METODE PEMBELAJARAN KITAB TAFSIR JALALAIN DI PESANTREN ROJAUL HUDA PART 2

BAB II
ANALISIS TEORITIK METODE PEMBELAJARAN TAFSIR
DI PESANTREN


A.   Pondok Pesantren
1.  Pengertian Pondok Pesantren
Menurut Azyumardi Azra (1994:16) yang dikutip oleh Abdul Mughits, (2008:119) “Pondok” secara terminologi berarti bangunan untuk sementara rumah bangunan tempat tinggal yang berpetak-petak yang berdinding bilik dan beratap rumbia dan madrasah atau asrama (tempat mengaji atau belajar agama Islam)”.
“Pondok” yang biasa dipakai dalam tradisi Pasundan dan Jawa (Aceh : Rangkong meunasah; Sumatera Utara : Makro maktab; Minangkabau : Surau;) untuk menyebutkan asrama tempat belajar agama Islam, sebenarnya tidak sama sekali asli Nusantara, tetapi merupakan hasil penyerapan dari bahasa Arab al-funduq yang berarti hotel; tempat penginapan. (Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990:695).

            Sementara itu, Abdurrahman Wahid  memaknai pesantren secara teknis, a place where santri (student) live, sedangkan Abdurrahman Mas'oed menulis, the wosd pesantren  stems from "santri" which means one who seeks Islamic knowledge". Kata pesantren berasal dari "santri" yang berarti orang yang mencari pengetahuan Islam, yang pada umumnya kata pesantren mengacu pada suatu tempat, dimana santri menghabiskan kebanyakan dari waktunya untuk tinggal dan memperoleh pengetahuan (Zamakhsyari Dhofier, 2011:44).
            Pesantren yang merupakan "bapak" dari pendidikan Islam di Indonesia didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman. Hal ini bisa dilihat dari perjalan sejarah, bila dirunut kembali sesungguhnya pesantren dilahirkan atas kesadaran kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam sekaligus mencetak kader-kader ulama atau da'i. (Hasbullah, 1999:138)
            Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan dan pusat penyiaran Islam yang tertua di Indonesia yang lahir dan berkembang seirama dengan masuknya Islam ke Indonesia. Menurut Arifin (2000:240) pengertian definitif tentang apa yang kita sebut "pondok pesantren" itu sulit untuk dirumuskan. Hal itu terbukti dengan berbeda dan beragamnya definisi yang dirumuskan oleh para pakar. Lebih lanjut Arifin mengemukakan bahwa "Pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dan diakui oleh masyarakat sekitar, dengan sistem asrama (kampus) dengan santri-santri menerima pendidikan agama melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kiyai dengan ciri khas yang bersifat kharismatis serta independen dalam segala hal".
            Sementara itu menurut Marwan Raharjo (1995:25) pondok pesantren disamping sebagai lembaga pendidikan juga merupakan lembaga kemasyarakatan. Karena itu beliau merumuskan pondok pesantren sebagai lembaga sosial yang memiliki hubungan fungsional dengan masyarakat dan hubungan tata nilai dengan kultur masyarakat".
            Dari kedua pendapat di atas, dapat di simpulkan bahwa pondok pesantren adalah lembaga pendidikan yang sangat berperan secara fungsional dalam masyarakat sekitar.
            Pesantren berkembang dalam pranatanya yang khas selama berabad-abad sebagai lembaga pendidikan Islam yang mandiri dan bebas dari pengaruh pendidikan Barat-Eropa. Isinya adalah pendidikan rohaniyah keislaman yang menentukan falsafah hidup para santri serta merupakan landasan spiritual, moral dan etika dalam berbagai bidang kehidupan. Prinsip atau falsafah hidup yang dipegang oleh pesantren adalah :
رَضِيْتُ بِاللهِ رَبَّا وَبِا اْلاِسْلاَمِ دِيْنًا وَبِمُحَّمَدٍ نَّبِيًّا وَّرَسُوْلاً وَبِالْقُرْأنِ حُكْمًا وَّاِمَامًا وَبِالْمُؤْمِنِيْنَ اِخْوَانًا
Artinya: "Saya ridho Allah menjadi Tuhanku, Islam menjadi agamaku, Muhammad menjadi Nabi dan Rasulku, Al-Qur'an menjadi penentu hukum dan imamku, serta saya ridho orang-orang beriman (mukmin) menjadi saudaraku"
(Hery Noer Aly, 1999:228).
            Dengan falsafah hidup pesantren di atas, pesantren sebagai komunitas dan lembaga pendidikan yang besar jumlahnya dan luas penyebarannya di berbagai pelosok tanah air telah banyak memberikan kontribusi dalam perkembangan manusia Indonesia yang religius.
            Sebagai suatu lembaga pendidikan, pendidikan menurut Djamaludin (1999:99) pondok pesantren dari sudut historis-kultural dapat dikatakan sebagai training center yang otomatis menjadi cultural center Islam yang disahkan dan dilembagakan oleh masyarakat Islam itu sendiri yang tentunya hal itu tidak bisa diabaikan begitu saja oleh pemerintah. Dengan demikian jelaslah bahwa pondok pesantren merupakan sebuah sistem pendidikan Islam tertua di Indonesia yang usianya sudah mencapai ratusan tahun.
2.  Tipologi Pondok Pesantren 
Dilihat dari tipologi pembelajaran, pondok pesantren memiliki keunikan tersendiri. Salah satu keunikan tersebut adalah independensinya yang kuat. Sama halnya dengan madrasah tumbuh dan berkembang dari masyarakat. Kuatnya independensi sebagaimana yang diungkapkan oleh Husni Rahim (2001:158) kuatnya independensi pesantren, menyebabkan lembaga ini memiliki keluesan dan kebebasan relatif yang tidak harus memihak dan mengikuti model baku yang diterapkan oleh pemerintah dalam bidang pendidikan. Pesantren bebas mengembangkan model pendidikannya tanpa harus mengikuti standarisasi dan kurikulum yang ketat. Artinya pesantren memiliki kebebasan dan peluang untuk menentukan sistem pendidikan yang akan diterapkan di pesantren. Sebagai akibat dari hal di atas adalah model atau sistem pendidikan yang berjalan di pesantren sangat beragam sesuai dengan kecenderungan dan misi yang dikembangkan oleh sang Kiyai sebagai pemilik pesantren tersebut.
            Berawal dari keanekaragaman di atas, pondok pesantren pun banyak ragamnya, Husni Rahim (2001:158) menjelaskan sedikitnya ada 6 sudut pandang yang bisa kita gunakan dalam mengklasifikasikan pondok pesantren :
            Pertama, Pesantren Tradisinal (salaf) dan pesantren modern (kholaf). Disebut tradisional karena sistem pengajarannya masih menggunakan sistem sorogan, wetonan dan bandongan, tanpa kelas dan batas umur. Adapun pesantren modern adalah pesantren yang sistem pendidikannya sistem kelas, kurikulum dan batas umur.
            Kedua, pendidikan pesantren dengan pendidikan formal, yaitu jalur sekolah (seperti SD/MI, SLTP/MTs, dll), jalur luar sekolah (seperti Madrasah Diniyah Awaliyah, Wustho, Ulya, paket A dan paket B) dan pra sekolah (RA dan TK).
            Ketiga, pondok pesantren dibedakan berdasarkan jumlah santrinya. Disebut pesantren besar apabila santrinya diatas 5000 orang; pesantren menengah kalau santrinya antara 3000-5000 orang; pesantren sedang kalau sanrinya antara 1000-3000 orang, dan pesantren kecil jika santrinya dibawah 1000 orang.
            Keempat, pondok pesantren yang berafiliasi dan tidak berafiliasi dengan organisasi massa Islam tertentu, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dll.
            Kelima, pondok pesanren yang menampung santri mukim dan santri kalong. Santri mukin yaitu santri yang belajar dan bertempat tinggal di asrama lingkungan pondok pesantren. Sedangkan santri kalong adalah santri yang bertempat tinggal di asrama pondok pesantren tapi belajar di madrasah atau sekolah umum atau bisa juga santri yang ikut belajar di pesantren tapi bertempat tinggal di rumah masing-masing.
            Keenam, pondok pesantren pedesaan dan perkotaan. Hal ini bisa didasarkan pada letak sebuah pondok pesantren. Pesantren pedesaan kebanyakan berada di pedesaan yang jauh dari pusat keramaian, dan santrinya umumnya berasal dari desa. Sedangkan pesantren perkotaan biasanya terletak di pinggiran kota atau pusat, kebanyakan santrinya berasal dari kota.
3.  Unsur-Unsur Pondok Pesantren
a)    Kyai
                   Peran penting kyai dalam pendirian, pertumbuhan, perkembangan dan pengurusan sebuah pesantren berarti dia merupakan unsur yang paling esensial. Sebagai pemimpin pesantren, watak dan keberhasilan pesantren banyak bergantung pada keahlian dan kedalaman ilmu, karismatik dan wibawa, serta ketrampilan kyai. Dalam konteks ini, pribadi kyai sangat menentukan sebab dia adalah tokoh sentral dalam pesantren (Hasbullah, 1999:144).
Istilah kyai bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan dari bahasa Jawa. Dalam bahasa Jawa, perkataan kyai dipakai untuk tiga jenis gelar yang berbeda, yaitu: 1.sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat; Contohnya, “kyai garuda kencana” dipakai untuk sebutkan kereta emas yang ada di Kraton Yogyakarta; 2. gelar kehormatan bagi orang-orang tua pada umumnya; 3. gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada orang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya (Dhofier, 2011:93).
b)   Masjid
                   Sangkut paut pendidikan Islam dan masjid sangat dekat dan erat dalam tradisi Islam di seluruh dunia. Dahulu, kaum muslimin selalu memanfaatkan masjid untuk tempat beribadah dan juga sebagai tempat lembaga pendidikan Islam. Sebagai pusat kehidupan rohani, sosial dan politik, dan pendidikan Islam, masjid merupakan aspek kehidupan sehari-hari yang sangat penting bagi masyarakat. Dalam rangka pesantren, masjid dianggap sebagai “tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah, dan sembahyang Jumat, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.” (Dhofier, 1985:49) Biasanya yang pertama-tama didirikan oleh seorang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren adalah masjid. Masjid itu terletak dekat atau di belakang rumah kyai.
c)    Santri
                   Santri merupakan unsur yang penting sekali dalam perkembangan sebuah pesantren karena langkah pertama dalam tahap-tahap membangun pesantren adalah bahwa harus ada murid yang datang untuk belajar dari seorang alim. Kalau murid itu sudah menetap di rumah seorang alim, baru seorang alim itu bisa disebut kyai dan mulai membangun fasilitas yang lebih lengkap untuk pondoknya.
Santri biasanya terdiri dari dua kelompok, yaitu santri kalong dan santri mukim. Santri kalong merupakan bagian santri yang tidak menetap dalam pondok tetapi pulang ke rumah masing-masing sesudah selesai mengikuti suatu pelajaran di pesantren. Santri kalong biasanya berasal dari daerah-daerah sekitar pesantren jadi tidak keberatan kalau sering pergi pulang. Makna santri mukim ialah putera atau puteri yang menetap dalam pondok pesantren dan biasanya berasal dari daerah jauh. Pada masa lalu, kesempatan untuk pergi dan menetap di sebuah pesantren yang jauh merupakan suatu keistimewaan untuk santri karena dia harus penuh cita-cita, memiliki keberanian yang cukup dan siap menghadapi sendiri tantangan yang akan dialaminya di pesantren (Dhofier, 1985:52).
d)   Pondok
                   Definisi singkat istilah ‘pondok’ adalah tempat sederhana yang merupakan tempat tinggal kyai bersama para santrinya (Hasbullah, 1999:142) Di Jawa, besarnya pondok tergantung pada jumlah santrinya. Adanya pondok yang sangat kecil dengan jumlah santri kurang dari seratus sampai pondok yang memiliki tanah yang luas dengan jumlah santri lebih dari tiga ribu. Tanpa memperhatikan berapa jumlah santri, asrama santri wanita selalu dipisahkan dengan asrama santri laki-laki.
Komplek sebuah pesantren memiliki gedung-gedung selain dari asrama santri dan rumah kyai, termasuk perumahan ustad, gedung madrasah, lapangan olahraga, kantin, koperasi, lahan pertanian dan atau lahan pertenakan. Kadang-kadang bangunan pondok didirikan sendiri oleh kyai dan kadang-kadang oleh penduduk desa yang bekerja sama untuk mengumpulkan dana yang dibutuhkan.
Salah satu niat pondok selain dari yang dimaksudkan sebagai tempat asrama para santri adalah sebagai tempat latihan bagi santri untuk mengembangkan ketrampilan kemandiriannya agar mereka siap hidup mandiri dalam masyarakat sesudah tamat dari pesantren. Santri harus memasak sendiri, mencuci pakaian sendiri dan diberi tugas seperti memelihara lingkungan pondok.
Sistem asrama ini merupakan ciri khas tradisi pesantren yang membedakan sistem pendidikan pesantren dengan sistem pendidikan Islam lain seperti sistem pendidikan di daerah Minangkabau yang disebut surau atau sistem yang digunakan di Afghanistan (Dhofier, 1985:45).
e)    Kitab-Kitab Islam Klasik
                   Kitab-kitab Islam klasik dikarang para ulama terdahulu dan termasuk pelajaran mengenai macam-macam ilmu pengetahuan agam Islam dan Bahasa Arab. Dalam kalangan pesantren, kitab-kitab Islam klasik sering disebut kitab kuning oleh karena warna kertas edisi-edisi kitab kebanyakan berwarna kuning.
Menurut Dhofier (1985:50) “pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan pesantren”. Pada saat ini, kebanyakan pesantren telah mengambil pengajaran pengetahuan umum sebagai suatu bagian yang juga penting dalam pendidikan pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik masih diberi kepentingan tinggi. Pada umumnya, pelajaran dimulai dengan kitab-kitab yang sederhana, kemudian dilanjutkan dengan kitab-kitab yang lebih mendalam dan tingkatan suatu pesantren bisa diketahui dari jenis kitab-kitab yang diajarkan (Hasbullah, 1999:144).
Ada delapan macam bidang pengetahuan yang diajarkan dalam kitab-kitab Islam klasik, termasuk: 1.nahwu dan saraf (morfologi); 2.fiqh; 3.usul fiqh; 4.hadis; 5.tafsir; 6.tauhid; 7.tasawwuf dan etika; dan 8. cabang-cabang lain seperti tarikh dan balaghah. Semua jenis kitab ini dapat digolongkan kedalam kelompok menurut tingkat ajarannya, misalnya: tingkat dasar, menengah dan lanjut. Kitab yang diajarkan di pesantren di Jawa pada umumnya sama (Dhofier, 1985:51).
B.   Konsep Pembelajaran di Pesantren
1.  Pengertian Pembelajaran di Pesantren
Pembelajaran pada dasarnya ada proses belajar mengajar. Proses adalah kata yang berasal dari bahasa Latin “processus” yang berarti: ”berjalan ke depan” (Muhibbin Syah, 1995:113). Kata ini mempunyai konotasi urutan langkah atau kemajuan yang mengarah pada suatu sasaran atau tujuan. Sedangkan definisi lain yang dikutip oleh Muhibbin Syah (1995:114) menyatakan “Proses adalah suatu perubahan yang menyangkut tingkah laku atau kejiwaan. Jadi, proses adalah cara-cara atau langkah-langkah khusus yangdengannya beberaa perubahan ditimbulkan, sehingga tercapainya hasil-hasil tertentu”.
            Dengan demikian, kata proses jika dihubungkan dengan kata belajar menjadi proses belajar. Sehingga proses belajar diartikan sebagai tahapan perubahan prilaku kognitif, afektitif dan prikomotor yang terjadi pada pribadi murid atau santri. Masalahnya sekarang apa yang dimaksud “belajar”. Para ahli pendidikan bervariasi dalam mendefinisikan dan menginterpretasikan perbuatan belajar. Perbedaan terminologis (istilah) yang digunakan serta konotasi masing-masing istilah, juga perbedaan penekanan pada aspek-aspek tertentu, yang berpendapat bahwa: belajar adalah perubahan seluruh tingkah laku individu dan relatif menetap sebagai pengamalan dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
            Penjelasan di atas menunjukkan sedikitnya ada dua aspek yang ditekankan. Pertama, penekaan pada aspek psikis, yaitu pengamalan, dan kedua aspek fisik interaksi dengan lingkungan. Jadi, menurut S. Nasution (1967:36) diambil kesimpulan bahwa perubahan-perubahan sebagai hasil belajar bukan disebabkan oleh keadaan sementara, bukan pula oleh pertumbuhan atau kematangan melainkan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh latihan dan pengalaman.
            Ngalim Purwanto (1990:84) mengatakan bahwa belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu perintah.
            Menurut Dirjen Bimbaga Islam, (1997 : 80) proses belajar adalah bukanlah semata-mata lahirnya prilaku yang disebabkan oleh adanya rangsangan yang diperkuat atau diperlemah oleh penguatan, akan tetapi merupakan proses akhir dimana seseorang menyimpulkan prinsip-prinsip dan hukum dan kemudian mengetesnya.
            Dari beberapa definisi di atas, jelaslah ada keterkaitan antara proses guru atau kiyai memberikan pengajaran dengan proses murid atau santri dalam menerima pelajaran. Sehingga timbul tiga istilah yang menjadi satu yaitu “proses belajar mengajar”.
            Proses pembelajaran di pesantren pada dasarnya hampir sama dengan proses pembelajaran di lembaga pendidikan formal. Namun ada beberapa hal yang membedakan dan menjadikan pesantren lebih unik dan memiliki ciri khas tersendiri. Sebagaimana Zamakhsyari Dhofier (2011:53) mencoba melukiskan bagaimana proses pembelajaran di pesantren sebagai berikut :
“Pengajian dasar di rumah, langgar dan masjid diberikan secara individual. Seorang murid mendatangi seorang guru yang membacakan beberapa baris al-Qur’an atau kitab-kitab bahasa Arab dan menerjemahkannya ke dalam bahasa daerah masing-masing di seluruh wilayah Indonesia. Pada gilirannya, murid mengulangi dan menerjemahkan kata demi kata persis seperti yang dilakukan oleh gurunya. Sistem penerjemahan dibuat sedemikian rupa sehingga para murid diharapkan mengetahui baik arti maupun fungsi kata dalam suatu kalimat bahasa Arab. Dengan demikian, para murid dapat belajar tata bahasa Arab langsung dari kitab-kitab tersebut”.   

            Dengan demikian, proses pembelajaran di pesantren biasa disebut dengan “ngaji”. Nurcholish Madjid (tt:23) menjelaskan bahwa “ngaji adalah memang merupkan kegiatan belajar yang dianggap suci atau aji oleh seorang santri yang menyerahkan dan menitipkan hidupnya kepada seorang kiyai yang selain sangat dihormati juga biasanya sudah setia dan sudah menunaikan haji karena kemampuan ekonominya”.
            Dalam pengajian, biasanya kiyai duduk di tempat yang sedikit lebih tinggi dari pada santri. Kiyai tersebut duduk di atas kursi yang dilandasi bantal dan pada santri duduk mengelilinginya. Dari sini terlihat bahwa para santri diharapkan bersikap hormat dan sopan ketika mendengarkan uraian-uraian yang disampaikan kiyainya.
            Para santri mengikuti dengan cermat terjemahan kiyai itu dan mereka mencatatnya pada kitabnya, yaitu di bawah kata-kata yang diterjemahkan. Kegiatan mencatat terjemahan ini dinamakan maknani (memberi arti) juga disebut ngasahi (mengesahkan, maksudnya mengesahkan pengertian, sekaligus pembacaan kalimat Arab yang bersangkutan menurut gramatikanya). Kadang-kadang juga disebut njenggoti (memberi janggut), sebab catatan mereka itu menggantung seperti janggut pada kata-kata yang diterjemahkannya. (Nurcholish Madjid, tt:24).
2.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembelajaran di Pesantren
            Di dalam setiap kegiatan proses belajar mengajar ada beberapa faktor yang mempengaruhi, diantaranya menurut Muhibbin Syah (1995:247) yaitu :
1.      Karakteristik murid
2.      karakteristik guru
3.      Interaksi dan metode
4.      Karakteristik kelompok
5.      Fasilitas fisik
6.      Mata pelajaran
7.      Lingkungan alam sekitar
Jadi, dapat disimpulkan dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut di atas, proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik diantaranya ada keterpaduan antara ranah karsa guru, serta ranah karsa murid.
            Lain lagi menurut Nana Sudjana (1989:33), dalam proses belajar mengajar, faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan komunikasi yang efektif yaitu :
1.      Tujuan yang ingin dicapai.
2.      Sifat bahan pelajaran
3.      Sumber belajar yang tersedia.
4.      Karakteristik kelas.
5.      Kemampuan guru.
Dengan demikian, guru atau kiyai memiliki peran penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengajaran. Dengan memperlihatkan faktor-faktor yang dikemukakan para ahli di atas, seorang guru yang bijak akan berusaha semaksimal mungkin menciptakan proses pengajaran yang efektif dengan memperhatikan pula keselarasan dengan lingkungan. Karena pengajaran juga sifatnya adalah situasional.
            Selain itu salah satu faktor yang dominan dalam proses pembelajaran di pesantren adalah adanya kharismatik dari seorang guru atau kiyai. Dengan kharisma yang melekat pada figur seperti itu, menyebabkan timbulnya keyakinan yang begitu besar pada diri jama’ah atau santri akan kemapuan intelektual yang dimiliki oleh pengasuh, khususnya penguasaan materi kitab tafsir. Dengan demikian, kemampuan seorang guru atau kiyai dalam mengolah kata (retorika) juga sangat mempengaruhi terlaksananya proses pembelajaran dengan baik.
            Faktor pendukung yang lebih bersifat teknis adalah penataan forum pengajian yang sudah cukup baik dan penggunaan pengeras suara selama dalam proses pembelajaran berlangsung. Dengan penataan forum pengajian yang menyerupai huruf U, memungkinkan semua jama’ah atau santri dalam melihat pengasuh atau guru atau kiyai, sehingga kalau seorang guru atau kiyai sedang menggunakan metode apapun, semua jamaah atau santri dapat menyimak dengan jelas dan tanpa kendala apapun. (Nurcholish Madjid, tt:25)
3.  Tujuan Pembelajaran di Pesantren
            Setiap kegiatan belajar mengajar apapun materinya, memiliki sasaran atau target yang lazimnya disebut tujuan. Dalam pendidikan dan pengajaran, tujuan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memberikan rumusan hasil dan diharapkan dari murid/subjek belajar, setelah menyelesaikan atau memperoleh pengamalan belajar.
            Tujuan pembelajaran di pesantren, sebagaimana menurut Nurcholish Madjid (tt:19) adalah “membentuk manusia yang memiliki kesadaran tinggi bahwa ajaran Islam merupakan ajaran yang bersifat menyeluruh. Selain itu produk pesantren ini diharapkan memiliki kemampuan tinggi untuk mengadapan responsi terhadap tantangan-tantangan dan tuntutan-tuntutan hidup dalam konteks ruang dan waktu yang ada”.
            Sementara itu Zakiah Daradjat, (1983 : 72) mengemukakan bahwa “tujuan pendidikan agama Islam ialah kepribadian muslim, yaitu suatu keperibadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang yang berkeperibadian muslim dalam al-Qur’an disebut muttaqin.
            Adapun prinsip dan ciri tujuan pengajaran agama Islam di Pondok pesantren khususnya adalah mengamalkan rumusan dari tujuan-tujuan syari’at atau biasa disebut maqasihid as syar’iyah, yaitu sebagai berikut :
1)      Memelihara kebutuhan pokok hidup yang dharuri (vital), yaitu suatu yang mesti ada dalam kehidupan yang normal; dengan arti bahwa bila semua atau salah satunya saja tidak ada atau rusak, akan rusaklah kehidupan. Sesuatu yang harus ada itu adalah: agama, jiwa dan raga, keturunan, harta, akal dan kehormatan.
2)      Menyempurnakan dan melengkapi kebutuhan hidup, sehingga yang diperlukan mudh didapat, kesulitan dapat diatasi dan dihilangkan. Istilah yang digunakan dalam penyempurnaan ini disebut haji (haji, hajat = dibutuhkan)
3)      Mewujudkan keindahan, kesempurnaan dalam suatu kebutuhan. Untuk ini digunakan istilah tahsini (tahsini = membuat lebih baik, lebih indah) (Zakiyah Daradjat, 1983:72).
            Demikianlah prinsip pokok ajaran Islam yang juga menjadi prinsip tujuan pendidikan dan pengajaran Islam khususnya di Pondok Pesantren. Ini berarti bahwa dalam tujuan pengajaran Agama Islam harus berisi pemeliharaan yang dharuri (vital), mewujudkan yang haji maupun yang tahsini. Tujuan harus berisi sesuatu yang menumbuhkan, menyuburkan dan mengembangkan keyakinan beragama, mengamalkan ajarannya, memelihara rohani dan jasmani, membina dan menjaga kesejahteraan jiwa dan raga menurut norma-norma yang digariskan oleh ajaran Islam. Dalam tujuan yang hendaknya ada yang bersifat pembinaan dan penjagaan kemurnian keturunan; ada yang bersifat petunjuk mendapatkanharta dan penggunaannya; ada pula yang bersifat menjaga dan menyalurkan pertumbuhan akal dan perkembangannya, dan ada juga yang bersifat menempatkan dan menjaga harga diri dan kehormatan.
C.   Metode Pembelajaran di Pesantren
1.  Pengertian metode Pembelajaran
Sebelum penulis mengemukakan pengertian tentang metode pembelajaran, terlebih dahulu akan mengemukakan pengertian metode dan pembelajaran. Metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara (Abudin Nata, 1997:97). Sedangkan menurut Muhibbin Syah (1995:202) mengemukakan bahwa metode secara harfiah berarti "cara". Dengan demikian metode adalah cara atau jalan untuk mencapau sesuatu.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia metode adalah "cara yang telah teratur dan berfikir baik-baik untuk mencapai suatu maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya)". (Jhon Echols dan Hasan Shadily, 1992:105).
Sedangkan Suryosubroto, yang dikutip oleh Zakiyah Daradjat (1995:1) bahwa "metode adalah cara yang dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan". 
Dari beberapa pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa metode adalah suatu cara yang sistematis dalam menyampaikan pengetahuan dan funagsinya merupakan alat untuk mencapai tujuan.
Sedangkan Penggunaan istilah pembelajaran dalam konteks pendidikan di Indonesia tergolong baru, setelah istilah pengajaran atau belajar mengajar dipandang kurang tepat karena memberi kesan teacher centered. Pembelajaran merupakan terjemah dari bahasa Inggris “instruction”, maknanya lebih luas dari mengajar, bahkan mengajar masuk dalam aktivitas pembelajaran. Pembelajaran atau instruction berpusat kepada tujuan yang hendak dicapai berdasarkan perencanaan. Dalam hal ini Arief S. Sadiman menyatakan sebagai berikut.
Kata pembelajaran sengaja dipakai sebagai padanan kata dari bahasa Inggris intruction. Kata Instruction mempunyai pengertian yang lebih luas daripada pengajaran. Jika kata pengajaran ada dalam konteks guru-murid di kelas (ruang) formal, pembelajaran atau instruction mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tak dihadiri guru secara fisik. Oleh karena dalam instruction yang ditekankan adalah proses belajar maka usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa kita sebut pembelajaran. (Arief S. Sadiman, dkk., 1993: 7)

Perubahan ini tidak sekedar perubahan istilah semata, tetapi mengandung perubahan lain secara lebih operasional, dimana istilah pembelajaran memberi makna dan tuntutan adanya keseimbangan aktivitas maupun partisipasi pendidik dengan peserta didik. Tidak didominasi oleh pendidik, tidak pula lebih menitik beratkan pada partisipasi peserta didik (student centered), dalam prosesnya terdapat keseimbangan aktivitas serta partisipasi, juga keseimbangan dalam pengembangan aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Namun demikian, ada beberapa pandangan para ahli pendidikan yang menyatakan bahwa istilah pembelajaran lebih menitik beratkan kepada aktivitas dan partisipasi peserta didik. Aminuddin Rasyad (2003:14) menyatakan bahwa “pembelajaran adalah proses yang terjadi yang membuat seseorang atau sejumlah orang, yaitu peserta didik melakukan proses belajar sesuai dengan rencana pengajaran yang telah diprogramkan”.
Dengan demikian, dari beberapa pendapat para ahli tentang metode dan pembelajaran di atas, dapat kita simpulan bahwa metode pembelajaran adalah cara yang digunakan dalam proses belajar mengajar untuk menyampaikan materi pembelajaran dari seorang guru kepada siswa dalam rangka pencapaian tujuan yang diharapkan. Dalam definisi tersebut terkandung makna bahwa dalam penerapannya ada kegiatan memilih, menetapkan, menggunakan dan mengembangkan metode yang optimal untuk mencapai hasil yang diinginkan.
Sementara itu Nana Sudjana (2005:76) mengemukakan bahwa metode pembelajaran adalah, “Cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran”. Sedangkan M. Sobri Sutikno (2009:88) menyatakan, “Metode pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan”.
            Sebagai lembaga pendidikan, pondok peantren walaupun dikategorikan sebagai lembaga pendidikan tradisional mempunyai metode pembelajaran tersendiri dan ini menjadi ciri khas sistem pengajaran atau metodik-didaktik yang lain dari sistem-sistem pengajaran yang dilakukan di lembaga formal. Pengembangan KBM di pondok pesantren dalam bidang pendidikan pada dasarnya terdiri atas dua poros, yaitu pengembangan ke dalam (internal) dan keluar (eksternal). Pengembangan internal terpusat pada upaya-upaya menjadikan kegiatan belajar mengajar lebih efektif terutama dengan mengembangkan metode-metode pembelajaran.
2.  Jenis-Jenis Metode Pembelajaran
Adapun beberapa pembelajaran yang dilakukan di pesantren-pesantren diantaranya :
a.  Metode Sorogan
1)   Pengertian Metode Sorogan
              Sorogan berasal dari bahasa Jawa yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya di hadapan kiyai atau pembantunya. Sistem sorogan ini termasuk sistem pembelajaran secara individul, dimana seorang santri berhadapan dengan seorang guru. Dalam pelaksanaannya santri menyimak dan mengesahkan, dengan memberi catatan pada kitabnya untuk mensahkan bahwa ilmu itu telah diberikan oleh kiyai.
            Metode sorogan ini dalam dunia modern dapat dipersamakan dengan istilah tutorship atau mebthorship. Methodik pengajaran seperti ini diakui paling intensif, karena dilakukan demi seorang dan ada kesempatan untuk tanya jawab secara langsung.
            Inti dari metode sorogan adalah proses berlangsungnya pembelajaran secara face to face antara guru atau kiyai dan murid atau santri. (http://mahesakujenar.blogspot.com/2011/12/metode-pembelajaran-kitab-kuning-klasik.html)
            Metode ini sudah dipakai sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat. Setiap kali Rasulullah SAW menerima wahyu yang berupa ayat-ayat Al-Qur'an, beliau membacanya di depan para sahabat, kemudian para sahabat menghafalkan ayat-ayat tersebut sampai hafal di luar kepala. Metode yang digunakan Nabi mengajar para sahabat tersebut, dikenal dengan metode belajar kuttab. Disamping menyuruh menghafalkan, Nabi juga menyuruh kuttab (penulis wahyu) untuk menuliskan ayat-ayat yang baru diterimanya itu. (Amanah, 1991:104).
            Metode Sorogan didasari atas peristiwa yang terjadi ketika Rasulullah SAW ataupun Nabi-nabi yang lainnya menerima wahyu dari Allah SWT. Melalui malaikat Jibril mereka langsung bertemu satu persatu, yaitu antara Malaikat Jibril dengan para Nabi tersebut. Sehingga pantaslah Rasulullah SAW bersabda :
اَدَّبَنِيْ رَبَيْ فَاَحْسَنَ تَأْدِيْبِيْ
Artinya: "Tuhanku telah mendidikku (akhlak budi pekerti), maka menjadi baguslah akhlak dan budi pekertiku". (Amanah, 1991 : 104).

Berdasarkan Hadits di atas bahwa Rasulullah SAW, secara langsung telah mendapat bimbingan dari Allah SWT dan kemudian praktek pendidikan seperti ini dilakukan oleh beliau bersama para sahabatnya dalam menyampaikan wahyu kepada mereka.
2)   Kelebihan dan Kekurangan Metode Sorogan
                          Sebagaimana metode-metode lainnya, metode sorogan juga memiliki kelebihan-kelebihan. Adapun kelebihan metode sorogan diantaranya adalah sebagai berikut :
a)    Terjadi hubungan yang erat dan harmonis antara guru/kiyai dan murid/santri.
b)   Memungkinkan bagi seorang guru/kiyai untuk mengawasi, menilai dan membimbing secara maksimal kemampuan seorang murid.
c)    Murid mendapatkan penjelasan yang pasti tanpa harus mereka-reka tentang interpretasi suatu kitab karena berhadapan dengan guru secara langsung yang memungkinkan terjadinya tanya jawab.
d)   Guru dapat mengetahui secara pasti kualitas yang telah dicapai muridnya.
e)    Santri yang IQ nya tinggi akan cepat menyelesaikan pelajaran (kitab) sedang yang IQ nya rendah membutuhkan waktu yang cukup lama.
  Selain kelebihan, kelemahan metode sorogan diantaranya :
a)    Tidak efisein karena hanya berhadapan dengan beberapa murid, sehingga kalo menghadapi murid yang lumayan banyak, metode ini dirasa kurang tepat.
b)   Membuat murid atau santri cepat bosan, karena ini menuntut kesabaran, ketaatan, dan disiplin pribadi.
c)    Murid kadang hanya menangkap verbalisme semata terutama bagi mereka yang tidak mengerti terjemah dari bahasa tertentu.
b.  Metode Bandongan
1).   Pengertian Metode Bandongan atau Wetonan
Metode bandongan ini didasarkan kepada pristiwa yang dialami Nabi Saw ketika menerima wahyu melalui Malaikat Jibril, mereka langsung bertemu satu persatu, yaitu antara Malaikat Jibril dan Nabi Saw Dan  ketika Nabi Saw setelah menerima wahyu kemudian menyampaikan kepada para sahabatnya serta membimbing bacaannnya, kemudian di antara para sahabat juga ada yang mencatat bacaan-bacaan yang disampaikan Nabi.
Metode bandongan ini merupakan metode pembelajaran dalam Pendidikan Islam dimana siswa/santri tidak menghadap guru/kiyai satu demi satu, tetapi semua peserta didik menghadap guru dengan membawa buku atau kitab masing-masing. Kemudian guru membacakan, menterjemahkan, menerangkan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajari, sementara santri secara cermat mengikuti penjelasan yang diberikan oleh kyai dengan memberikan catatan-catatan tertentu. Cara belajar seperti ini paling banyak dilakukan di pesantren-pesantren tradisional.         
Metode bandongan disebut juga metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kiyai yang menerangkan pelajaran secara kuliah. Santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan padanya. Istilah bandongan ini diberikan pada waktu (Jawa) yang berarti waktu sebab pengajian tersebut diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelumnya dan atau sesudah melakukan shalat fardhu. Di Jawa Barat metode ini disebut dengan bandongan.
2).   Kekurangan dan Kelebihan Metode Bandongan
Sebagaimana metode-metode lainnya, metode bandongan juga memiliki kelebihan-kelebihan. Adapun kelebihan metode bandongan diantaranya adalah sebagai berikut :
a)    Lebih cepat dan praktis untuk mengajar santri yang jumlahnya banyak.
b)   Lebih efektif bagi murid yang telah mengikuti sistem sorogan secara intensif.
c)    Materi yang diajarkan sering di ulang-ulang sehingga memudahkan anak untuk memahaminya.
Selain kelebihan, kelemahan metode bandongan diantaranya :
a)    Metode ini dianggap lamban dan tradisional, karena dalam meeneyampaikan materi sering berulang-ulang.
b)   Guru lebih kreatif daripada siswa karena proses belajarnya berlangsung satu jalur.
c)    Dialog anatara guru dan murid tidak banyak terjadi sehingga murid cepat bosan.
d)   Kurang efektif bagi murid yang pintar karena materi yang disampaikan sering diulang-ulang sehingga terhalang kemajuannya.
c.  Metode Mudzakarah
1.  Pengertian Metode Mudzakarah
Secara umum, mudzakarah berarti suatu pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas masalah diniyah seperti ibadah (ritual) dan Aqidah (teologi) sertamasalah agama pada umumnya. Metode mudzakarah ialah suatu cara yang dipergunakandalam menyampaikan bahan pelajaran dengan jalan mengadakan suatu pertemuan ilmiah yang secara khusus membahas persoalan-persoalan yang bersifat keagamaan. Metode ini biasanya digunakan untuk memecahkan masalah-masalahkemasyarakatan yang berhubungan dengan konteks masa sekarang ditinjau dari analisa kitab-kiatab islam klasik. Tujuan penggunaan metode mudzakarah adalah untuk melatih santri agar lebih terlatih dalam memecahkan masalah dengan menggunakan kitab-kitab klasik yang yang ada.
2). Kekurangan dan Kelebihan Metode Mudzakarah
Sebagaimana metode-metode lainnya, metode mudzakarah juga memiliki kelebihan-kelebihan. Adapun kelebihan metode mudzakarah diantaranya adalah sebagai berikut :
a)    Santri lebih terdorong untuk mempelajari kitab-kitab islam klasik secara lebih mendalam.
b)   Santri lebih terlatih dalam memecahkan masalah-masalah dengan menggunakan kitab-kitab yang tersedia.
c)    Kemampuan santri dapat di ukur dan dinilai oleh seorang kiyai.
d)   Pemahaman santri terhadap kitab-kitab islam klasik dapat dievaluasi.
e)    Kyai dapat mengetahui santri-santrinya yang dianggap kompeten sehingga santri tersebut dapat di angkat menjadi pengajar kitab-kitab islam klasik.
Selain kelebihan, kelemahan metode mudzakarah diantaranya :
a)    Pelaksanaan metode ini waktunya tidak tetap,disamping memang ada waktu-waktu tertentu yang telah ditetapkan.
b)   Bahan-bahan yang dijadikan acuan sangat terbatas pada kitab-kitab islam klasik.
c)    Sempitnya ruang lingkup yang dibahas ,hanya terbatas pada masalah-masalah keagamaan keagamaan saja.
d)   Adanya kecemburuan diantara santri-santri sebab hanya santri yang berkompeten saja yang diberikan keempatan untuk menjadi juru bicara. (http://indonesia-admin.blogspot.com/2010/02/metode-pembelajaran-dalam-pendidikan.html).
d.  Metode Ceramah
1)   Pengertian Metode Ceramah
                 Menurut Muhibbin Syah (1995:204) metode ceramah adalah sebuah cara melaksanakan pengajaran yang dilakukan guru secrara monolog dengan hubungan satu arah.
            Zuhairini dkk (1993:83) mengartikan metode ceramah "sebagai suatu metode di dalam pendidikan dimana cara penyampaian pengartian. Pengartian materi kepada anak didik dengan jalan penerangan dan penuturan secara lisan".
Sementara Winarno Surahmad (1990:89) menyatakan bahwa metode ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerpaan dan penuturan secara lisan oleh seseorang terhadap pendengar.
            Kemudian Sudirman N., dkk (1991:1) mengemukakan tentang pengertian metide ceramah yaitu cara penyampaian pelajaran yang dilakukan guru dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung kepada siswa.
            Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa metode ceramah adalah cara memberikan bahan pelajaran dalam proses belajar mengajar oleh seorang guru kepada siswa secara lisan.
2).   Kelebihan dan Kekurangan Metode Ceramah
            Penggunaan metode ceramah sangat menunjang proses interaksi belajar di kelas. Adapun kelebihan yang diperoleh dari metode ceramah adalah sebagai berikut :
a)    Metode ini murah dan mudah dilakukan, guru hanya bermodalkan dengan suara yang ada.
b)   Materi yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu singkat sedang materi yang sedikit dapat disampaikan guru dalam waktu agak panjang dengan berbagai contoh.
c)    Guru dapat menjelaskan dengan menonjolkan bagian-bagian materi yang penting.
d)   Melalui metode ini guru mudah menguasai kelas.
e)    Organisasi kelas dapat diatur menjadi lebih sederhana (Sardiman N., dkk, 1991:11).
            Sementara menurut Zuhairini dkk (1991 : 84) bahwa kelebihan metode ceramah adalah sebagai berikut :
a)    Dalam waktu relatif singkat dapat disampaikan bahan pelajaran sebanyak-banyaknya.
b)   Organisasi kelas lebih sederhana, tidak perlu mengadakan pengelompokkan murid.
c)    Guru dapat dengan mudah menguasai kelas, walaupun jumlah murid cukup banyak.
d)   Apabila penceramah berhasil, dapat menimbulkan semangat, kreatif yang konstruksi merangsang murid-mueid untuk melaksanakan tugas atau pekerjaan.
e)    Metode ini lebih fleksibel dalam arti bahwa jika suatu waktu terbatas bahan dapat dipersingkat diambil yang penting-pentingnya saja, dan sebaliknya apabila waktunya memungkinkan (banyak) dapat disampaikan lebih komprehenshif.
Adapun Kekurangan Metode Ceramah adalah sebagai berikut :
a)    Terlalu sering menggunakan metode ini dpaat membuat kebiasaanyang kurang baik, yaitu siswa selalu ingin diceramahi.
b)   Informasi yang diceramahkan mudah usang/ketinggalan sehubungan dengan abad kemajuan zaman yang sangat pesat.
c)    Apakah yang diceramahlan gutu adalah apa yang diingiat guru atau mungkin guru tidak mungkin dijelaskan. Sardiman N., dkk (1991:114).
            Secara sederhana, Zakiyah Darajat, sebagaimana yang dikutip oleh Muhibbin Syah (1995:2005) menyatakan bahwa kelemahan dari metode ceramah tersebut adalah :
a)    Membuat siswa pasif
b)   Mengandung unsur paksaan kepada siswa
c)    Menghambat daya kritis siswa
            Dari beberapa pendapat di atas maka dapat diambil kesimpilan bahwa di dalam menggunakan metode ceramah memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari metode ini adalah menghemat biaya dan hemat waktu, dapat menyampaikan materi yang pokoknya saja. Sedangkan kekurangan metode ini adalah membuat siswa pasif kurang kreatif, mengandung unsur paksaan dan menghambat daya kritis siswa.
D.   Kitab Tafsir
1.  Pengertian Kitab
            Kitab berarti sebuah “teks”  atau “tulisan” yang dijilid menjadi satu. Biasanya kitab merujuk kepada jenis tulisan yang mempunyai implikasi hukum, atau dengan kata lain merupakan undang-undang yang mengatur. Istilah kitab biasanya digunakan untuk menyebut karya sastra para pujangga pada masa lampau yang dapat dijadikan sebagai bukti sejarah untuk mengungkapkan suatu peristiwa masa lampau. (http ://id.wikipedia.org/wiki/Kitab)
2.  Pengertian Tafsir
            Dalam kitab at-Tafsir wal Mufassirun, Tafsir menurut bahasa adalah الايضاح و التبيين yang artinya penjelasan atau keterangan, seperti yang bisa dipahami dari al-Qur’an Surat Al-Furqan ayat 33, ucapan yang telah ditafsirkan berarti ucapan yang tegas dan jelas.
Ÿwur y7tRqè?ù'tƒ @@sVyJÎ/ žwÎ) y7»oY÷¥Å_ Èd,ysø9$$Î/ z`|¡ômr&ur #·ŽÅ¡øÿs? ÇÌÌÈ  
Artinya : “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya”.  (Q.S. Al-Furqon : 33). (Muhmmad Husain Ad-Dzahabi, 1976 : 13).

Menurut istilah, pengertian tafsir adalah ilmu yang mempelajari kandungan kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW., berikut penjelasan maknanya serta hikmah-hikmahnya. Sebagian ahli tafsir mengemukakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang al-Quran al-Karim dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia. Secara lebih sederhana, tafsir dinyatakan sebagai penjelasan sesuatu yang diinginkan oleh kata.  (http://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir).
2.  Pengertian Kitab Tafsir
            Kitab Tafsir adalah sebuah teks atau tulisan Arab yang dijilid menjadi satu atau beberapa jilid yang menjelaskan tentang kandungan kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi SAW., berikut penjelasan maknanya serta hikmah-hikmahnya. Sebagian ahli tafsir mengemukakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas tentang al-Quran al-Karim dari segi pengertiannya terhadap maksud Allah sesuai dengan kemampuan manusia. (http://id.wikipedia.org/wiki/Tafsir).
Dari sejumlah buku tafsir yang banyak jenisnya, beberapa diantaranya beredar dan populer di kalangan umat Islam dan dipergunakan sebagai rujukan umum. Setidaknya, ada 24 karya tafsir yang masuk dalam kategori kitab tafsir utama. Karya tafsir populer tersebut sebagai berikut :
1.      Tafsir Alquran al-Azim disusun oleh Ibnu Kasir. Kitab ini merupakan kitab tafsir riwayat yang sangat populer dan dipandang sebagai kitab tafsir terbaik kedua setelah kitab tafsir at-Tabari. Ibnu Kasir menafsirkan ayat Alquran berdasarkan hadis Nabi SAW yang dilengkapi dengan sanad dan sedikit penilaian terhadap rangkaian sanad hadis.

2.      Tafsir Jalalain disusun oleh Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuti. Kitab tafsir ini terdiri atas dua jilid. (http://ltqstidnatsir.com/index.php?option=com_content&view=article&id=106:kitab-kitab-tafsir-populer&catid=37:tafsir&Itemid=73)

0 comments:

Copyright © 2013. BloggerSpice.com - All Rights Reserved
Customized by: MohammadFazle Rabbi | Powered by: BS
Designed by: Endang Munawar