFTAR ISI
SAMPUL
KATA PENGANTAR
…………………………………………………… i
DAFTAR ISI
…………………………………………………………….. ii
BAB 1 : PENDAHULUAN
……………………………………………... 1
A. Latar belakang
………………………………………………….....1
B. Rumusan masalah
…………………………………………………3
C. Tujuan
……………………………………………………………..3
BAB 2 : PEMBAHASAN
………………………………………………....4
A. Biografi Abu Bakar ………………..………………………………4
B. Pengangkatan sebagai
khalifah……………………………………..5
C. Sifat dan Keteladanan
Abu Bakar ………………………………….6
D. Kontribusi Abu Bakar
terhadap Islam dan kaum muslim ………….7
E. Penyebaran islam
pada masa Abu Bakar …………………………..8
F. Penumpasan nabi nabi
palsu ……………………………………….9
G. Wafatnya Abu Bakar
……………………………………………….10
BAB 3 : PENUTUP DAN
KESIMPULAN ………………………………..11
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemimpin memiliki
kedudukan yang sangat penting dalam kelompok, masyarakat, berbangsa dan
bernegara. Suatu komunitas masyarakat, bangsa dan Negara tidak akan maju,aman
dan terarah jika tidak adanya pemimpin. Maka pemimpin menjadi kunci
keberhasilkan dalam suatu komunitas masyarakat. Pemimpin yang mampu memberi
rasa aman, temtram, mampu mewujudkan keinginan rakyatnya. Maka dianggap sebagai
pemimpin yang sukses. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang dicintai oleh
yang dipimpinnya, sehingga pikirannya selalu didukung, perintahnya selalu di
ikuti dan rakyat membelanya tanpa diminta terlebih dahulu. Figur kepemimnan
yang mendekati penjelasan tersebut adalah Rasulullah beserta para sahabatnya
(khulafaur Rasyidin). Wafatnya nabi Muhammad sebagai pemipin agama maupun
Negara menyisahkan persoalan pelik. Nabi tidak meninggalkan wasiat kepada
seorangpun sebagai penerusnya.
Akibatnya, para
sahabat mempermasalahkan dan saling berusaha untuk mengajukan calon pilihan
dari kelompoknya. Ahmad Amin mencatat sedikitnya ada 3 kelompok yang berkeinginan
menjadi penerus Nabi, yaitu
a. Kelompok atau
golongan mencalonkan Ali Bin Abi Tholib, dikarenakanYang paling berhak adalah
para ahl-bait Rasulullah sendiri.
b. Kelompok atau
golongan Anshar mencalonkan Saad bin Ubadah, dikarenakan Golongan anshar
merupakan golongan penolong Nabiteraniaya di Makkah dan beliau pun
meninggal dalam keadaan puas terhadap Anshar.
c. Kelompok atau
golongan Kaum Muhajirin mencalonkan Abubakar as-shidiq, dikarenakan Kaum
Muhajirin merupakan kaum yang pertama mempercayai ajaran Nabi dan selalu
menemani beliau dalam suka dan duka Perselisihan tersebut berdampak pada
tertundanya pemakaman Rasullah serta terjadinya peristiwa saqifa,dimana Abu
bakar di baiat sebagai penerus Nabi . Masa khulafa‟ al-Rasyidun merupakan nama
keemasan, zaman ideal, di mana pemerintahan dijalankan seperti halnya
pemerintahan masa Nabi. Indikator yang dapat di lihat adalah:
1. Pembentukannya
dengan suara rakyat
2. Pemerintahan
dijalankan dengan musyawarah
3. Kedaulatan Hukum
Ilahi diaplikasikan dalam kehidupan bernegara, sehingga terdapat keyakinan
bahwa segala gerak gerik dipertanggung jawabkan kepada Allah.
4. Kekuasaan Negara
tidak didominasi oleh satu kelompok ataupun golongan. Selain mampu menciptakan
tatanan pemerintahan yang ideal, masa khulaf‟ al rasyidun terkenal dengan
kemampuanya mengalahkan dua imperium besar sebelumnya yaitu Persia dan Roma.
Masing-masing khalifah memiliki kekhasan dalam
memerintah umat Islam.Mereka berusaha keras melanjutkan dakwah Nabi ke seluruh
alam. Pentingnya mempelajari sejarah ini agar mahasiswa dapat memperoleh banyak
pelajaran hidup dari pengalaman Rasulullah dan Khulafaurrasyidin.
Sehingga nantinya mahasiswa tidak akan melakukan kesalahan serupa yang pernah
dilakukan para sahabat ketika mahasiswa menjadi pemimpin
B.
Rumusan
masalah
1.
Membahas
tentang sejarah peradaban Islam pada masa Abu Bakar.
2.
Kebijakan
pada kepemimpinan Abu Bakar.
3.
Kontribusi
Abu Bakar terhadap Islam dan kaum Muslim.
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Agar mengetahui
peradaban pada masa Abu Bakar.
2.
Agar
mengetahui kebijakan kepemimpinan Abu Bakar.
3.
Agar
mengetahui kontribusi Abu Bakar yang pernah di berikan kepada Islam Khususnya
Kaum Muslim.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi Abu Bakar Ash-Shidiq
Abu Bakar
Ash-Shidiq (nama lengkapnya Abu Bakar Abdullah bin Abi Quhafah bin Utsman bin
Amr bin Masud bin Taimi Al-Quraisyi. Silsilah Nabi bertemu pada Murrah bin
Ka’ab).[1][1]Abu Bakar lahir tahun 573 M dalam keluarga bangsawan dan terhormat dari
Makkah. Abu Bakar adalah nama keluarganya sebelum masuk Islam. Setelah masuk
Islam, dia menerima gelar Siddiq, artinya
yang Benar.[2][2]Ayahnya bernama Utsman (Abu Kuhafah) bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Saad
bin Laym bin Mun’ah bin Ka’ab bin Lu’ay, berasal dari suku Quraisy, sedangkan
ibunya bernama Ummu Al-Khair Salmah binti Sahr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taym bin
Murrah. Garis keturunannaya bertemu pada neneknya, yaitu Ka’ab bin Sa’ad.
Abu Bakar merupakan orang pertama kali masuk Islam ketika
islam mulai didakwakan. Baginya, tidaklah sulit untuk memepercayai ajaran yang
dibawa oleh Muhammad SAW. Dikarenakan sejak kecil, ia telah mengenal keagungan
Muhammad. Setelah masuk Islam, ia tidak segan menumpahkan segenap jiwa dan
harta bendanya untuk islam. Dia pernah membela Nabi tatkala Nabi disakiti oleh
Quraisy, menemani Rosul Hijrah, membantu kaum yang lemah dan memerdekakannya,
seperti terhadap Bilal, setia dalam setiap peperangan.
Ketika Nabi Muhammad
menikah dengan Khadijah binti Khuwailid, selanjutnya mereka berpindah dan
menjadi tetangga Abu Bakar sama-sama menempati rumah bertingkat dua yang mewah.
Nabi dan Abu Bkar berusia sama dan sama
sebagai pedagang. Karena pergaulannya yang luas ditambah dengan keramah tamahan
Abu Bakar mampu mengajak beberapa orang masuk Islam. Mereka antara lain
Abdurrahman ibn Auf, Utsman ibn Affan, Thalhah ibn Ubaidillah, Sa’ad ibn
Waqqash dan Zubair ibn Awwam. Selanjutnya menyusul Abu Ubaidah ibn Jarrahserta
beberapa orang penduduk Mekah lainnya.
B.
Faktor terpilihnya Abu Bakar sebagai Khalifah pertama
1.
Dekat dengan Rasulullah dan selalu menjadi pendanmping Nabi, melindungi
Nabi Muhammad SAW ketika banyak orang kafir yang mengejeknya, terutama pada
saathijrah ke Madinah. Beliau membantu Nabi Muhammad SAW dalamproses penyebaran
Islam karena paling memahami risalah rasul.
2.
Sahabat yang sangat dipercaya oleh rasulullah, ketika Mekah berhasil ditundukkan dan umat
Islam akan menunaikan Ibadah Haji, pimpinan jamaah haji dipercayakan kepada Abu
Bakar. Saat Rasulullah berhalangan tidak mengimami sholat di masjid Nabawi, Abu
Bakar menggantikannya sebagai imam sholat.
3.
Masyarakat sangat mempercayainya, beliau menerima Abu Bakar Ash-Shidiq,
sebagai orang yang sangat dipercaya.
4.
Abu Bakar adalah seorang sahabat yang sangat dermawan.
5.
Abu Bakar adalah orang yang petamakali masuk Islam.
C.
Sifat Dan Keteladanan Abu Bakar Ash-Shidiq
Abu Bakar
adalah sahabat setia Nabi tercinta. Dia mengikuti agama Nabi Muhammad SAW. Pada
saat terjadinya penentangan yang sengit dan dia siap mrnghadapi segala macam
kesulitan dan kekerasan demi tujuan Islam. Rahasia kekuatannya adalah keyakinan
kepada Nabi Muhammad SAW. “Jangan menyebut aku Khalifah Allah”, kata Abu Bakar,
“tetapi sebutlah aku Khalifah Nabi Allah”. Abu Bakar-lah yang pertama
menghimpun ayat suci Al-Qur’an ke dalam satu jilid. Dialah yang menyerahkan
semua harta kekayaannya untuk kepentingan umat.
Abu Bakar bersimpati
kepada orang miskin dan sengsara. Agar dapat membantu orang yang menderita dan
dapat membebaskan penderitaan orang yang melarat, dia biasa meronda pada malam
hari. ia mencurahkan seluruh tenaganya untuk mengelola negara yang baru lahir
itu dan untuk kebaikan para warganya. Kesetiannya terhadap prinsip Islam, dan
kesederhanaannya dalam kehidupan merupakan ciri utama akhlaqnya. Abu Bakar
merupakan perwujudan yang benar dari jiwa Islam. Rajin, arif, bijaksana dan
jujur merupakan sifat Abu Bakar.
D.
Kontribusi Abu Bakar Terhadap Islam Dan Kaum Muslim
1.
Pembinaan bidang keagaman
Abu Bakar bukan hanya dikatakan
sebagai khalifah, namun juga sebagai penyelamat Islam dari kehancuran karena
beliau telah berhasil mengembalikan umat Islam yang telah bercerai berai
setelah wafat Rasulullah SAW. Abu Bakar memegang tugas sebagai khalifah untuk
melaksanakan dan menerapkan syariat islam. Kontrol pelaksanaan yang mudah serta
tolok ukur yang jelas, yaitu nash-nash syara’ telah menjadikan masa tugasnya
menjadi kokoh dan tegak dalam menegakkan rahmat bagi seluruh dunia dan masa
berikutnya selama berabad-abad.
2.
Pembinaan bidang kesejahteraan umat
Pada bidang kesejahteraan umat Abu
bakar dalam menciptakan stabilitas ekonomi umat dengan beberapa prinsip ekonomi
Islam yang terus mereka kembangkan berdasarkan warisan Rasulullah. Pertama,
pengakuan terhadap pemilik individu berikut penggunaannya. Kedua, pada
prinsipnya kepemilikan pribadi itu juga harus dipertanggungjawabkan kepada
Allah, dimana fungsi utamanya di dunia sebagai tanggung jawab sosial. Ketiga,
prinsip harta disalurkan kepada pihak fakir miskin yang lebih membutuhkan.
Karena itu Abu Bakar mengamankan kawasan Arab dari para penyeleweng,
orang-orang yang enggan membayar zakat,
mereka yang murtad, dan nabi-nabi palsu.
Beliau menumpas tuntas gerakan
kemunafikan dan kemurtadan, yang dilakukan oleh mereka yang beranggapan bahwa
setelah nabi Muhammad wafat, maka segala perjanjian dengan nabi dianggap
selesai.
Adapun orang
murtad pada waktu itu ada dua yaitu:
a.
Mereka yang mengaku Nabi dan pengikutnya termasuk di dalamnya orang yang
meninggalkan sholat, zakat, dan melakukan kebiasaan jahiliyah.
b.
Mereka yang memisahkan ntara sholat, tetapi tidak mau mengeluarkan zakat
karena dianggap sebagai pembayaran upeti kepada kepala pemerintahan (khalifah).
Untuk menghadapi kaum
murtad, Abu Bakar membentuk sebelas pasukan dan menunjuk sebelas pemimpin,
yaitu: Khalid ibn Walid di utus untuk memerangi Thulaihah ibn Khuwailid (nabi
palsu) dan Malik ibn Muwairah (kepala pemberontak), Ikrimah ibn Abi Jahal
ditugaskan memerangi Musailamah al-Kadzab (nabi palsu) di Yamamah, Muhajir ibn
Abi Umaiyah memerangi al-aswad al-ansi. Amr ibn Ash ditugaskan ke daerah
Qudaah, Said ibn Ash ke daerah Syiria. Khuzaifah Muhsin ditugaskan di daerah Oman.
Affajah ibn Hursimah ke daerah Muhirrah, Syurahbil ibn Hasanah ditugaskan ke
Yamamah, membantu Ikrimah. Thuraifah ibn Hajiz menuju ke daerah Bani Salim dan
Khuwazin, Suaib ibn Mukrim menaklukan Tihamah di Yaman. Abdullah ibn Hadramih
menaklukan Bahrain. Kesemua pasukan itu mampu menyelesaikan tugas dan nabi
palsu seperti Thulaihah menjadi insaf.
Peperangan melawan
orang-orang yang beralih agama mereka semula, sedikit mengalami kesalahan,
tetapi segera berhasil mengesankan. Keberhasilan mereka memberikan keseimbangan
dukungan terhadap pemerintah Madinah dan para anggota suku-suku yang bimbang
dan tidak secara terang-terangan mendukung orang-orang murtad tersebut diterima
kembali sebagai anggota muslim dan segera ditugaskan untuk memerangi para pemberontak
Sedangkan kemajuan yang dilakukan
untuk meningkatkan kesejahteraan umat, Abu Bakar membentuk lembaga Baitul Mal,
lembaga keuangan atau kas negara. Dimna keuangan berasal dari pengumpulan
zakat, harta ganimah dan upeti. Sementara keuangan yang keluar harus sesuai
dengan ketetapan syari’at dan dana Baitul Mal ini tidak diperbolehkan untuk
keperluan pribadi.
3. Pembinaan
bidang politik
Abu Bakar memperhatikan suatu hal
terpenting dalam politik Islam bahwa kedaulatan tidak di tangan rakyat maupun
kepada pemerintahan, melainkan ditangan syara’. Selanjutnya peraturan syara’
yang bersumber dari Illahi, tidak boleh dimonopoli oleh kepala pemerintahan dan
tidak dimanipulasi oleh para ulama. Posisi kaum muslimin di hadapan syara’
adalah sama dari sisi hak dan kewajibannya. Oleh karena itu, meskipun kekuasaan
dan wewenang pelaksanaan politik itu terpusat kepada khalifah, tidak
menyebabkan kelemahan Islam, malah justru kepala pemerintahan akan
memperkuatnya.
4.
Pengumpulan ayat-ayat Qur’an
Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an
dilakukan atas usul Umar ibn Khattab yang khawatir Al-Qur’an hilang, setelah 70
hafidz al-Qur’an berguguran dalam peperangan, terutama ketika memerangi kaum
murtad dalam perang Riddah. Selain itu tulisan ayat-ayat Al-Qur’an berserakan
pada daun, kulit kayu, tulang, dan sebagainya. pada awalnya Abu Bakar agaak
berat melaksanakanusulan tersebut, karena belum pernah dilaksanakan pada Nabi
Muhammad SAW. Namun dengan alasan Umar bahwa semakin banyak para hafidz
al-Qur’an akan meninggal, Abu Bakar pun setuju dan menugaskan Zaid ibn Tsabit,
penulis wahyu Rasulullah SAW untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang
berserakan itu.
5.
Pembinaan bidang pemerintahan
Kebijakan yang dilakukan Abu Bakar
di bidang pemerintahan adalah berdasar musyawarah. Pengangkatan Abu Bakar
menajadi khalifah tidak atas kehendak sendiri, melainkan hasil musyawarah
mufakat umat Islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah, maka beliau
mulai menjalankan tugasnya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin
pemerintahan.
Sistem politik islam pada masa Abu
Bakar bersifat sentralistik, dimana kekuasaan legislatif, eksekutif, dan
yudikatif terpusat di tangan khalifah, dengan membentuk An-Nidham al-Qadla’i
atau Mahkamah Pengadilan, baik di masa Nabi ataupun dalam masa Khulafaur
Rasyidin. Ketika memutuskan masalah Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam
kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari tindakan
Rasul. Apabila yang dicari tidak ditemukan juga, beliau mengumpulkan tokoh
cerdik pandai terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah, berdiskusi, dan
melakukan penelitian, dimana hasilnya beliau tetapkan sebagai keputusan.
Kaum muslimin dan masyarakat Madinah
mematuhi keputusan pemerintah yang bersumber dari agama, dan mereka meyakini
bahwa ajaran agama yang melahirkannpemerintahan dan Negara Islam dengan
kesadaran iman
E.Penyebaran
Islam Pada masa Abu Bakar
Setelah
berhasil meredam segala bentuk pemberontakan yang terjadi di dalam negeri,
terutama memerangi orang-orang kafir, Khalifah Abu Bakar disibukkan dengan
rencana-rencana penghancuran eksistensi Islam oleh bangsa Persia dan Romawi.
Untuk menghadapi
kekuatan bangsa Persia, Abu Bakar mengirim pasukan tentara Muslim di bawah
pimpinan Khalid bin Walid dan Mutsanna bin Haritsah. Pasukan Muslim tersebut
berhasil memenangkan beberapa pertempuran penting melawan bangsa Persia dan
merebut beberapa daerah penting di Irak dari kekuasaan Persia.
Sedangkan untuk
melawan kekuatan bangsa Romawi, Khalifah Abu Bakar memilih empat panglima Islam
terbaik untuk memimpin ribuan pasukan Muslim di empat wilayah berbeda, yaitu
Amr bin Al-Ash di wilayah Palestina, Yazid bin Abi Sufyan di wilayah Damaskus,
Abu Ubaidah di wilayah Hims, dan Syurahbil bin Hasanah di wilayah Yordania.
Empat pasukan Muslim
itu dibantu pula oleh Khalid bin Walid yang bertempur di wilayah Syria.
Ekspedisi-ekspedisi yang dilakukan oleh pasukan Muslim untuk membebaskan
wilayah Jazirah Arab dari tangan kekuasaan bangsa Perisa dan Romawi terjadi
dalam kurun waktu yang panjang. Tercatat ekspedisi tersebut baru tuntas pada
masa pemerintahan Umar bin Khaththab.
Dalam setiap
peperangan yang dilakukan oleh pasukan Muslim, Khalifah Abu Bakar bertindak
sebagai panglima tertinggi tentara Islam. Keputusan-keputusan yang dibuatnya
sangat berpengaruh terhadap pergerakan pasukan-pasukan Muslim.
Hal tersebut, dari
segi tata negara, menunjukkan bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq yang menjabat sebagai
seorang kepala negara, juga sekaligus sebagai panglima tertinggi angkatan
bersenjata. Jabatan tersebut berlaku pada pemerintahan di zaman modern ini.
Khalifah Abu Bakar
berhasil menanamkan dan membangun kekuatan Islam dari berbagai bidang kehidupan.
Di masa awal pemerintahan Islam yang sebelumnya sempat goyah karena Nabi
Muhammad SAW wafat, Abu Bakar Ash-Shiddiq berhasil mempertahankan kesatuan umat
Islam.
Ia berhasil
membangun sistem sosial politik, terutama sistem pemerintahan yang sesuai dengan
ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Salah satu faktor yang
membantu keberhasilan kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah sikap
keterbukannya, dengan memberikan hak dan kesempatan kepada para sahabat untuk
memberikan pandangan sebelum pengambilan keputusan.
F.Penumpasan Nabi
Palsu
Pada tahun
kesepuluh Hijriah, Nabi Muhammad SAW menerima surat dari seseorang yang mengaku
jadi nabi. Namanya Musailamah bin Habib, petinggi Bani Hanifah, salah satu suku
Arab yang menguasai hampir seluruh kawasan Yamamah (sekarang sekitar Al-Riyad).
Dalam suratnya, Musailamah berujar: “Dari Musailamah, utusan Allah, untuk
Muhammad, utusan Allah. Saya adalah partner Anda dalam kenabian. Separuh bumi
semestinya menjadi wilayah kekuasaanku, dan separuhnya yang lain kekuasaanmu….”
Seperti
dituturkan ahli tafsir dan sejarawan muslim terkemuka pada abad ketiga Hijriah,
Imam Ibn Jarir Al-Tabari (838-923), dalam kitabnya Tarikh al-Rusul wa
al-Muluk (Sejarah Para Rasul dan Raja) atau yang dikenal
sebagai Tarikh al-Tabari, Musailamah bukanlah sosok yang sepenuhnya
asing bagi Nabi. Beberapa bulan sebelum berkirim surat, Musailamah ikut dalam
delegasi dari Yamamah yang menemui beliau di Madinah dan bersaksi atas
kerasulannya. Delegasi inilah yang kemudian membawa Islam ke wilayah asal
mereka dan membangun masjid di sana.
Menerima
surat dari Musailamah yang mengaku nabi, Rasul tidak lantas memaksanya
menyatakan diri keluar dari Islam dan mendirikan agama baru, apalagi
memeranginya. Padahal gampang saja kalau beliau mau, karena saat itu kekuatan
kaum muslim di Madinah nyaris tak tertandingi. Mekah saja, yang tadinya menjadi
markas para musuh bebuyutan Nabi, jatuh ke pelukan Islam. Yang dilakukan Rasul
hanyalah mengirim surat balasan ke Musailamah: “Dengan Nama Allah Yang Maha Pemurah
dan Pengasih. Dari Muhammad, utusan Allah, ke Musailamah sang pendusta (al-kazzab).
Bumi seluruhnya milik Allah. Allah menganugerahkannya kepada hamba-Nya yang Dia
kehendaki. Keselamatan hanyalah bagi mereka yang berada di jalan yang lurus.”
Rasul menempuh dakwah dengan cara persuasi dan bukan cara kekerasan. Musailamah
memang dikutuk sebagai al-Kazzab, tapi keberadaannya tidak
dimusnahkan.
Namun,
setelah Nabi wafat,mereka (nabi palsu) semakin membuat kekacauan. Umat Islam
yang masih sedih karena ditinggal pemimpinnya berada dalam ancaman
disintegrasi. Sejumlah suku Arab menyatakan memisahkan diri dari komunitas
Islam di bawah pimpinan khalifah pertama, Abu Bakr al-Shiddiq. Sebagian dari
mereka mengangkat nabi baru sebagai pemimpin untuk kelompok mereka sendiri.
Musailamah dan sejumlah nabi palsu lain, seperti Al-Aswad dari Yaman dan
Tulaikhah bin Khuwailid dari Bani As’ad, menyatakan menolak membayar zakat,
suatu tindakan yang pada masa itu melambangkan pembangkangan terhadap
pemerintah pusat di Madinah. Abu Bakr lalu melancarkan ekspedisi militer untuk
menumpas gerakan pemurtadan oleh para nabi palsu tersebut, yang menurut dia
telah merongrong kedaulatan khalifah dan membahayakan kesatuan umat. Perang Abu
Bakr ini dikenal sebagai “perang melawan kemurtadan (hurub al-ridda).”
a.
Penumpasan Musailamah Al Kadzab
musailamah al khadzab lahir
dari bani hanifah, salah satu suku terbesar di jazirah Arab yang terletak di
Yamamah. Berdasarkan temuan sejarah ia telah membangun Yamamah sebelum
hijrahnya Nabi Muhammad ke Madinah. Setelah tersebarnya islam di jazirah Arab
kemudian ia menyatakan diri sebagai muslim, dan membangun sebuah masjid di
Yamamah.
Ia mempelajari ilmu sihir dan menyatakan
sebagai mukjizat. Melalui kemampuan sihirnya ia dapat membuat orang-orang
percaya bahwa ia adalah seorang nabi. Ia juga menyatakan bahwa ia juga
memperoleh wahyu dan berbagi wahyu dengan nabi Muhammad, bahkan di menyebut
dirinya sebagai rahman. Setelah itu, beberapa orang menerimanya sebagai nabi
bersama dengan Nabi Muhammad. Perlahan-lahan pengaruh dan wewenang Musailamah meningkat terhadap orang-orang dari
sukunya. Setelah itu Musailamah berusaha menghapuskan kewajiban untuk
melaksanakan salat serta memberikan kebebasan untuk melakukan seks bebas dan konsumsi
Alkohol. Ia juga kemudian menyatakan sebagai utusan Allah bersama dengan Nabi
Muhammad, dan menyusun ayat-ayat, yang dinyatakan sebagai tandingan ayat
Alquran. Sebagian besar ayat-ayat buatan Musailamah memuji keunggulan sukunya,
Bani Hanifah, atas Bani Quraisy.
Setelah wafatnya Nabi Muhammad, Musailamah kemudian menyatakan perang
kepada Khalifah Abu Bakar. Para
perwira senior tersebut dengan integritas tinggi memobilisasi pasukannya menuju
tiap-tiap target sasaran yang ditentukan. Mereka bergerak maju dengan membawa surat ultimatum atas kaum murtad,
memperingatkan dengan tegas untuk kembali ke jalan Islam. Apabila seruan ini
diabaikan, akan dihabisi nyawanya. Salah satu target operasi yang menjadi skala
prioritas adalah Musailamah Al-Kadzdzab, si nabi palsu. Agresi
militer kembali meletus. Perang yang dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal radhiyallaahu
‘anhu dan Syarahbil bin Hasanah radhiyallaahu ‘anhu gagal
menjalankan operasi taktis. Kekuatan Bani Hanifah masih di atas angin
karena diperkuat jumlah personil yang sangat banyak.
kejadian tragis ini membuat Abu Bakar radhiyallaahu ‘anhu mengirim
pasukan di bawah komando panglima Khalid bin Al-Walid radhiyallaahu
‘anhu yang berjumlah 11.000 prajurit dari kaum Anshar dan juga Muhajirin.
Bagian depan dipimpin oleh Syurahbil bin Hasanah radhiyallaahu ‘anhu,
sayap kanan di bawah komando Abu Hudzaifah radhiyallaahu ‘anhu,
sayap kiri diatur oleh Zaid bin Al-Khatthabradhiyallaahu ‘anhu, dan
resimen berkuda dipimpin oleh Usamah bin Zaid radhiyallaahu ‘anhuma.
Demikian pula ditentukan para komandan bagi pasukan perintis, satuan penembak,
badan intelijen, serta pemegang panji perang. Abu Bakar radhiyallaahu
‘anhu mengomentari korps perwira tersebut, “Demi Allah, aku akan
perangi mereka dengan para pejuang militan yang mencintai kematian sebagaimana
musuh mencintai kehidupan.”
Perlahan, armada Islam mulai bertolak
meninggalkan markasnya menuju Yamamah. Para mujahidin segera membangun kamp
pertahanan di wilayah perbatasan. Sebelumnya, 40 prajurit dari resimen berkuda
musuh melakukan penyusupan di malam hari. Namun misi rahasia ini dapat
digagalkan oleh tim perintis gabungan. Para prajurit musuh selanjutnya dibunuh
kecuali Mujja’ah pimpinan mereka, karena dia ahli strategi perang. Musuh
mempersiapkan bala tentara sebanyak 100.000 prajurit. Sayap kanan dipimpin
Muhakkim bin At-Thufail, adapun sayap kiri diatur oleh Ar-Rajjal. Aliansi
bersenjata yang sarat dengan keangkuhan. Di saat kedua armada perang saling
berhadapan, Musailamah berkata di depan pasukannya, “Hari ini adalah hari
penentuan. Jika kalian tumbang, maka istri kalian akan dinikahi dan ditawan
oleh mereka. Karenanya, bertempurlah untuk mempertahankan harga diri dan wanita
kalian!”
Pertempuran di Yamamah mulai berkecamuk.
Hanya ada dua pilihan, membunuh atau dibunuh. Banyak korban berjatuhan dari
kedua kubu. Disaat itulah pasukan Islam terpukul mundur hingga musuh berhasil
memasuki tenda Khalid . Musuh hampir membunuh istri beliau, namun dapat dicegah
oleh Mujja’ah. Konon, Ar-Rajjal tewas pada peristiwa itu.
Para prajurit Islam saling mewasiatkan agar
gigih dalam berperang. Disadari, hidup di dunia hanyalah sementara dan menyeru,
“Wahai para penghafal surat Al-Baqarah, hari ini kekuatan sihir akan hancur!”.
Tsabit bin Qais radhiyallaahu ‘anhu segera mengenakan kain
kafan dengan wewangian, lalu membenamkan kedua kakinya ke tanah hingga sampai
betisnya, dan tetap tegar tak bergeming mengibarkan panji Anshar hingga
akhirnya terbunuh.
Khalid radhiyallaahu ‘anhu sendiri maju menyerang dan
menantang perang tanding di tengah barisan. Setiap kali ada prajurit yang
berani maju, pasti akan dipenggal lehernya. Bersamaan dengan itu, beliau
melakukan alih posisi pasukan untuk memperbesar daya tempur dengan
memisah-misahkan divisi Muhajirin, Anshar, dan kabilah lainnya. Pemetaan
kekuatan telah dilakukan. Keadaan berbalik dikala formasi menjadi solid.
Saatnya membalas serangan musuh. Para mujahidin dengan kekuatan penuh terus
maju menggoyahkan barisan musuh. Saat itulah, Muhakkim tewas
terbunuh terkena anak panah runcing tepat di lehernya. Musuh terdesak dan masuk
ke dalam kebun yang bertembok bagian luarnya, lalu mengunci pintunya dari
dalam. Pengepungan pun langsung dilakukan. Selanjutnya, Al-Barra’ bin
Malik radhiyallaahu ‘anhu meminta untuk dilemparkan ke arah
kebun itu. Milisi militan Islam menaruhnya diatas tameng besi lalu dilempar
bersama-sama ke dalam kebun. Lantas beliau bertempur bagai hulu ledak eksplosif
hingga berhasil membuka pintunya. Beliau mendapat 80 luka serius dalam
peperangan ini. Tak mau kalah, mujahidah bernama Nusaibah binti Ka’ab radhiyallaahu
‘anha ‒ibunda Habib yang dibunuh Musailamah‒ bertempur dengan
keberanian, hingga terputus tangannya, menderita 12 luka akibat tebasan pedang
dan hunjaman tombak. Akhirnya para pejuang diiringi pekikan takbir berhasil
memasuki kebun, sambil menebas leher-leher musuh dengan leluasa.
Musailamah saat itu tengah berdiri dengan pedang terhunus di sudut pagar.
Dengan segera Wahsyi bin Harb radhiyallaahu ‘anhu melemparkan
tombak kecilnya, menghunjam tepat di dadanya langsung tembus ke belakang.
Secepat kilat Abu Dujanah radhiyallaahu ‘anhumengayunkan pedangnya
hingga Musailamah jatuh terjerembab ke tanah. Nabi palsu ini tewas pada usia
150 tahun pada tahun 12 H/633 M
Akhirnya musuh mengalami kekalahan telak dan bertekuk lutut. Jumlah
pasukan musuh yang terbunuh pada perang ini sebanyak 10.000 prajurit. Adapun
jumlah pasukan Islam yang gugur sebanyak 600 tentara, diantaranya adalah 70
penghafal Al-Qur’an dari kalangan sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam.
Di malam hari, kaum muslimin mengubur jenazah para pejuang. Adapun mayat
Musailamah, mereka lempar ke dasar sumur yang dia minum darinya. Abu
Bakar radhiyallaahu ‘anhu sendiri sujud syukur dikala
mendengar kabar tewasnya Musailamah. Keesokan hari, Khalid menginstruksikan
untuk bersiap diri mengepung dan menyerbu benteng musuh. Hanya saja beliau
berhasil dikelabui Mujja’ah dengan menyatakan bahwa benteng itu dipenuhi oleh
para prajurit, lalu menyarankan untuk mengikat perdamaian. Khalid melihat
seluruh sisi atas benteng dipenuhi manusia yang memakai baju besi dengan
menyandang senjata yang tengah mengintip. Di sisi lain, beliau mendapati
pasukan Islam didera keletihan. Akhirnya beliau memilih untuk berdamai.
Gencatan senjata diberlakukan. Setelahnya para pejuang Islam mendapati benteng
tersebut hanya dihuni oleh para wanita, orang tua renta, dan anak-anak.
Akhirnya, Khalid radhiyallaahu ‘anhu mengajak mereka untuk
masuk Islam. Ternyata seluruhnya menerima tawaran itu dan mau kembali ke jalan
yang benar
b.
Penumpasan Sajaah Tamimiyah
Sajjah binti
al-Harits bin Suwaid bin Aqfan at-Tamimiyah satu-satunya nabi palsu yang
wanita, dari Bani Tamim. Salah seorang tokoh dukun dari bani Tamim yang mengaku
sebagai "Nabi" pada zaman Abu Bakr As-Shidq, tokoh lainnya yang
mengikuti Sajjah adalah Malik bin Nuwairah. Bersamaan dengan munculnya nabi
palsu Sajjah, muncul pula Musailamah al-Kazzab dari Yamamah. Kalau pada awalnya
antara Sajjah dan Musailamah memperebutkan posisi Nabi palsu bahkan berlawanan,
akhirnya mereka bekerjasama bahkan kawin. Iya, Sajjah adalah istrinya
Musailamah yang juga nabi palsu di zaman itu. Malik bin Nuwairah sebagai
panglima pasukan Sajjah, menghadapi Khalid bin Walid di Wadi al-Battah,
ditempat mana Malik bin Nuwairah dapat ditangkap dan akhirnya terbunuh.
Sedangkan pasukan Musaimalah al-Kazzab bertambah kuat dengan bergabungnya
pasukan Sajjah (kolaborasi dua nabi palsu), mencapai jumlah 40.000 pasukan.
Sedangkan pasukan Islam dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal (yang masuk Islam
setelah Fathu Mekah), namun sayang pasukan Islam Ikrimah dapat dikalahkan oleh
Musailamah al-Kazzab, sehingga Khalifah Abu Bakar di Madinah memerintahkan
Khalid bin Walid untuk melanjutkan memimpin pasukan untuk menggempur
Musailamah.
Khalid bin Walid mengerakkan pasukannya menuju Wadi al-Aqraba, ditempat ini
terjadilah pertempuran yang sangat dahsyat antara kedua belah pihak, begitu
dahsyatnya peretempuran ini sehingga kekuatan Islam mengalami tekanan.
Menghadapi keadaan tersebut Khalid bin Walid melakukan tipu muslihat,
seakan-akan pasukan Islam mundur, sehingga pasukan Musailamah maju untuk
mengumpulkan harta rampasan. Pada saat pasukan Musailamah sibuk mengumpulkan harta
rampasan, Khalid dan pasukannya dengan gerakan kilat, kembali menyerang pasukan
Musailamah, sehingga dapat menghancurkann mereka dan sisanya melarikan diri
kedalam kota benteng al-Hadiqat. Benteng ini memiliki dinding-dinding yang
kukuh dan sukar ditembusi. Setelah beberapa waktu dikepung, akhirnya benteng
al-Hadiqat dapat ditembusi, dan terjadilah perang yang sangat mengerikan
didalam benteng ini, mereka yang tidak kembali kepada Islam dibunuh, sehingga
benteng ”Hadiqaturrrahman” (Taman kenikmatan) berubah menjadi ”Hadiqatul
maut” (Taman kematian), termasuk Nabi palsu Musailamah al-Kazzab tersebut.
Diperkirakan dalam peperangan ini terbunuh 12.000 pasukan Musailamah dan 600
pasukan Islam, sebahagian besarnya sahabat penghafal Al-Qur’an, yang
menyebabkan khawatirnya Umar terhadap keberlangsungan terpeliharanya Al-Qur’an
melalui hafalan dan cacatan wahyu para Sahabat. Setelah Musailamah terbunuh,
Saj’ah melarikan diri ke Irak kemudian masuk Islam dan mati dalam keadaan
Islam.
c.
Penumpasan Aswad Al-Ansi
Abhalah bin Ka’ab bin Auf
al-Ansi al Madzhiji , seorang dukun dari Yaman. Dia memiliki 700 personil yang
dipersenjatai. Sebelumnya dia pernah menuliskan surat kepada perwakilan Nabi
yang berisi, “Wahai orang-orang yang menjajah kami, kembalikan kepada kami harta
yang telah kalian ambil dari hasil tanah kami, kembalikan apa yang kalian
kumpulkan, sebab kami lebih berhak untuk memilikinya, dan kalian tetap
sebagaimana biasa dengan apa yang kalian miliki.”
Setelah itu dia berjalan
menuju Najran dan menaklukkannya dalam sepuluh malam. Kemudian dia melanjutkan
lagi perjalanannya ke Shan’a. Di sana dia berhadapan dengan Syahr bin Bazan
yang mengajaknya untuk perang tanding, akhirnya perkelahian terjadi dan Aswad
berhasil membunuh Syahr sekaligus melumpuhkan pasukannya. Sejak itu dia
menjajah negeri Shan’a, setelah 25 malam keluar dari tempatnya, maka Mu’adz bin
Jabal melarikan diri dari tempat itu dan menemui Abu Musa al-Asy’ari, maka
keduanya berangkat menuju Hadramaut dan menemui salah seorang perwakilan
Rasulullah saw. di sana yang bernama Thahir bin Abi Halah, maka segera Amru bin
Hazm147 dan Khalid bin Sa’id bin al-Ash kembali ke Madinah, dengan itu maka
seluruh Yaman dikuasai oleh Aswad al-Ansi, dan kejahatan yang dilakukannya
telah tersebar ke mana-mana.
Jumlah pasukannya ketika
berhadapan dengan Syahr sebanyak 700 pasukan berkuda, di antaranya adalah
panglimanya, Qais bin Abd Yaghuts, Muawiyah bin Qais, Yazid bin Muharram, Yazid
bin Husain al-Haritsi148 dan Yazid bin al-Afkal al-Azdi. Kerajaannya menjadi
kuat, dan semakin sulit ditaklukkan, sejak itu banyak penduduk Yaman yang
murtad.
Kaum muslimin yang tinggal
di sana berusaha bergaul dengan mereka dengan cara taqiyyah, dan di
antaranya adalah gubernur untuk wilayah Maz-haj yaitu Amru bin Ma’di Karib.
Masalah ketentaraan diserahkan kepada Qais bin Abd Yaghuts, dan urusan
anak-anak jajahan Persia diserahkan kepada Fairuz ad- Dailami dan Dadzawaih.
Dia menikahi istri Syahr bin Bazan yang merupakan sepupu dari Fairuz ad-Dailami
yang bernama Azadz, istrinya adalah seorang wanita yang baik dan cantik. Di
samping itu ia adalah seorang wanita yang beriman kepada Allah dan RasulNya
Muhammad saw, dan termasuk dari wanita yang shalihah.
Saif bin Umar at-Tamimi
berkata, Ketika sampai kepada Rasulullah saw. SH berita Aswad al-Ansi yang
dibawa oleh Wabar bin Yunanis ad-Dailamim maka Rasulullah saw. mengirim surat
ke Yaman, dalam surat tersebut Rasulullah saw. memerintahkan kaum mulimin di
Yaman agar membunuh Aswad al-‘Ansi, maka Mu’adz bin Jabal berusaha melaksanakan
perintah ini sebaik-baiknya. Sebelumnya Mu’adz telah menikahi seorang wanita
dari as-Sakun yang bernama Ramlah, dengan pernikahan itu maka orang as-Sakun
menjadi setia terhadap Mu’adz disebabkan hubungan pernikahan dengan puteri
mereka. Maka mereka menyampaikan surat Rasulullah saw. ini kepada perwakilan
Nabi dan kepada siapa saja yang dapat disampaikan. Akhirnya mereka sepakat
untuk bergabung bersama Qais bin Abd Yaghuts panglima tentara Aswad- yang telah
membelot disebabkan perbuatan Aswad yang menghinakannya, memarahinya bahkan
nyaris membunuhnya, demikian juga mereka bersepakat dengan Fairuz dan
Dadzawaih.
Ketika Wabar bin Yuhannis
memberitakan surat Nabi kepada Qais bin Abd Yaguts, yaitu Qais bin Maksyuh,
seolah-olah dia menerima berita dari langit, maka mereka sepakat untuk
membinasakan Aswad, dengan dukungan seluruh kaum muslimin. Tatkala mereka
sepakat merahasiakannya, maka Setan al-Aswad memberitakan kabar ini kepada
al-Aswad, maka segera Aswad memanggil Qais bin Maksyuh dan berkata, “Wahai Qais
apa yang telah dikatakan oleh pembisikku?” Qais bertanya, “Apa yang
dikatakannya?” al-Aswad menjawab, “Dia berkata padaku, Engkau telah memuliakan
Qais hingga kini kedudukannya sama sepertimu, namun dia cenderung menjadi
musuhmu, dan berusaha merebut kerajaanmu, sambil menyembunyikan di dalam
hatinya niat untuk membunuhmu!”
Dia berkata, “Wahai Aswad
betapa pilu nasibmu maka rebutlah kekuasaan dari Qais dan bunuhlah dia, jika
tidak maka dia akan merebut kekuasaanmu!” Maka Qais berkata sambil bersumpah,
“Dia telah berbohong demi Dzi Himar sesungguhnya engkau di mataku sangat mulia
dan lebih agung dari apa-apa yang aku sembunyikan dalam diriku!” Maka al-Aswad
berkata padanya, “Alangkah beraninya dirimu? Bagaimana engkau mengatakan
malaikat yang membisikkan padaku berbohong?
Padahal malaikatku jujur,
dan aku tahu sekarang bahwa dirimu telah taubat berdasarkan pengelihatan mata
hatiku terhadap dirimu.” Setelah itu Qais keluar dari sisinya dan datang kepada
teman-temannya, yakni Fairuz dan Dadzawaih, dan menceritakan apa yang terjadi
antara dirinya dan al- Aswad. Mereka berkata, “Kita harus berhati-hati, apa
rencana selanjutnya?”
Tatkala mereka sedang
berunding tiba-tiba mereka dipanggil utusan al-Aswad untuk segera menemuinya.
Al-Aswad berkata, “Bukankah kalian telah aku muliakan dari kaum kalian?” Mereka
menjawab, “Ya!” Kemudian dia melanjutkan, “Apa yang telah aku dengar dari
kalian?” Mereka menjawab, “Maafkan kami kali ini!” Al-Aswad berkata, “Jangan
sampai terdengar sekali lagi tentang perbuatan kalian hingga aku tidak akan maafkan
kalian!” Qais berkata, “Maka kami keluar dari hadapannya dalam keadaan
gerak-gerik kami dimata-matai. Kami benar-benar dalam bahaya. Dalam kondisi
demikian maka kami menerima surat-surat dari dari Amir bin Syahr pemimpin
wilayah Hamdan, pemimpin Dzi Zhulaim, Dzi Kalaa’ dan gubernur \ aman lainnya
yang isinya siap tunduk dan patuh dalam membantu kami untuk menentang al-Aswad.
Disebabkan surat Rasulullah
saw. yang sampai kepada mereka yang berisi perintah membunuh al-Aswad al-‘Ansi,
maka kami balas surat mereka yang isinya, “Jangan berbuat hal-hal yang
mencurigakan terlebih dahulu hingga kami perintahkan.”
Qais berkata, “Aku masuk ke
rumah istri al-Aswad, Azadz dan berkata, Wahai puteri pamanku, engkau telah
mengetahui kejahatan lelaki ini pada kaummu, dia telah membunuh suamimu, dan
membunuh banyak kaummu, dia suka melecehkan kaum wanita. Apakah engkau punya
niat untuk membalas sakit hatimu padanya?” Dia bertanya, “Apa yang bisa aku
lakukan?” Kukatakan padanya, “Usir dia keluar!” la berkata, “Atau kita bunuh
saja?” Kukatakan, “Ya!” la berkata, “Demi Allah tidak pernah aku membenci
seseorang lebih dari benciku kepadanya, dia tidak pernah sedikitpun menunaikan
kewajibannya kepada Allah dan tidak pula mau mencegah dirinya dari hal-hal yang
diharamkan Allah. Jika kalian telah siap maka beritahukan aku, aku akan beri
petunjuk kepada kalian mengenai masalah ini!” Aku keluar menemui Fairuz dan
Dadzawaih yang sedang menunggu. Mereka ingin segera melaksanakan niat mereka,
ketika mereka berkumpul tiba-tiba al-Aswad memanggil Qais untuk menghadapnya,
segera Qais masuk membawa sepuluh orang dari kaumnya. Al-Aswad berkata,
“Bukankah aku telah menyampaikan kebenaran kepadamu sementara engkau
menyampaikan kebohongan kepadaku?” Pembisikku mengatakan, “Alangkah jelek nasibmu
alangkah jelek nasibmu! Jika engkau tidak segera memotong tangán Qais maka dia
akan memotong lehermu!” Ketika itu Qais telah pasrah dan menganggap dirinya
pasti akan terbunuh. Namun Qais menjawab, “Itu tidak benar, bagaimana mungkin
hal itu aku lakukan sebab engkau adalah Rasul utusan Allah, maka jika engkau
bunuh aku itu lebih aku sukai daripada kematian-kematian yang aku rasakan
setiap hari!” Maka al-Aswad merasa iba padanya dan menyuruhnya keluar.
Qais keluar menemui
rekan-rekannya dan berkata, “Sekarang mari kita mulai bekerja, ketika mereka
sedang berdiam di pintu dan bermusyawarah, tiba-tiba al- Aswad keluar menemui
mereka sementara telah dikumpulkan untuknya 100 ekor hewan berupa lembu maupun
unta. Dia berdiri membuat satu garis, dengan tidak melangkahi garis dia mulai
menyembelih unta-unta dan hewan-hewan tersebut dengan buasnya, hingga
hewan-hewan itu binasa. Qais berkata, “Aku tidak pernah melihat suatu perkara
yang lebih men-jijikkan daripada hari ini, tidak pernah aku temui suatu hari
yang lebih buas daripada hari ini.” Tiba-tiba al-Aswad berkata, “Apakah benar
yang aku dengar tentangmu hai Fairuz? Sesungguhnya aku ingin menyembelihmu
sebagaimana hewan-hewan ini,” dia menunjukkan tombaknya kepada Fairuz.
Fairuz menjawab, “Kami
telah memilihmu menjadi ipar kami, dan engkau telah memuliakan kami dari
seluruh kaum kami. Jika engkau bukan seorang Nabi maka mustahil kami mau
menjual diri kami untukmu. Apa lagi jika seluruh kenikmatan dunia dan akhirat
kami ada di tanganmu? Maka jangan pernah engkau terima berita tentang kami
seperti apa yang kau dengar, kami akan berbuat apa yang engkau suka!” Akhirnya
al-Aswad senang mendengar itu dan menyuruhnya untuk membagi-bagikan daging
hewan tersebut. Fairuz membagi-bagikan daging tersebut kepada penduduk Shan’a,
kemudian segera kembali menemui al-Aswad. Ternyata dia mendapati seorang lelaki
yang tengah menyarankan pada al-Aswad agar membunuh Fairuz sementara Fairuz
mendengar seluruhnya dengan sembunyi-sembunyi. al-Aswad berkata, “Aku pasti
akan membunuhnya beserta rekan-rekannya besok. Ikutlah bersamaku besok pagi!”
Kemudian dia menoleh dan
ternyata Fairuz hadir di situ, segera Fairuz menginformasikan tentang
daging-daging yang telah dibagikannya kepada penduduk Shan’a, kemudian al-Aswad
kembali ke rumahnya dan Fairuz memberitahukan berita yang didengarnya kepada
rekan-rekannya. Mereka sepakat untuk mendatangi istri al-Aswad, sesampainya di
sana salah seorang dari mereka yaitu Fairuz- masuk menemuinya, wanita itu
berkata, “Tidak ada satu rumahpun kecuali dikelilingi oleh penjaga kecuali
rumah ini, maka ketahuilah sesungguhnya punggungnya menghadap ke arah jalan.
Jika hari telah malam bersiap-siaplah untuk menghabisinya tanpa sepengetahuan
penjaga. Tidak ada jalan kecuali harus membunuhnya, dan aku akan meletakkan di
dalam rumah lampu dan senjata.”
Tatkala Fairuz keluar rumah
dia berpapasan dengan al-Aswad dalam keadaan murka padanya dan berkata,
“Beraninya engkau masuk menemui istriku?” Sambil memukul kepalanya, sebagaimana
diketahui bahwa al-Aswad terkenal déngan kekejamannya. Tiba-tiba istrinya itu
menjerit dan membuat al-Aswad terkejut, andaikata tidak demikian niscaya dia
akan membunuh Fairuz. Istrinya berteriak, “Dia sepupuku, sedang datang
mengunjungiku!” Al-Aswad berkata, “Diamlah! Celaka kamu ini, aku lepaskan dia
karenamu!” Maka Fairuz segera keluar menemui rekan-rekannya dan memberitakan
kabar tersebut. Mereka bingung tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Kemudian istri al-Aswad
mengirim pesan kepada mereka yang isinya, “Jangan ragu terhadap apa yang telah
kalian rencanakan, maka Fairuz masuk menemuinya dan menanyakan kabar berita
yang terjadi. Dan akhirnya mereka masuk ke dalam rumah tersebut mempersiapkan
segalanya untuk memudahkan rencana pembunuhan al-Aswad. Kemudian dia duduk
seolah-olah sedang berkunjung, tiba-tiba al-Aswad masuk dan bertanya, “Siapa
ini?” Istrinya menjawab, “Dia adalah saudaraku satu susuan dan sepupuku.” Maka
al-Aswad membentaknya dan menyuruhnya keluar, segera Fairuz menemui
sahabat-sahabatnya.
Pada malam hari, mereka
memasuki rumah tersebut dan mendapati ada lampu di bawah piring. Fairuz maju
mendekati al-Aswad yang sedang tertidur pulas di atas kasur yang terbuat dari
sutera. Kepalanya tertekuk ke arah badannya dalam keadaan mabuk sambil
mendengkur. Sementara istrinya duduk di sisinya, tatkala Fairuz berdiri di
pintu kamar itu tiba-tiba setan al-Aswad mendudukkannya sambil berkata
seolah-olah Aswad yang sedang berkata, sementara dia masih mendengkur-, “Ada
apa antara aku dan dirimu wahai Fairuz?” Fairuz takut jika dia kembali dirinya dan
wanita itu akan binasa, maka dengan segera dia mencekik al- Aswad. Lalu Fairuz
menarik kepalanya dan memotong lehernya, sambil melipatkan kedua lututnya ke
arah belakang tubuh hingga akhirnya Fairuz berhasil membunuhnya, segera Fairuz
bangkit berdiri akan memberitahukan kepada rekan-rekannya, maka wanita itu
menarik bajunya dan berkata, Bagaimana engkau pergi meninggalkan keluargamu di
sini?” Wanita itu mengira Fairuz belum membunuhnya. Fairuz menjawab, “Aku
keluar untuk memberitahu mereka bahwa dia telah aku bunuh, mereka langsung
masuk bersama-sama dan memenggal kepalanya, namun setannya berusaha
menggerakgerakkan kepalanya, tetapi belum sempurna terbunuh hingga dua orang
dari mereka duduk di atas punggungnya dan wanita itu menjambak rambutnya, sementara
mulutnya masih berkata-kata. Hingga salah seorang dari mereka memenggal
kepalanya, dia menjerit sekuat-kuatnya seolah-olah kerbau yang disembelih.
Akhirnya ia pun mati ditangan Fairuz pada tahun 11 H/632 M Para pengawal
berhamburan ke rumah al-Aswad dan bertanya, “Suara apa itu?” Istrinya menjawab,
“Itu adalah suara Nabi sedang menerima wahyu!” Akhirnya mereka kembali.
Qais, Dadzawaih dan Fairuz
duduk bermusyawarah bagaimana cara memberitakan kepada pengikutya tentang
terbunuhnya al-Aswad. Akhirnya mereka sepakat untuk mengumandangkan adzan subuh
yang merupakan syi’ar kaum muslimin.
Ketika pagi datang, maka
salah seorang dari mereka yakni Qais berdiri mengumandangkan adzan, seketika
berkumpulah seluruh kaum muslimin dan orang-orang kafir di sekitar benteng,
maka Qais -sebagian mengatakan Wabar bin Yuhannis meneriakkan kalimat syahadat,
“Asyhadu anna Muhammad Rasulullah saw., dan aku bersaksi bahwa
‘Abhalah (al-Aswad) adalah pendusta!” Sambil melemparkan kepalanya ke
tengah-tengah mereka. Maka bertekuk lututlah seluruh pengikutnya dan
orang-orang sibuk mengejar mereka di setiap jalan sambil menawan mereka, dengan
demikian Islam dan kaum muslimin menang, dan para perwakilan Rasulullah saw.
kembali kepada peker-jaan mereka masing-masing. Sementara ketiga orang tadi
berselisih siapa yang menjadi pemimpin, akhirnya mereka sepakat untuk
mengangkat Mu’adz menjadi imam shalat. Mereka segera menuliskan berita
terbunuhnya al-Aswad kepada Rasulullah saw. padahal beliau telah mendapat
berita hal itu dari Allah pada malam harinya.
Saif bin Umar at-Tamimi
berkata dari Abul Qashim as-Sanawi dari al-Ala’ bin Ziyad, dari Ibnu Umar dia
berkata, “Telah sampai berita kepada Nabi pada malam terbunuhnya al-‘ Ansi,
beliau memberitakan kabar gembira kepada kami, dengan sabdanya, “Telah terbunuh
al-Ansi tadi malam, dia dibunuh oleh seorang yang penuh berkah dari keturunan
yang berkah pula.” Ditanya-kan kepada beliau, “Siapa yang telah membunuhnya
wahai Rasulullah saw.?” Rasul menjawab, “Fairuz, Fairuz telah menang.” Saif bin
Umar meriwayatkan dengan sanadnya dari Fairuz dia berkata, “Kami membunuh
al-Aswad, maka kondisi kota Shan’a kembali normal seperti sediakala. Kemudian
kami mengirim surat kepada Mu’adz bin Jabal dan kami rela dengan keputusannya,
maka ia shalat mengimami kami di Shan’a, dan Demi Allah tidak lebih tiga hari
ia shalat mengimami kami hingga sampailah kepada kami berita bahwa Rasulullah
saw. telah wafat. Dan akhirnya urusan menjadi kacau balau. Kami banyak
mengingkari hal-hal yang sebelumnya telah kami ketahui, seolah bumi berguncang.
Berita mengenai al-Ansi
telah sampai kepada Abu Bakar ash-Shiddiq ra. Di akhir bulan Rabiul Awwal
setelah beliau mempersiapkan pasukan Usamah. Ada yang mengatakan bahwa berita
gembira terbunuhnya al-‘Ansi sampai pada pagi hari wafatnya Rasulullah saw. HI,
namun pertdapat yang pertama lebih masyhur, wallahu a’lam. Intinya, baru
pada masa Abu Bakar ash-Shiddiq ra. dicapai kesepakatan di antara mereka untuk
bersatu mengurus kemaslahatan mereka. Abu Ja’far Ibnu Jarir berkata, “Telah
berkata kepadaku Umar bin Syabbah an- Numairi, dia berkata, aku diberitahu oleh
Ali bin Muhammad -yaitu al-Madinidari Ma’syar dan Yazid bin Iyadh bin Ja’d
dengan sanadnya, dan Ghassan bin Abdul Hamid, dan Juwairiyyah bin Asma, dari
guru mereka yang berkata, ‘Abu Bakar memberangkatkan pasukan Usamah di akhir
Rabiul Awwal, sementara berita terbunuhnya al-Aswad al-‘Ansi baru sampai pada
akhir Rabi’ul Awwal setelah keberangkatan pasukan Usamah, itulah berita
kemenangan pertama yang sampai kepada Abu Bakar ketika beliau berada di
Madinah.
d.
Penumpasan Thulaihah Bin Khuwailid
Di zaman Jahiliyyah, dia
terkenal sebagai seorang dukun terkemuka. Banyak didatangi dan dimintakan
nasehat. Profesinya sebagai dukun, telah mengangkat figur dan ketokohan
Thulaihah di tengah masyarakat pada saat itu. Maklum, saat itu masyarakat
Jahiliyyah senang dengan ramalan-ramalan dukun dan tukang sihir. Sebagai posisi
Thulaihah begitu kuat di mata masyarakat.
Ketika Islam diturunkan ke jazirah Arab, dan Rasul SAW mulai menjalankan
dakwahnya, popularitas Thulaihah mengalami penurunan. Hal tersebut dikarenakan
oleh ketegasan ajaran Islam yang melarang umatnya untuk konsultasi dan
menggantungkan harapan nasib pada dukun. Konsultasi pada dukun merupakan bagian
dari perilaku kemusyrikan, yang jika terbawa mati, maka dosa itu tidak akan
diampuni.
Turunnya popularitas Thulaihah menimbulkan bara dendam di hatinya, karena
kondisi tersebut menjadikan ia kembali menjadi rakyat biasa. Kedatangan dakwah
Muhammad SAW telah mengakibatkan "bisnis perdukunannya" mengalami
penurunan dariastis. Singkat cerita, begitu mendengar Rasul SAW sakit,
Thulaihah seperti mendapat angin segar. Ia menemukan peluang. Peluang untuk
mengembalikan kejayaan dan ketokohannya, persis seperti pada zaman sebelum
Rasul SAW.
Akhirnya, ketika Rasul SAW wafat, maka kesempatan tersebut ia manfaatkan dengan
mendeklarasikan dirinya sebagai Nabi baru. Apa isu yang dibawa oleh Thulaihah
sebagai Nabi baru pada saat itu? Ia pun memulai dengan ajaran baru tentang
shalat. Thulaihah mengatakan bahwa dalam sholat, manusia tidak pantas untuk
melakukan sujud. Kata Thulaihah, kepala dan wajah tidak diciptakan oleh Tuhan
untuk dihinakan dengan mencium bumi lima kali sehari. Thulaihah pun
menghapuskan kewajiban bayar zakat pada orang-orang kaya. Pernyataannya ini
mendapat sambutan sbagian masyarakat. Yang mendukung Thulaihah antara lain
orang-orang kaya yang lemah imannya dari suku al-asadi dan Ghathafan. Ajarannya
lalu menyebar, kabilah-kabilah di sekitar Madinah pun banyak yang mulai
terpengaruh oleh ajaran sesat Thulaihah.
Merasa mendapat dukungan yang cukup dari sebagian masyarakat, Thulaihah pun
nekat berangkat ke Madinah untuk menemui Abu Bakar ra. Thulaihah meminta Abu
Bakar untuk mengakuinya sebagai Nabi dan mengajaknya untuk hidup berdampingan
secara damai. Thulaihah merasa bhw ajarannya ini, meski berbeda dengan ajaran
Rasul SAW, layak diberikan ksempatan untuk berkembang. Thulaihah sangat percaya
diri dengan jumlah massa di belakangnya yang dianggap olehnya berjumlah cukup
besar.
Setelah menemui Abu Bakar, dan menyampaikan pernyataannya sebagai Nabi
sekaligus menghapus kwajiban zakat, Thulaihah pun kembali. Setelah Thulaihah
pulang, malam itu juga Khalifah Abu Bakar mengundang sejumlah sahabat untuk
bermusyawarah tentang langkah yang akan diambil. Pembicaraan Abu Bakar dengan
para sahabat sangat serius. Ada yang mengusulkan supaya khalifah bersikap lunak
sampai pasukan Usamah datang. Saat itu pasukan Usamah bin Zaid dikirim untuk
memerangi pasukan Romawi. Namun Abu Bakar mengambil langkah tegas. Meski sudah
tua, Abu Bakar memutuskan untuk memerangi Thulaihah. Syariat Islam tidak boleh
dinodai. Komentar terkenal Abu Bakar yang terekam dalam sejarah adalah: “Demi
Allah, aku akan perangi orang-orang yang memisahkan shalat&zakat”.
Akhirnya, malam itu juga Abu Bakar memutuskan untuk memberangkat pasukan yang
langsung ia komandoi. Para sahabat lain meminta Abu Bakar tetap tinggal di
Madinah, tapi ditolaknya. Ia bersikeras memimpin langsung pasukan tersebut.
Pada saat itu, rombongan pasukan Thulaihah masih berada di perbatasan Madinah.
Mereka terkejut ketika melihat pasukan Abu Bakar. Pasukan Thulaihah pun kocar-
kacir mendapat serangan pasukan Abu Bakar. Bahkan sebagian mereka melarikan
diri ke Bani Ghathafan. Namun demikian, Thulaihah berhasil melarikan diri ke
Syria, di bawah perlindungan Ghassani. Inilah kemenangan pertama pasukan Abu
Bakar dalam sejarah, yang membuat sebagian kabilah yang ingin murtad, untuk
mengurungkan niatnya. Abu Bakar pun memerintahkan Khalid bin Walid untuk
menyisir dan melumpuhkan sisa-sisa kekuatan pasukan Thulaihah. Dengan
kepiawaiannya, Khalid bin Walid akhirnya mampu melumpuhkan kantong-kantong
kekuatan Thulaihah. Yang menarik, meski Abu Bakar mengambil tindakan
tegas, namun kelembutan tetap beliau tunjukkan terhadap para tawanan, pengikut
Thulaihah. Kelembutan beliau membuat Uyainah bin Hishan, seorang tokoh utama
suku Ghathafan, tangan kanan Thulaihah, sadar dan masuk Islam. Abu Bakar pun
tak henti-hentinya menyerukan Thulaihah dan para pendukungnya yang tersisa
untuk bertobat dan kembali pada Islam. Dengan penuh kelembutan dan kasih
sayangnya, akhirnya Thulaihah pun sadar dan bertobat, di akhir masa
pemerintahan Abu Bakar. Kesadaran dan tobatnya Thulaihah ia tunjukkan dengan
sejumlah langkah nyata. Antara lain, ia sempat melakukan ibadah haji dan umroh
sebelum Abu Bakar wafat Thulaihah. Kemudian Thulaihah pun aktif berperang di
zaman Umar bin Khattab menjadi khalifah. Ia menjadi prajurit Islam yang
tangguh. Sejarah mencatat, kiprah Thulaihah berujung dengan syahidnya beliau di
Perang Nahawand di Persia pada tahun 21 H/642 M, di bawah pimpinan Sa'ad bin
Abi Waqqash.
G. Wafatnya
Abu Bakar
Abu Bakar merasa bahwa kematiannya telah dekat dan sakitnya semakin
parah, beliau ingin memberikan kekhalifahan kepada seseorang sehingga
diharapkan manusia tidak banyak terlibat konflik, jatuhlah pilihannya kepada
Umar bin Khatab. Beliau meminta pertimbangan-pertimbangan sahabat senior.
Mereka semua mendukung pilihan Abu Bakar. Beliau menulis wasiat untuk itu, lalu
membai’at Umar. Beberapa hari setelah itu, Abu Bakar meninggal.
Abu Bakar memanggil
Utsman dan mendiktekan teks perintah yang menunjuk Umar sebagai penggantinya.
Beliau meninggal dunia pada hari Senin tanggal 23 Agustus 624 M. Sholat jenazah
dipimpin oleh Umar, dan beliau dimakamkan di rumah Aisyah, di samping makan
Nabi. Beliau berusia 63 tahun ketika meninggal dunia, dan kekhalifahannya berlangsung
selama 2 tahun 3 bulan 11 hari.
BAB III
PENUTUP DAN KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Nabi muhammad saw. Wafat tanpa menentukan
pengganti, terutama dalam perannya sebagai pemimpin masyarakat.
Setelah ketegangan ini mulai mereda, akhirnya Abu Bakar menawarkan Umar dan Abu
Ubaidah (keduanya dari kalangan muhajirin) dan mempersilahkan sahabat dari
kalangan Anshar untuk memabai’at salah satu di antara mereka. Akan tetapi
keduanya menolak dan berkata ; engkau (Abu Bakar) adalah muhajirin yang paling
utama; engkaulah yang menyertai Nabi Saw selama di gua Tsur dan menggantikan
Nabi Saw menjadi imam shalat ketika Nabi Saw berhalangan. Akhirnya Abu Bakar
diangkat menjadi khalifah pertama setelah melalui musyawarah di saqifah bani
sa’idah.
B. Saran
Alhamdulillah, Akhirnya dengan do’a dan usaha,
penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulis berharap supaya makalah ini
dapat berguna dan dapat dimanfaatkan oleh kalangan banyak. Dan penulis berharap
kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman sekalian. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Su’ud, Islamologi,
(Jakarta:Asdi Maha Satya;2003)
http://badruzzaman4.wordpress.com/2013/02/28/kekhalifahan-abu-bakar/
http://komed45.blogspot.com/2012/05/1-masa-kholifah-abu-bakar-as-shidiq.html
Jaih Mubarok, Sejarah
Peradaban Islam, (Bandung:Pustaka Bani Quraisy;2004)
0 comments: