FILSAFAT ABAD 19 (POSITIVISME DAN MARXISME)

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang









Banyak orang yang mengenal kata positif dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mengartikan positif sebagai kata yang mengandung arti baik atau berguna. Sesuatu yang baik maka itu sesuatu yang positif, begitu sebaliknya, jika sesuatu yang buruk maka sesuatu itu dianggap negatif, yang merupakan lawan kata dari positif.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang positif yang artinya berbeda dengan arti yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Kata positif pertama kali digunakan oleh August Comte yang berperan penting dalam mengafirkan filsafat dan sains di Barat, dengan memisahkan keduanya dari unsur agama dan metafisis, yang dalam kasus Comte berarti mengingkari hal-hal non-inderawi.
Ada perbedaan makna positif antara makna positif dalam kehidupan sehari-hari dan makna positif dalam positivisme August Comte. Bagi orang awam, pasti belum mengetahui arti positivisme, oleh karena itu dalam makalah ini akan membahas tentang arti positivisme, positivisme August Comte, apa pengaruh positivisme, dan yang lainnya pada bab pembahasan.
Begitu juga dengan Marxisme menurut sejarahnya Marxisme memiliki dua dimensi : pertama, sebagai teori ilmiah , kedua sebagai proyek politik revolusioner , namun dalam kenyataanya kedua dimensi ini amatlah sulit untuk dipisahkan, dan pemahaman Marxisme sebagai sebuah istilah, rasanya tidak asing lagi saat ini, dan mungkin sebagian dari kita sudah mengenal ide-ide dasar yang digagas oleh para nabi Marxisme, Karl Marx[1] dan Frederick Engels[2] , yang kemudian diteruskan oleh Stalin dan Lenin sehingga ide ini menyentuh ranah politik dan ekonomi lebih luas[3] . Dari para “jaguar” tersebut, menghasilkan bentuk dan asesoris yang berubah-ubah pada penampilan Marxisme. Hal ini terjadi karena proses penyesuaian dengan sosio kultur yang ada pada saat itu. Oleh karenanya, Marxisme juga dikenal dengan istilah Marxisme Engelianisme, Marxisme Leninisme, Marxisme Stalinisme namun, dari semua itu tetap menampilkan satu wajah dasar asli, dengan asesoris yang berbeda Pondasi teori Marxisme terangkum dalam tiga tema besar[4]: Pertama adalah filsafat Materialisme, asas pokok filsafat ini, berdiri tegak di atas landasan Materialisme dialektika dan Materialisme historis. Kedua, politik ekonomi. Pembahasan yang paling urgen dalam masalah ini yaitu pandangan meterialisme dalam teori nilai laba atau keutungan, beserta segala yang terkait dengan hal itu; baik rentetan yang mempengaruhi kondisi sosial masarakat, bahkan yang menyentuh dimensi agama dan. Ketiga; konsep ketatanegaraan dan pendangan revolusi.
Hampir semua teori hasil kreasi manusia mempunyai landasan pengaruh historis, baik dari para pendahulunya ataupun generasi sesudahnya yang, kurang lebih merupakan implementasi estaveta dari satu bentuk ke bentuk lain dan, terkadang pengulangan total. Ide-ide pemikiran, filsafat dan bahkan ilmu sainstis pun merupakan mata rantai yang berkesinambungan dari waktu ke waktu[5]. Oleh kerena itu, melalui makalah ini akan dibahas bagaimanakah sebenarnya sketsa dasar dari ideologi Marxisme ini sehingga mampu berpengaruh di kancah dunia.


B.       Rumusan Masalah
a.        Bagaimanakah pemikiran Positivisme?
b.       Bagaimana pemikiran Marxisme?




BAB II
PEMBAHASAN
POSITIVISME DAN MARXISME
 
I.         POSITIVISME
A.      Pengertian Positivisme
Bagi kalangan awam kata ’positif’ lebih mudah dimaknai sebagai ’baik’ dan ’berguna’ sebagai antonim dari kata negatif. Pemahaman awam ini bukannya tanpa dasar, karena jika kita membaca, misalnya, kamus saku Oxford kita akan menemukan ’baik’ dan ’berguna’ dalam daftar makna untuk kata positive.[6]
Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual-fisikal. Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian diatas dan sebagai pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno dan juga digunakan oleh Ibn al-Haytham dalam karyanya Kitab al-Manazhir. Sekalipun demikian, konseptualisasi positivisme sebagai sebuah filsafat pertama kali dilakukan Comte di abad kesembilan belas.
Adapun yang menjadi  tititk tolak dari pemikiran positivis ini adalah, apa yang telah diketahui adalah yang faktual dan positif, sehingga metafisika ditolaknya. Di sini, yang dimaksud dengan “positif” adalah segala gejala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi, setelah fakta diperoleh, fakta-fakta tersebut diatur sedemikian rupa agar dapat memberikan semacam asumsi (proyeksi) ke masa depan.[7]

B.       Biografi August Comte
Auguste Comte, yang bernama lengkap Isidore Marie Auguste Francois Xavier Comte, di lahirkan di Montpellier Prancis selatan pada 17 Januari 1798. Setelah menyelesaikan pendidikan di Lycee Joffre dan Universitas Montpellier, Comte melanjutkan pendidikannya di Ecole Polytechnique di Paris.[8] Masa pendidikannya di École Polytechnique dijalani selama dua tahun, antara 1814-16. Masa dua tahun ini berpengaruh banyak pada pemikiran Comte selanjutnya. Di lembaga pendidikan ini, Comte mulai meyakini kemampuan dan kegunaan ilmu-ilmu alam.
Pada Agustus 1817 Comte menjadi sekertaris, dan kemudian menjadi anak angkat, Henri de Saint-Simon, setelah comte di usir dan hidup dari mengajarkan matematika. Persahabatan ini bertahan hingga setahun sebelum kematian Saint-Simon pada 1825. Saint-Simon adalah orang yang tidak mau diakui pengaruh intelektualnya oleh Comte, sekalipun pada kenyataannya pengaruh ini bahkan terlihat dalam kemiripan karir antara mereka berdua. Selama kebersamaannya dengan Saint-Simon, dia membaca dan dipengaruhi oleh, sebagaimana yang diakuinya, Plato, Montesquieu, Hume, Turgot, Condorcet, Kant, Bonald, dan De Maistre, yang karya-karya mereka kemudian di kompilasi oleh menjadi dua karya besarnya, the Cours de Philosophie Positive dan Systeme de Politique Positive. Selama lima belas tahun masa akhir hidupnya, Comte semakin terpisah dari habitat ilmiahnya dan perdebatan filosofis, karena dia meyakini dirinya sebagai pembawa agama baru, yakni agama kemanusiaan.
Pada saat Comte tinggal bersama Saint-Simon, dia telah merencanakan publikasi karyanya tentang filsafat positivisme yang diberi judul Plan de Travaux Scientifiques Necessaires pour Reorganiser la Societe (Rencana Studi Ilmiah untuk Pengaturan kembali Masyarakat). Tapi kehidupan akademisnya yang gagal menghalangi penelitiannya. Dari rencana judul bukunya kita bisa melihat kecenderungan utama Comte adalah ilmu sosial.
Secara intelektual, kehidupan Comte dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahapan. Pertama, ketika dia bekerja dan bersahabat dengan Saint-Simon. Pada tahap ini pemikirannya tentang sistem politik baru dimana fungsi pendeta abad pertengahan diganti ilmuwan dan fungsi tentara dialihkan kepada industri. Tahap kedua ialah ketika dia telah menjalani proses pemulihan mental yang disebabkan kehidupan pribadinya yang tidak stabil. Pada tahap inilah, Comte melahirkan karya besarnya tentang filsafat positivisme yang ditulis pada 1830-42.[9]
Auguste Comte meninggal pada tahun 1857 dengan meninggalkan karya-karya seperti Cours de Philosophie Possitive, The Sistem of Possitive Polity, The Scientific Labors Necessary for Recognition of Society, dan Subjective Synthesis.

C.      Positivisme August Comte
Di antara karya-karyanya Auguste Comte, Cours de Philosphie Possitive dapat dikatakan sebagai masterpiece-nya, karena karya itulah  yang paling pokok dan sistematis. Buku ini dapat juga dikatakan sebagai representasi bentangan aktualisasi dari yang di dalamnya Comte menulis tentang tiga tahapan perkembangan masyarakat, yaitu:
a.      Pada zaman atau tahap teologis, orang mengarahkan rohnya kepada hakekat “batiniah” segala sesuatu kepada “sebab pertama” dan “tujuan terakhir” segala sesuatu. Jadi orang masih percaya kepada kemungkinan adanya pengetahuan atau pengenalan yang mutlak. Oleh karena itu orang berusaha memilikinya. Orang yakin bahwa dibelakang tiap kejadian tersirat suatu pernyataan kehendak yang secara khusus. Ada taraf pemikiran ini terdapat lagi 3 tahap, yaitu:
1.    Tahap yang paling bersahaja atau primitive, ketika orang menganggap bahwa segala benda berjiwa (animisme).
2.    Tahap ketika orang menurunkan kelompok-kelompok hal-hal tertentu seluruhnya masing-masing diturunkannya dari suatu kekuatan adikodrati, yang melatarbelakangi sedemikian rupa sehingga tiap kawasan gejala-gejala memiliki dewa-dewa nya sendiri (politeisme).
3.    Tahap yang tertinggi, ketika orang mengganti dewa yang bermacam-macam itu dengan satu tokoh tertinggi, yaitu dalam monoteisme.
b.      Zaman yang kedua, yaitu zaman metafisika, sebenarnya hanya mewujudkan suatu perubahan saja dari zaman teologis. Sebab kekuatan-kekuatan yang adikodrati atau dewa-dewa diganti dengan kekuatan-kekuatan yang abstrak, dengan pengertian-pengertian, atau dengan pengada-pengada yang lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang bersifat umum, yang disebut alam dan yang dipandang sebagai asal segala penampakan atau gejala yang khusus.
c.      Zaman positif adalah zaman ketika orang tau bahwa tiada gunanya untuk berusaha mencapai pengenalan atau pengetahuan yang mutlak, baik pengenalan teologis maupun pengenalan metafisis. Ia tidak lagi mau melacak asal dan tujuan terakhir seluruh alam semesta ini atau melacak hakekat yang sejati dari segala sesuatu yang berada dibelakang segala sesuatu. Sekarang orang berusaha menemukan hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang telah dikenal atau yang disajikan kepadanya, yaitu dengan pengamatan dan memakai akalnya. Pada zaman ini akan tercapai “menerangkan”  berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan suatu fakta yang umum. Tujuan tertinggi pada zaman ini akan tercapai bilamana segala gejala telah dapat disusun dan diatur dibawah satu fakta yang umum saja.
Seperti yang telah dipaparkan diatas, hukum dalam 3 zaman atau 3 tahap ini bukan hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi tiap orang sendiri-sendiri. Misalnya, sebagai kanak-kanak oranng adalah seorang teolog, sebagai pemuda ia menjadi seorang metafisikus dan sebagai orang dewasa ia adalah seorang fisikus.[10]
Pada akhir hidupnya, setiap individu berupaya untuk membangun agama baru tanpa teologi atas dasar filsafat positifnya. Agama baru tanpa teologi ini mengagungkan akal dan mendambakan kemanusiaan dengan semboyan “cinta sebagai prinsip, teratur sebagai basis, kemajuan sebagai tujuan”.[11]
Sebagai istilah ciptaannya yang terkenal altruism yaitu menganggap bahwa soal utama bagi manusia ialah usaha untuk hidup bagi kepentingan orang lain.[12]


D.      Pengaruh Positivisme
Positivisme yang diperkenalkan Comte berpengaruh pada kehidupan intelektual abad sembilan belas. Di Inggris, sahabat Comte, Jhon Stuart Mill, dengan antusias memerkenalkan pemikiran Comte sehingga banyak tokoh di Inggris yang mengapresiasi karya besar Comte, diantaranya G.H. Lewes, penulis The Biographical History of Philosophy dan Comte’s Philosophy of Sciences; Henry Sidgwick, filosof Cambridge yang kemudian mengkritisi pandangan-pandangan Comte; John Austin, salah satu ahli paling berpengaruh pada abad sembilan belas; dan John Morley, seorang politisi sukses. Namun dari orang-orang itu hanya Mill dan Lewes yang secara intelektual terpengaruh oleh Comte.[13]
Di Prancis, pengaruh Comte tampak dalam pengakuan sejarawan ilmu, Paul Tannery, yang meyakini bahwa pengaruh Comte terhadapnya lebih dari siapapun. Ilmuwan lain yang dipengaruhi Comte adalah Emile Meyerson, seorang filosof ilmu, yang mengkritisi dengan hormat ide-ide Comte tentang sebab, hukum-hukum saintifik, psikologi dan fisika. Dua orang ini adalah salah satu dari pembaca pemikiran Comte yang serius selama setengah abad pasca kematiannya. Karya besar Comte bagi banya filososf, ilmuwan dan sejarawan masa itu adalah bacaan wajib.
Namun Comte baru benar-benar berpengaruh melalui Emile Durkheim yang pada 1887 merupakan orang pertama yang ditunjuk untuk mengajar sosiologi, ilmu yang diwariskan Comte, di universitas Prancis. Dia merekomendasikan karya Comte untuk dibaca oleh mahasiswa sosiologi dan mendeskripsikannya sebagai ”the best possible intiation into the study of sociology”. Dari sinilah kemudian Comte dikenal sebagai bapak sosiologi dan pemikirannya berpengaruh pada perkembangan filsafat secara umum.[14]

E.       Kritik atas Positivisme
Dalam sejarahnya, positivisme dikritik karena generalisasi yang dilakukannya terhadap segala sesuatu dengan menyatakan bahwa semua ”proses dapat direduksi menjadi peristiwa-peristiwa fisiologis, fisika, atau kimia” dan bahwa ”proses-proses sosial dapat direduksi ke dalam hubungan antar tindakan-tindakan individu” dan bahwa ”organisme biologis dapat direduksi kedalam sistem fisika”.[15]
Kritik juga dilancarkan oleh Max Horkheimer dan teoritisi kritis lain. Kritik ini didasarkan atas dua hal, ketidaktepatan positivisme memahami aksi sosial dan realitas sosial yang digambarkan positivisme terlalu konservatif dan mendukung status quo. Kritik pertama berargumen bahwa positivisme secara sistematis gagal memahami bahwa apa yang mereka sebut sebagai ”fakta-fakta sosial” tidak benar-benar ada dalam realitas objektif, tapi lebih merupakan produk dari kesadaran manusia yang dimediasi secara sosial. Positivisme mengabaikan pengaruh peneliti dalam memahami realitas sosial dan secara salah menggambarkan objek studinya dengan menjadikan realitas sosial sebagai objek yang eksis secara objektif dan tidak dipengaruhi oleh orang-orang yang tindakannya berpengaruh pada kondisi yang diteliti. Kritik kedua menunjuk positivisme tidak memiliki elemen refleksif yang mendorongnya berkarakter konservatif. Karakter konservatif ini membuatnya populer di lingkaran politik tertentu.[16]

II.  MARXISME
A.      Munculnya Marxisme
Ideology Marxisme muncul dari kreativitas pemikir Karl Marx dan Frederick Engels, yang sangat setia menjembatani teori materialis Marxis dengan saintis. Dari perspektif falsafi, pijakan pemikiran marxisme berdiri di atas materialis ateistik, ketidak percayaan akan adanya tuhan, kontradiksi dengan yang diyakini oleh agamawan, teori aliran idealisme obyektif maupun idealisme subyektif dan bahkan bertentangan juga dengan mazdhab mastaniyyah[17].
Dalam pandangan Marxis, materi adalah tuhan itu sendiri, tiada yang mempunyai kekuatan dalam penciptaan kecuali materi. Marxisme adalah Materialisme. Maksudnya, Marxisme dimulai dengan ide bahwa materi adalah esensi dari semua realitas, dan materilah yang membentuk akal, bukan sebaliknya. Kesemuanya itu sangat terpengaruh oleh ideologi Hegel[18]dan juga Feurbach [19].
Dari adopsi keduanya mengasilkan produk marxisme komunis yang berdiri di atas teori pokok materialis dialektik yang menyatakan bahwa, materi lebih dulu ada dari akal supranatural. Hanya materilah yang merupakan esensi awal pencipta dari segenap wujud, kemudian berevolusi menggunakan teori hukum dialektika internal menuju kehidupan nabati, berevolusi lagi menuju kehidupan hewani, kemudian insani dan, pada akhirnya menciptakan karya terbesar yang mampu membedakan manusia dengan wujud lain, terciptalah logika. Bermula dari materi dan berhenti pada titik ahir logika untuk saat ini [20].
Kembali ke akar permasalahan bahwa Karl Marx bukan mendatangkan teori filsafat murni baru, akan tetapi merupakan estaveta mata rantai dari teori Hegel dan Feurbach [21]. Bahkan kalau kita membuka lembaran sejarah, akan kita temukan bahwasannya teori yang menyatakan materi adalah pencipta, telah ada pada jaman filsafat yunani kuno yang menyatakan bahwa unsur dasar materi penciptaan adalah air, tanah, api dan udara [22].
Bukan hanya dari falsafat pendahulu teori Marxis muncul, lebih dari itu bahkan dalam sudut pandang materialis, penafsiran akan sejarah peradaban manusia merupakan danpak dari ekonomi material dan menghasilkan sengketa konflik dua realita sosial, masarakat borjuis dan proletarian. Pada umumnya Marxisme muncul mengambil bentuk dari tiga akar pokok, Salah satu dari akar itu ialah analisis Marx tentang politik Perancis, khususnya revolusi borjuis di Perancis tahun 1790-an, dan perjuangan-perjuangan kelas berikutnya diawal abad ke-19. Akar lain dari Marxisme adalah apa yang disebut ‘ekonomi Inggris’, yaitu analisis Marx tentang sistem kapitalis seperti yang berkembang di Inggris. Akar ketiga dari Marxisme, yang menurut catatan sejarahnya merupakan titik permulaan Marxisme, adalah ‘filsafat Jerman’. Dari analisa Marx menyatakan bahwa “Bukan kesadaran sosial yang menentukan kenyataan sosial, melainkan kenyataan sosial yang menentukan kesadaran.” Senada dengan yang dikatakan Angels “Pikiran tidak menciptakan materi, namun materilah yang menciptakan pikiran.” Makanya untuk mengerti dan mendefinisikan sebuah filfasat, teori ataupun ideologi, menurut Marxis perlu menganalisis “kenyataan sosial” yang merupakan dasar filsafat tersebut. Marxisme mewakili pertentangan yang sistematis dan fundamental dengan idealism[23] dalam segala bentuknya, dan perkembangan Marxisme mencerminkan suatu pemahaman materialis tentang apa yang tengah terjadi dalam realitas (kenyataan). Jelasnya Marxis terlahir sebagai wujud pembelaan pada kaum buruh yang tertindas kapitaslis.
Pendek kata, Marxisme adalah teori untuk seluruh kelas buruh secara utuh, independen dari kepentingan jangka pendek dari berbagai golongan sektoral, nasional, dan lain-lain. Atau dengan kata lain Marxisme terlahir dari perlawanan dan perjuangan kelas buruh melawan sistem kapitalis, dan juga mewujudkan opsesi kemenangan gerakan sosialis. Maka Marxisme bertentangan dengan oportunisme politik, yang justru mengorbankan kepentingan umum seluruh kelas buruh demi tuntutan sektoral dan/atau jangka pendek. Hal itu adalah dasar pijakan muncul gerakan ini, namun benarkah teori awal tujuan gerakan Marxisme sesuai dengan realita dan cita Marx sesungguahnya? Bagaimana sejarah mencatan adakah kesesuaian antara cita ideologi dengan usaha realita? Sialahkan anda yang menjawab itu semua.
B.       Materi Dalam Tinjauan Marxisme
Membahas Marxisme tidak luput dari pembahasan materi, karena ideologi Marxisme itu sendiri berdiri di atas teori Materialisme dialektika dan Materialisme historis. Kesemuanya itu dapat terangkum dari beberapa poin penting:
1.    materi lebih dulu ada dari pada ruh spiritual atau logika. Materi yang menciptakan pikiran dan segala sesuatu yang dikatakan berasal dari pikiran (misalnya ide-ide tentang seni, hukum, politik, moralitas, dan sebagainya bahkan agama), hal-hal ini pada kenyataannya berasal dari dunia material. ‘Akal’, yaitu pikiran dan proses berpikir, adalah sebuah produk dari otak; dan otak itu sendiri, yang berarti juga ide-ide, muncul pada suatu tahap tertentu dari perkembangan materi hidup. Jadi, akal adalah produk dari dunia material[24], hal ini jelas kontaradiksi dengan aliran idealism[25].
2.    Tatasurya bukan merupakan kreasi cipta tuhan. Maka tiada kata tuhan pencipta alam dalam kamus materialis.
3.    Alam semesta tidak memerlukan kekuatan keluar dari kebiasaan alam dan kekuatan yang mengaturnya di luar alam itu sendiri, dengan begitu, alam materi mengatur dirinya sendiri melalui proses revolusi tanpa henti, proses ini tertuang dengan hukum-hukum alam saintis empiris. Dan proses evolusi ini juga terjadi pada tatanan sosial masyarakat.
Lantas adakah perbedaan antara Materialisme Marxisme dengan teori Materialis klasik “hylozois” (dari bahasa Yunani, yang berarti “mereka yang percaya bahwa materi itu hidup) ? Pernyataan penting yang diajukan oleh para Marxisme bahwa, Materialisme Marxis barbeda jauh dengan bentuk Materialisme klasik. Marx dan Engels sendiri memberikan catatan kesalahan pada ideologi material klasik.
1.      Teori Materialisme klasik tidak berlandaskan kebenaran ilmu kimia dan biologi.
2.      Teori revolusi klasik tidak manembus dimensi hidup secara total, namun hanya mencakup dalam proses revolusi materi belaka.
3.      Paham Materialisme klasik tidak memahami manusia sebagai kumpulan dari hasil hubungan sosial, akan tetapi memahaminya sebatas pemahaman yang abstrak, dan tidak obyektif [26].

C.      Dialektika Materialis
Para Materialisme Marxis berupaya keras untuk menemukan dalil logika, guna memperkuat pemahaman yang menjelaskan kenyataan bahwa benda-benda, kehidupan, dan masyarakat, berada dalam keadaan bergerak dan perubahan yang konstan. Dan bentuk logika itu, tentu saja adalah dialektika 16. Dalam istilah Marx, dialektika diartikan sebagai ilmu hukum pergerakan, baik di alam realitas empiris, ataupun dalam ide pikiran manusiawi. Bisa diartikan dialektika secara sederhana adalah logika gerak, atau logika pemahaman umum dari para aktivis dalam gerakan. Kandungan dari hukum dialektika itu sendiri tersusun dari tiga hal, secara singkat adalah:
1.    Hukum perubahan (transformasi) kuantitas menjadi kualitas dan vice versa.
2.    Hukum penafsiran mengenai yang berlawanan (interpenetration of opposites)
3.    Hukum negasi dari negasi
Ketiga-tiganya dikembangkan oleh Hegel dengan gaya idealisnya sebagai sekedar hukum-hukum pikiran: yang pertama
1.      (dalam bagian pertama karyanya Logic) dalam Doktrin mengenai Keberadaan (Being),
2.      (mengisi seluruh bagian kedua dan bagian yang paling penting dari Logic) Doktrin mengenai Hakekat (Essence), dan akhirnya,
3.      Merupakan hukum fundamental bagi rancang-bangun seluruh sistem itu.
Kesalahannya teori Hegel menurut Marxis terletak pada kenyataan bahwa hukum-hukum itu disisipkan pada alam dan sejarah sebagai hukum-hukum pikiran, mengembalikan kesemuanya pada pikiran, simpelnya, Hegel berpandangan mengembalikan realitas pada pikiran, dan pikiranlah yang menciptakan realitas. Itu terjadi karena Hegel adalah seorang idealis[27]. Beda halnya dalam pandangan Marxis bahwasannya gerak logika merupakan duplikat alam riil, bukan sebaliknya sebagai mana pendapat Hegel[28]. Oleh karenanya seorang materialis selalu berusaha mencari penjelasan bukan hanya tentang ide-ide, melainkan juga tentang gejala-gejala material itu sendiri, dalam hal sebab-sebab material. Dan ini adalah aspek yang sangat penting dari Marxisme, yang secara tegas menolak metode-metode pemikiran dan logika yang telah mapan dalam masyarakat idealis (feer dengan kapitalis). Kemudian Angels meletakkan teori-teori Marx dalam bingkai ilmu pengetahian sains.

a.        Hukum transformasi dari kuantitas menuju kualitas dan vice versa.
Sebelum memasuki penjelasan hukum di atas, sebaiknya kita memahami terlebih dahulu bahwa perubahan dalam marxis terbagi dalam dua bentuk,
1.    Perubahan irtiqoi, yaitu perubahan yang terjadi dikarenakan adanya penambahan atau pengurangan kapasitas-kuantitas secara gradual pada sesuatu.
2.    Perubahan stauri, yaitu peralihan dari perubahan kuantitas secara gradual menuju perubahan kualitas dari sesuatu, atau dengan kata lain revolusi bentuk ke bentuk lain yang baru, yang lebih sempurna.
Dari penjelasan pembagian tersebut bisa memberikan gambaran pada kita bahwa yang dimaksudkan perubahan bentuk oleh Marxis adalah transformasi dari kuantitas menuju kualitas dan kebalikannya. Dua model perubahan tersebut merupakan proses penting berkaitan dengan teori evolusi materi, sosial, bahkan pemikiran ide.
Hukum ini menyatakan bahwa proses-proses perubahan gerak di alam semesta tidaklah perlahan (gradual), dan juga tidak setara. Periode-periode perubahan yang relatif gradual atau perubahan kecil selalu diselingi dengan periode-periode perubahan yang sangat cepat perubahan semacam ini tidak bisa diukur dengan kuantitas, melainkan hanya bisa diukur dengan kualitas. Penjelasan rinci yang dimaksudkan dalam teori revolusi kuantitas menjadi kualitas adalah bahwa dalam materi dengan suatu cara yang secara tepat ditetapkan untuk setiap kasus individual, perubahan-perubahan kualitatif hanya dapat terjadi oleh penambahan kuantitatif atau pengurangan kuantitatif dari materi atau gerak (yang dinamakan energi).
Masing-masing materi yang kapasitas kualitatifnya berbeda, berlandaskan pada perbedaan-perbedaan komposisi (susunan) kimiawi atau pada kuantitas- kuantitas atau bentuk-bentuk gerak (energi) yang berbeda-beda atau hampir pada kedua-duanya (kualitatif dan kualitatif). Oleh karena itu tidak memunginkan mengadakan perubahan kualitas suatu materi kecuali menambah/ mengurangi materi atau gerak, yaitu tanpa perubahan sesuatu yang bersangkutan itu secara kuantitatif [29]. Agak rumit memang memahami teori ini tanpa diiring contoh yang jelas. Sebagai contoh temperatur suhu air, pertama-tama sesuatu yang tidak ada artinya dalam hubungan likuiditasnya, betapapun dengan peningkatan atau pengurangan suhu air cair (hanya perubahan kuantitatif), akan tetapi ada suatu titik di mana keadaan kohesi ini berubah dan air itu diubah menjadi uap atau es [30] (perubahan ke kualititatif).
Bukan hanya saintis dialektika digunakan, namun Marxisme menggunakan teori logika ini lebih luas lagi, perkembangan species pun menggunakan teori ini di mata mereka, sampai-sampai teori ini menjadi motor dalam benak yang merubah kondisi masyarakat dari sistem yang terbelakang (kacau balau) menuju sistem sosialis, revolusionis. seperti peralihan dari sistem feodal menuju kapital, dan dari kapitalis menuju sosialis [31].

b.        Hukum interpenetration of opposites
Teori hukum dialektika yang satu ini secara cukup sederhana bisa diartikan bahwasannya proses-proses perubahan revolusi terjadi karena adanya kontradiksi-kontradiksi karena konflik-konflik yang terjadi di antara elemen-elemen yang berbeda, yang melekat dalam semua proses alam materi maupun sosial. Mungkin perlunya dipaparkan tentang yang maksud kontradiktisi dalam pendangan Marxis terbagi menjadi tiga hal.
1.      Kontradiktif dalam satu hukum. Mustahil dua hal yang berlawanan sama-sama benar dan sama bohong dalam satu tempat dan waktu. Oleh karena itu hanya satu dari kontradiktisi itu yang dibenarkan, dan yang lain disalahkan (bohong). Saya ateis dan saya juga bukan ateis.
2.      Kontradiksi internal, kontradiksi terjadi antara satu komponen dengan komponen yang lain dalam satu perangkat kesatuan. Lenin mancontohkan dengan kutub selatan dan utara pada gaya hukum magnetic [32]. Atau min-plus pada arus listrik.
3.      Kontradiksi eksternal. Maksudnya perbedaan antara sesuatu dengan yang lain memiliki perbedaan hakekat. Seperti matahari dan tumbuhan [33]. Dua bentuk kontradiksi di atas (internal dan ekternal) memainkan peran yang sangat penting dalam perjalanan teori revolusi. Tipe kedua dikatakan primer dan yang ketiga dikatakan sekunder.
Sebagai contoh dari hukum interpenetration of opposites adalah energi elektromagnetik, menjadi bergerak akibat dorongan positif dan negatif atas satu sama lain, eksistensi kutub utara dan kutub selatan. Hal-hal ini tidak bisa eksis secara terpisah (sendiri-sendiri). Mereka eksis dan beroperasi justru akibat kekuatan-kekuatan yang bertentangan satu sama lain (- dan +) yang ada dalam sistem. Hal yang serupa bahwa setiap masyarakat saat ini terdiri atas elemen-elemen berbeda yang bertentangan, yang bergabung bersama dalam satu sistem, yang membuat mustahil bagi masyarakat apapun, di negeri manapun untuk tetap stabil dan tak berubah. Metode dialektis hukum ke dua ini mengidentifikasi (mengenali) kontradiksi-kontradiksi ini dan dengan demikian berarti mempelajari serta menyingkap secara mendalam perubahan internal yang sedang terjadi. Beda halnya dengan hukum pertama[34] yang menyingkap tentang rahasia peralihan kualitatif pada sesuatu.

c.         Hukum negasi dari negasi.
‘Negasi’ dalam hal ini secara sederhana berarti gugurnya sesuatu, kematian suatu benda karena ia bertransformasi (berubah) menjadi benda yang lain. Sebagai contoh, perkembangan masyarakat kelas dalam sejarah kemanusiaan menunjukkan negasi (gugurnya) masyarakat sebelumnya yang tanpa-kelas. Jadi, hukum negasi dari negasi secara sederhana menyatakan bahwa seiring munculnya suatu sistem (menjadi ada/ eksis) baru, maka ia akan memaksa sistem lainnya yang lama untuk sirna (mati) digantikan oleh sistem yang baru tersebut. Tetapi, ini bukan berarti bahwa sistem yang kedua (yang baru) ini bersifat permanen atau tak bisa berubah. Sistem yang kedua itu sendiri, menjadi ter-negasi-kan akibat perkembangan-perkembangan lebih lanjut dan proses-proses perubahan dalam masyarakat. Karena masyarakat kelas telah menjadi negasi dari masyarakat tanpa-kelas, negasi dari negasi. Bisa di katakan bahwa hukum negasi dari negasi dihasilhan sebagai solusi dari baberapa hal yang berlawanan dan bertentangan, urgensi pentingnya hukum ini adalah mampu menciptakan dan menafsirkan perubahan bentuk ke yang lebih baik, dan bentuk inipun tidak menutup kemungkina akan berubah.
Contoh studi kasus sosial ekonomi, adanya bentuk sistem kapitalis mengharuskan lenyapnya sistem buruh iduvidual dalam penguasaan pengaturan produksi. Berkuasanya kapitalis manghilangkan kepemilikan kaum buruh kecil.
Kemudian datang sosialis memberangus pengusaan kapitalis dalam perindustrian dan mengembalikan pengaturan produksi pada kaum buruh dalam bentuk bersama, bukan kepemilikan secara perindividu. Hal itu tertera di dalam Manifesto Komunis, Marx menjelaskan bagaimana buruh harus membebaskan dirinya sendiri. Ia menulis, “langkah pertama dalam revolusi yang dilaksanakan oleh kelas buruh adalah dengan menaikkan posisi proletariat itu ke dalam posisi kelas yang memerintah, untuk memenangkan perjuangan demokrasi.” Bagi Marx, isu kuncinya adalah kekuasaan politik buruh. Para buruh harus menempatkan industri di tangan negara. Tapi negara ini adalah negara mereka (kelas buruh).
Negara itu tidak lebih atau kurang daripada “proletariat yang mengorganisasi diri sebagai kelas yang memerintah”. Maka dari sinilah kapitalisme tergeser.
Tiga hukum dialektika ini telah memberikan pengaruh besar pada gerakan Marxisme dan kemudian menjelma dalam cakupan besar, skala negara, untuk dijadikan landasan dalam keputusan publik. Namun teori ini banyak mendapatkan kritikan sana-sini, bahkan diantara para ilmuan Marxis itu sendiri. Seperti teori dalektika Marxis yang menyatakan bahwa setiap sesuatu yang kontradiktif kompetitif senantiasa akan menghasilkan hal yang baru sebagai soslusi dari dua hal berlawanan tersebut, kita dapat dengan mudah menemukan hal yang kontradiktif tersebut, namun timbul pertanyaan yang membuat para Marxime menggelengkan kepala dan mengerutkan dahi untuk mencari jawaban dari pertanyaan, apa yang menyebabkan terjadinya konflik dari dua hal yang berlawanan tersebut? Apa yang mengharuskan Marxisme untuk menyatakan secara pasti bahwa produk dari dua hal yang kontradiksi tersebut adalah lebih baik? Kekuatan apa yang memberikan materi mati untuk berenergi? Kenyataannya para Marxis masih belum menemukan jawaban memuaskan untuk dirinya sendiri dan lawan teorinya. Dari Isaac Newton misalnya, yang telah meneliti hukum-hukum mekanik, gerakan planet, dan benda-benda planet, memutuskan bahwa tenaga penggerak awal diberikan kepada semua materi, dan bahwa dorongan awal ini ditentukan oleh semacam kekuatan supranatural, yaitu oleh Tuhan. Masih banyak lagi kritik akan teori dialektika Marxis ini, baik dari tinjauan ilmu pengetahuan maupun teologi agama dan kenyataan sosial itu sendiri, yang saya kira tidak perlu pembahasan khusus diluar lembaran ini secara panjang lebar.























BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Dalam pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa August Comte merupakan seorang yang menggunakan positivisme pertama kali sebagai sebuah filsafat pada abad ke Sembilan belas. Menurutnya, positivisme adalah sebuah filsafat yang meyakini bahwa satu-satunya pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktual-fisikal, yang faktual dan positif, sehingga metafisika ditolaknya.
Menurut August Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung tiga tahap, yaitu tahap teologis, tahap metafisis, dan tahap ilmiah atau positif. Dalam  hukum 3 zaman atau 3 tahap ini bukan hanya berlaku bagi perkembangan rohani seluruh umat manusia, tetapi juga berlaku bagi tiap orang sendiri-sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Asmoro Achmadi.2010. Filsafat Umum. Rajagrafindo Persada: Jakarta
Brewer, Anthony. ” Kajian Kritis DAS KAPITAL KARL MARX , CV. ADIPURA , Jakarta 1999
Dr. ‘Abdul Mun’im al Hafni,. Mausu’ah al Filsafat wa al Falasifah, , hal: 1206
Dr. Saiyid Abdul Tawwab Abdul Hadi., Marxisiyyah wa Mauqif Al Islam minha, hal: 5
Dr. Jamaluddin Husain ‘Afifi, . Adhwa’ ‘ala Filsafat al Islamiyyah fi al ‘Ashri al Washith, hal: 4
Dr. Harun Hadiwijono.1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Kanisius:Yogyakarta
Fakih, Mansour , “ runtuhnya teori Pembangunan dan globalisasi “,Yogyakarta Insist press, 2005.
Hashem, “agama marxist dan asal usul atheisme dan fenomena kapitalis “, Surabaya,Yayasan Nuansa cendekia, 2001.
Held, David dan Giddens, Anthony ,” perdebatan klasik dan kontemporer mengenai Kelompok, Kekuasaan dan konflik”,Jakarta, CV Rajawali 1982
Ir. Soekarno. “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” dalam Dibawah Bendera Revolusi. Jakarta: Departemen Penerangan.1964. pp. 1-23
Mandel, Ernest , “tesis-tesis pokok Marxisme “,Yogyakarta Nailil printika, 2006.
Muzairi, M. Ag.2009.Filsafat Umum.Teres:Yogyakarta
Ritzer ,george. “ Teori Sosiologi Modern “. Jakarta : Prenada Media. 2004.
Suar Suroso: MARXISME SEBUAH KAJIAN, Dinyatakan Punah, Ternyata Kiprah, Jakarta : Hasta Mitra.2009, hal. vii – xvi.
Thoriq Haji., Afkar Marxisiyyah fil al Mizan, hal: 22
Wahid situmorang, Abdul, “Gerakan Sosial” . Yogyakarta : pustaka pelajar. 2007.

SUMBER INTERNET



[1] Karl Marx, Yahudi Jerman, dilahirkan di Tafeuz tahun 1818 dan meninggal tahun 1883, selengkapnya lihat Mausu’ah al Filsafat wa al Falasifah, Dr. ‘Abdul Mun’im al Hafni, hal: 1206
[2] Frederick Angel, lahir tahun 1820 di Babarman Jeman dan meninggal tahun 1890, dari keluarga Kapitalis, lihat lengkapnya: Mausu’ah al Filsafat wa al Falasifah, Dr. ‘Abdul Mun’im al Hafni. hal: 195
[3] Afkar Marxisiyyah fil al Mizan, Thoriq Haji, hal: 22
[4] Marxisiyyah wa Mauqif Al Islam minha, Dr. Saiyid Abdul Tawwab Abdul Hadi, hal: 5
[5] Adhwa’ ‘ala Filsafat al Islamiyyah fi al ‘Ashri al Washith, Dr. Jamaluddin Husain ‘Afifi, hal: 4
[6] Oxford Learner’s Pocket Dictionary, hlm. 333.
[7] Asmoro Achmadi.2010. Filsafat Umum. Rajagrafindo Persada: Jakarta. Hal. 119
[8] http://en.wikipedia.org/wiki/Auguste_Comte di akses pada 29 Februari 2012
[10] Dr. Harun Hadiwijono.1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Kanisius:Yogyakarta. Hal.
[11] Asmoro Achmadi.2010. Filsafat Umum. Rajagrafindo Persada: Jakarta. Hal. 121
[12] Pringgodigdo, (Ed.), cit., hlm. 42
[13] Robert Brown, op.cit., h. 141.
[14] Ibid. hlm 141-3
[15] Mary Pickering, Auguste Comte: An Intellectual Biography, v. I, h. 566
[16] http://en.wikipedia.org/wiki/Positivism
[17] Akar pokok perbedaan landasan pikiran, aliran idealisme menyatakan bahwa ruh lebih dulu ada dari pada materi, sedangkan aliran mastaniyyah mengatakan bahwa antara ruh dan materi tidak ada satu sama lain mendahului, berbeda halnya dalam pandangan materialis, menyatakan bahwa materi lebih dulu ada dari pada ruh. Masing-masing pandangan yang berbeda ini menghasilkan cabang persepsi yang berbeda pula dalam menyikapi akan adanya Tuhan dan seterusnya.
[18] Hegel, Filosof Jerman (1831-1770), Satu dari sekian filosof yang paling berpengaruh ide pemikirannya dalam sejarah manusia. selengkapnya lihat Mausu’ah al Filsafat wa al Falasifah, Dr. ‘Abdul Mun’im al Hafni, hal: 1496
[19] Ludwing Andreas Feurbach (1872-1804), filosof Jerman, kritikus agama Nashrani dan semua agama keseluruhan. Selengkapnya lihat Mausu’ah al Filsafat wa al Falasifah, Dr. ‘Abdul Mun’im al Hafni, hal: 1049
[20] Karena dalam pandangan Marxisme bahwa perubahan tidak mengenal kata akhir, Al Marxisiyyah wa al Islam, Dr. Mushthofa Mahmud. hal: 35
[21] Uslub al Ghazwu al Fikru, hal. 113. Dan Mausu’ah al Muyassaah. Cet: tiga, juz: 2, hal: 929
[22] filosof yang pertama tercatan dalam sejarah adalah Tholes (546-624 SM), menyatakan bahwa air adalah materi pertama pencipta (‘illatul ‘ula). Lihat : Allah wa al ‘Alam wa al Insan, ‘Inda Falasifah Yunani, Dr. Jamalluddin Husain ‘Afifi, ,hal: 20
[23]  Idealisme maksudnya adalah aliran filsafat, lawan Marxisme. Dalam makna filosofis, idealisme memiliki akar dari pandangan bahwa dunia ini hanyalah cerminan dari ide, pikiran, roh atau, lebih tepatnya Ide, yang hadir sebelum segala dunia ini hadir. Benda-benda material kasar yang kita kenal melalui indera kita, menurut aliran ini, hanyalah salinan yang kurang sempurna dari Ide yang sempurna itu. Para pendukung filsafat ini yang paling konsisten sepanjang sejarah kuno adalah Plato. Walau demikian, ia bukan merupakan pencipta idealisme, yang telah lahir sebelum jamannya.
[24]  Limadza Rufidhat al Marxisiyyah?, hal: 27
[25]  Menurut pendekatan idealis (mastaliyyah), perkembangan umat manusia dan masyarakat – baik seni, ilmu pengetahuan, dll. – ditentukan bukan oleh proses material, melainkan oleh perkembangan ide-ide, oleh penyempurnaan atau turun-temurunnya pemikiran manusia. Dan bukanlah kebetulan belaka bahwa pendekatan umum ini, dinyatakan atau tidak, ternyata menyelubungi semua filsafat kapitalisme
[26] Hal ini terjadi dikarenakan perbedaan sudut pandang dalam teori berfikir, kalau filosof kuno menggunakan manthiq qadhim yang hanya mengandalkan logika semata, dan ini jelas penuh campur tangan asumsi pribadi. Sedangkan filosof pertengahan dan kontemporer lebih didominasi dengan gaya manthiq hadist. Marxisiyyah wa Mauqif Al Islam minha, Dr. Saiyid Abdul Tawwab Abdul Hadi, hal: 9
[27] Titik-berangkat Hegel: bahwa jiwa, pikiran, ide, adalah primer dan bahwa dunia real hanyalah sebuah salinan (copy) dari ide itu. Titik inilah yang menurut para Marxisme keberangkatan yang sama sekali salah, namun herannya Marxisme tetap mengadopsi hukum dialektika Hegel, ini terjadi dikarenakan menurut Engels hanya dia yang mampu memaparkan kebenaran gambaran-gambaran individual hukum dialektika dari alam dan sejarah dengan jelas dan kongkrit.
[28] Mausu’ah al Filsafat wa al Falasifah, Dr. Abdul Mun’im al Hafna, Juz 2, hal: 1201.
[29] Ide Marxisme ialah bahwasannya akan senantiasa ada periode-periode perubahan gradual yang diselingi dengan periode-periode perubahan tiba-tiba
[30] Enzyklopädie, Gesamtausgabe, Hegel, Bd.VI, hal: 217.
[31]  Hal tersebut menunjukkan lompatan-lompatan kualitatif dalam perkembangan sosial; tetapi perubahan itu muncul sebagai akibat akumulasi kontradiksi-kontradiksi kuantitatif dalam masyarakat
[32] Tipe kontradiksi ke dua ini (internal) memiliki dua tuntutan konsekwensi. Pertama: dua sisi yang kontratiktif menuntut eksistensi satu sama lain. Cantoh adanya maksimal dan minimal. Kedua: kontradiktisi kompetitif dan saling perlawanan keduanya senantiasa berlanjud, hingga manghasilkan revolusi membentuk yang baru.
[33] Kontradiksi eksternal sedikit berbeda dengan kontradiksi internal, perbedaannya adalah kontradiksi ekternal tidak menuntut hilangnya satu harus menghilangkan yang lain.
[34] Perubahan kuantitas menuju kualitas

0 comments:

Copyright © 2013. BloggerSpice.com - All Rights Reserved
Customized by: MohammadFazle Rabbi | Powered by: BS
Designed by: Endang Munawar