TAFSIR AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG AKIDAH (SURAT AL’IMRAN: 28) AT-TAUBAH: 60, THAHA: 14-15)

TAFSIR AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG AKIDAH (SURAT AL’IMRAN: 28) AT-TAUBAH: 60, THAHA: 14-15)



MAKALAH
TAFSIR AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG AKIDAH
(SURAT AL’IMRAN: 28) AT-TAUBAH: 60, THAHA: 14-15)











      Oleh:
         SAYYALI SURYADI, S.Sos.I






RA. RAUDLATUL ULUM TAMPOJUNG PREGI
KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

TAFSIR AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG AKIDAH
(SURAT AL’IMRAN: 28) AT-TAUBAH: 60, THAHA: 14-15)

      Oleh: Sayyali Suryadi, S.Sos.I

TAFSIR AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG AKIDAH

Tafsir Rawa’ilul Bayan Surat Al-‘Imran: 28

لايتخذ المؤمنين الكفرين أولياء من دون المؤمنين ومن يفعل ذالك فليس من الله فى شيئ إلا أن تتقوا منهم تقة ويحذركم الله نفسه وإلى الله المصير [العمران 28]

Artinya:
Janganlah orang-orang beriman menjadikan orang-orang kafir sebagai pemimpin, melainkan orang-orang beriman, barang siapa berbuat demikian, niscaya dia tidak akan memperoleh apapun dari Allah. Kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu akan di (siksa) nya. Dan hanya kepada Allah tempat kembali. (al-‘Imran: 28)

 سبب النزول
نزلت هذه الأاية الكريمة فى شأن قوم من المؤمنين كان لهم أصحاب من اليهود كانو يوالونهم فقال لهم بعض الصحابة: اجتنبوا هؤلاء اليهود واحذروا مصاحبتهم لئلا يفتنواكم عن دينكم ويضلواكم بعد إيمانكم فأبى أولئك النصيحة. وبقوا على صداقتهم ومصاحبتهم لهم.

Sebab Turunnya Ayat ini:
                       
Ayat yang mulya ini turun pada waktu perkaranya suatu kaum dari kalangan mu’minin yang pada waktu itu mereka mempunyai beberapa sahabat dari kalangan Yahudi sedangkan mereka menjadikan sahabat mereka (orang-orang Yahudi) tersebut sebagai pemimpin mereka. Kemudian sebagian sahabat dari mereka (orang-orang mu’min) berkata kepada mereka (orang-orang mu’min yang bersahabat dengan Orang-orang Yahudi): “jauhilah oleh kalian, orang-orang Yahudi itu dan hati-hatilah berteman dengan mereka agar mereka tidak menjaukan kalian dari agama kalian dan tidak menyesatkan keimanan kalian”. Kemudian mereka menolak nasehat itu dan tetap berteman dan bersahabat dengan mereka. 
 ●المعنى إلا
نهى الله عزوجل عباده المؤمنين عن موالاة الكافرين أو التقرب إليهم بالمودة والمحبة، أو مصادفهم لقرابة أو معرفة لأنه لاينبغي للمؤمنين أن يوالوا أعداء الله إذ من غير المعقول أن يجمع الانسان بين محبة الله عزوجل وبين محبة أعداءه لأنه جمع بين النقيضين فمن أحب الله أبغض أعداءه فلا يجوز للمسلم أن يوالى غيرالمؤمنين فيتخذ من الكفار الذين يتربصون بالمؤمنين السوء أولياء يصادقهم ويتودد إليهم ويستعين بهم ويترك إخوانه المؤمنين فليس بين الإيمان والكفر نسب وصلة فالأية الكريمة تحذر من موالاة الكافرين إلا فى حال الضرورة وهو حال إتفاء شرهم وتجنب ضررهم أو الخوف منهم فتجاوز موالاتهم بشرطان يقتصر ذلك على الظاهر مع إضمار الكراهية أو البغض لهم فى الباطن. ثم ختمت الأية الكريمة بالوعيد الشديد الذي يدل على عظم الذنب الذي يرتكبه من يخالف أوامر الله ويوالى أعداءه.

  Makna Kata “illa”
Allah ‘Azzawajalla melarang hamba-hambanya orang-orang mukmin berteman dan menolong orang-orang kafir atau mendekati mereka dengan Kasih sayang dan cinta kasih, walaupun  pertemanan itu hanya untuk kedekatan ataupun perkenalan, karena tidaklah pantas bagi seorang mukmin menjadikan musuh-musuh Allah sebagai teman mereka.. Sungguh sesuatu yang tidak masuk akal apabila seorang manusia bisa menyatukan antara kecintaan kepada Allah ‘Azzawajalla dengan kecintaan kepada musuh-musuh-Nya, karena sesungguhnya yang demikian itu adalah mengumpulkan antara dua hal yang bertentangan. Maka barang siapa yang mencintai Allah, maka secara otomatis ia membenci musuh-musuh-Nya. Oleh karena itu, orang muslim tidak diperbolehkan bersahabat dengan orang-orang selain mukmin yang kemudian ia mengmbil (menjadikan) salah satu dari orang-orang kafir yang mempunyai motiv-motiv yang jelek terhadap orang-orang mukmin tersebut sebagai pemimpin-pemimpinnya. Ia (muslim) berteman dengan mereka (orang-orang kafir), memberikan cinat kasihnya dan pertolongannya kepada mereka serta meninggalkan sauadara-saudaranya yang mukmin, padahal tidak ada suatu hubungan dan nasab (keturunan) antara keimanan dan kekafiran.
Maka ayat yang mulya di atas, menyuruh berhati-hati dari pertemanan orang-orang kafir  kecuali dalam keadan darurat yaitu mengantisipasi kejelekan-kejelekan dan mencegah bahaya dari sesuatu yang mengkhawatirkan dari mereka, maka yang demikian itu diperbolehkan dengan dua syarat : pertama, pertemanan itu hanya sebatas dhohir sambil menyimpan kebencian. Kedua, membenci mereka secara batin.
Kemudian ayat ini diakhiri dengan ancaman dahsyat yang menunjukkan atas keagungan dosa tersebut yang diperbuat (dilakukan) oleh orang yang menentang perintah Allah dan berkonsili dengan musekutu-sekutu-Nya.

 لطائف التفسير:   (Intisari-Intisari Tafsir)
 اللطيفة الاول: التعبير بقوله تعالى [ومن يتخذ الكفرين أولياء من دون المؤمنين] للإختصار واستهاجنا بذكره وتقبيحا لهذا الصنيع فموالاة الكافرين من أقبح القبائح عند الله.



  Intisari Pertama:
Sebuah pelajaran dengan firman Allah SWT [dan barang siapa yang menjadikan orang-orang kafir pemimpin melainkan orang-orang yang beriman] untuk mengambil kesimplan dan membangkitkan semangat kita dengan mengingat-Nya  penjelekan terhadap sikap seperti ini, maka persahabatan dengan orang-orang kafir termasuk paling buruknya keburukan menurut Allah.

 اللطيفة الثانيه:  قوله تعالى [فليس من الله فى شيئ[ أي ليس من دين الله أو شرع الله، والتكبر فى شيئ للتحقير أى ليس هذا فى قليل أو كثير من دين الله لأنه جمع بين المتناقضين.

  Intisari Kedua:
Firman Allah SWT [tidak akan memperoleh apapun dari Allah] artinya bukan termasuk dari agama Allah atau syari’at Allah, dan takabbur (sombong) dalam suatu apapun untuk meremehkan, artinya hal ini bukanlah termasuk suatu bagian dari agama Allah yang sedikit  atau banyak karena sesungguhnya yang demikian itu penyatuan antara dua hal yang bertentangan. 

 اللطيفة الثالثة: فى قوله تعالى [إلا أن تتقوامنهم تقة] إلتفات من الغيبة إلى الخطاب: ولو جاء على النظام الاول لكان [إلا أن تتقوا]

  Intisari Ketiga
Di dalam firmn Allah SWT [kecuali karena (siasat) menjaga diri dari sesuatu yang kamu takuti dari mereka] pemblikan dari dhomir ghaib pada dhamir khitab: walaupun telah datang di peraturan pertama maka akan menjadi [kecuali mereka takut].

 اللطيفة الرابعة: إظهار إسم الجلالة مكان الإضمار فى قوله تعالى [وإلى الله الصير] لتربية المهابة والروعة فى النفس والتقديم الخبرعلى المبتداء يفيد الحصر.

  Intisari Keempat
 Jelasnya ismu al-jalalah merupakan tempat prsembunyian di dalam firman Allah SWT [dan hanya kepada Allah tempat kembalinya ] sebagai pendidikan                  dan pemeliharan jiwa dan mendahulukan khabar dari pada mubtada’ fungsinya sebagai penympitan.
احتلف الفقهاء في جوازالإستعانة بالكفار في الحرب علي مذهبين

Perbedaan Fuqaha’ (Ulama’ Fiqih)
Tentang Diperbolehkannya Meminta Pertolongan Kepada Orang-Orang Kafir Dalam Sebuah Peperangan


 Perbedaan Dua Madzhab:
 أ. مذهب المالكية: أنه لايجوزالإستعانة بالكفارفي الغروأخذا بظاهرالأية الكريمة واستدلوا بما ورد في قصة (عبادة بن الصامت) كما وصحها سبب النزول. واستدلوا كذالك بما ورته عاءشة رضي الله عنها أن رجلا منالمشركين كان ذا جراة ونجدة جاء الى النبي صلى الله عليه وسلم يوم بدر يستأذنه في ان يحارب معه فقالصلى الله عليه وسلم له أرجع فلن أستعين بمشرك.

A. Madzhab Al-Maliki
Menurut madzhab ini, bahwasanya tidak diperbolehkan meminta tolong pada orang-orang kafir untuk berperang dengan menisbatkan pada makna dhohir ayat yang mulia danapa yang termaktub dalam sebuah kisah (‘Ubadahbin Shomit) sebagaimana telah dijelaskan sebab turunnya ayat tersebut. Dan telah dinisbatkan juga pada apa yang telah diriwayatkan oleh Sayyidah Aisyah ra. Bahwa, ada seorang laki-laki dari kaum musyrik datang kepada Rasulullah SAW pada waktu perang Badar, meminta izin untuk ikut berperang bersama beliau. Kemudian beliau berkata kepadanya: “Pulang! Sekali-sekali aku tidak akan pernah meminta bantuan kepada orang-orang Musyrik”.

ب. مذهب الجمهور (الشافعية والحنابلة والأحناف): قلوا يجوز الإستعانة بالكفارفى الحرب بشرطين: أولا الحاجة إليهم. وثانياالوثوق من جهتهم, فاستدلوا على مذهبهم بفعل النبيصلى الله عليه وسلم فقد استعان بيهود فينقاح وقسم لهم, واستعان بصفوان بن أمية في هوازن فدل ذالك على الجواز, وقالوا فى الرد على أدلة المالكية أنها منسوخة بفعله صلى الله عليه وسلم و عمله, وقال بعضهم: إن ما ذكره المالكية يحمل على عدم الحجاة أو عدم الوثوق حيث أن النبي صلى الله عليه وسلم لم يثق من جهته,وبذاك يحصل الجمع بين أدلة المنع وأدلة الجواز. 

B. Madzhab Mayoritas Ulama’ (Imam Syafi’i, Hambali dan Hanafi)
Mereka (Imam Syafi’I, Imam Hambali dan Imam Hanafi) mengatakan: “ boleh meminta pertolongan dalam sebuah perang dengan syarat: pertama, karena butuh kepada pertolongan mereka. Kedua, kepercayaan terhadap mereka. dan syarat yang kedua ini elah dinisbatkan pada perbuatan Nabi SAW. Beliau meminta bantuan pada orang Yahudi kemudian beliau memotong-motong ranting dan membagikannya kepda mereka. Beliau  juga meminta bantuan kepada Sofyan bin Umayyah, maka semua itu menunjukkan bolehnya meminta bantuan pada orang-orang kafir  untuk berperang.
Dan mereka mengatakan dengan mengembalikan pada dalil-dalilnya Madzhab maliki bahwa dalil-dalilnya itu mansukh dengan fi’il dan perbuatan Nabi.Sebagian mereka berkata “ sesungguhnya apa yang dikatakan oleh Madzhab Maliki dimaksudkan pada tidak adanya kebutuhan dan tidak adanya kepercayaan dengan kata lain bahwa sesungguhnya Nabi SAW belum percaya kepada mereka. dengan demikian akan menghasilkan penggabungan antara dalil-dalil larangan sekaligus dalil-dalil yang membolehkan.

الحكم الثاني: ما معني التقية وما هو حكمها
قال إبن عباس: التقية أن يتكلم بلسانه وقلبه مطمئن بالإيمان, ولايقتل ولايأتي مأ ثما, وعرف بعضهم التقية بأنها المحافظة على النفس والمال من الأعداء ففيهم ا لإنسان بإظهار الموالاة من غير إعتقاد لها.

 Hukum Kedua Apa maka lafadz “at-taqiyyatu” dan apa hukumnya?
Ibnu Abbas berkata: “at-taqiyyatu yaitu seseorang berkata dengan lisannya sedangkan hatinya teduh dengan iman, dan tidak membunuh dan melakukan dosa. Dan sebagian mereka mengartikan yaitu bahwa sesungguhnya at-taqiyatu itu menjaga jiwa dan harta dari perbuatan buruk para musuh, maka manusia menjaganya dengan menampakkan persahabatan dengan tanpa meyakini (bersugguh-sungguh) pada persahabatan itu. 

الحكم الثالث: هل تجوز تولية الكافر واستعماله في شؤون المسلمين؟
إستدل بعض العلماءبهذه الأية الكريمة على أنه لا يجوز توليةالكافر شيئا من أمور المسلمين ولا جعلهم عمالا ولا خدما, كما يجوز تعظيمهم و توفيرهم في المجلس والقيام عند قدومهم فإن دلالته على التعظيم واضحة, وقد أمرنا باحتقارهم [ إنما المشركون نجس ] [التوبة 28].

 Hukum ketiga: Bolehkah menjadikan orang-orang kafir sebagai teman atau penolong dan memanfaatkannya dalam urusan-urusan orang Islam?

Dalam hal ini sebagian ulama’ merujuk pada ayat yang mulia ini bahwa menjadikan orang kafir sebagai wali untuk suatu urusan yang menyangkut perkara-perkaranya orang muslim itu tidak boleh, begitu juga tidak boleh menjadikan mereka pekerja atau sebagai pembantu. Sebagaimana mengagungkan mereka dan bersikap yang berlebihan di dalam suatu majlis dan berdiri ketika mereka dating, maka sesunguhnya dalil tentang  pengagungan itu jelas. Dan kita telah diperintahkan untuk meremehkan mereka. [sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis].  At-taubah:28

الحكم الرابع: المداراة لأهل الشر والفجور
تجوز مداراة اهل الشر والفجور، ولا يدخل هذا فى الموالاة المحرمة فقد كان علىه الصلاة والسلام بداري الفساق والفجار وكأن يقول { إنا لنبش فى وجوه قوم وقلوبنا تلعنهم} أو كما قال. قال بعضالعلماء: إن كانت فيما لا يؤدي الى ضرر لغير كما أنها لا تخالف أصول الدين فذالك جائز، وإن كانت تؤدى الى ضرر الغير كا القتل واسرقة وشهادة الزور فلا تجوز البتة، والله يهدى من يشاء إلى صراط مستتقيم.







 Hukum Keempat: Sikap yang halus (bujukan) terhadap ahli kejahatan dan kemaksiatan

Bujkan (sikap yang halus) kepada ahli kejahatan dan kemaksiatan hukumnya boleh dan sikap seperti ini tidak termasuk dalam persahabatan yang diharamkan. Nabi SAW bersikap halus kepada orang Fasik dan orang yang maksiat dan beliau bersabda: “hendaknya kita menampakkan wajah kita pada satu kaum sedangkan hati kita melaknatnya” sebagaimana sebagian ulama berkata: “apabila sikap itu tidak untuk mendatangkan kemudharatan (sesuatu yang berbahaya) dengan kata lain, sikap itu tidak bertentangan dengan dasar-dasar agama, maka yang demikian itu diperbolehkan. Dan apabila sikap itu mendatangkan sesuatu yang berbahaya seperti pembunuhan, pencurian dan kesaksian palsu maka yang demikian itu sangat tidak boleh. Dan Allah akan memberi petunjuk pada seseorang yang Dia kehendaki menuju jalan yang lurus.

Tafsir Jalalain Surat At-Taubah Ayat: 60

[ إنما الصدقات ] الزكاة مصروفة [ للفقراء ] الذين لايجدون ما يقع موقعا من كفايتهم [ والمساكين ] الذين ما يجدون ما يكفيهم [ والعاملين عليها ] أى الصدقات من جاب وقاسم وكاتب وحاشر [ والمؤلفة قلوبهم ] ليسلموا أو يثبت إسلامهم أو يسلم نظرواهم أيذبوا عن المسلمين أقسام والأول والأخير لايعطيان اليوم عند الشافعى رضي الله تعالى عنه لعز الإسلام وبخلاف الأخرين فيعطيان على الأصح [وفي] فك [الرقاب] أي المكاتبين [والغارمين] أهل الدين إن استدنوا لغير معصية أو تابوا وليس لهم وفاء أو لإصلاح ذات البين ولو أغنياء [وفي سبيل الله] أي القائمين بالجهاد ممن لا فيئ لهم ولو أغنياء [وإبن السبيل] المنقطع في سفره [فريضة] نصب بفعله المقدر[من الله والله عليم] بخلقه [حكيم] في صنعه فلا يجوز صرفها لغير هاؤلاء ولا منع صنف منهم إذا وجد فيقسمها الإمام عليهم على ااسواء وله تفضيل بعض أحادالصنف على بعض وأفاد ت اللام وجوب إستغراق أفراده لكن لا يجب على صاحب المال إذا قسم لغيره بل يكفي إعطاء ثلاثة من كل صنف ولا يكفي دونها كما أفا دته صيفة الجمع وبينت السنة أن الشرط المعطي منها الإسلام وأن يكون هاشميا ولا مطلبيا.
Tafsirannya:
[Sesungguhnya shodaqah] zakat itu adalah suatu kewajiban yang harus dibayar [kepada orang-orangg fakir] yaitu orang-orang yang tidak mendapatkan nafkah [harta] yang cukup dalam memenuhi kebutuhannya setiap hari [dan orang-orang miskin] yaitu orang-orang yang tidak mendapatkan apa yang mereka butuhkan [dan para pengurus zakat] yaitu orang-orang yang mengumpulkan, membagikan, dan menyebarkan zakat  [orang-orang muallaf yang dibujuk hatinya] untuk menyelamatkan atau menetapkan keislamannya atau menjaga pandangannya terhadap islam dan mereka berhak mendapatkan bagian dari orang-orang islam. Sedangkan yang pertama dan yang terakhir tidak diberikan sekarang untuk kemenangan islam menurut Imam Syafi’I radhiyallahu ‘anhu yang berbeda dengan pendapat yang lain (pendapat yang lebih shah). [dan di dalam] membebaskan [para penulis zakat] yaitu orang yang mendata zakat [dan kepada orang-orang yang berhutang] maksudnya ahli agama yang berhutang untuk keperluan yang bukan kemaksiatan atau orang-orang yang bertobat dari dosa-dosa besar sedangkan mereka tidak mempunyai sesuatu apapun, ataupun digunakan untuk memperbaiki diri setelah bertobat (semisal tazkiyatun-nafs dan semacamnya) walaupun ia termasuk orang yang kaya (tapi harta yang ada hasil dari dosanya sebelum ia bertobat)[dan kepada orang-orang yang berjuang dijalan Allah]yaitu orang-orang yang yang menegakkan jihad di jalan Allah[dan musafir] yang kehabisan bekal sehingga ia herus berhenti ditengah perjalanannya [suatu bagian] yang dibagikan sesuai dengan ketentuan (nishab) [dari Allah dan Allah Dzat yang maha tahu] terhadap ciptaan-Nya [dan maha bijaksana] didalam ciptaan-Nya. Maka pembagian zakat itu tidak diperuntukkan bagi selain mereka (8 golongan yang telah disebut diatas) dan tidak ada larangan untuk membagikannya pada sebagian dari mereka, kemudian seorang Imam (pemimpin) membagikannya secara fifty-fifty dan hendaknya ia melebihkan pada salah satu dari golongan dari pada yang lain. Adapun fungsinya kalimat “اللام ” berfungsi sebagai kewajiban adanya pemisahan individual, hal ini tidak wajib bagi shohibul mal membagikannya pada prang lain akan tetapi cukup diberikan pada tiga orang dari tiap golongan dan tidak memenuhi syarat apabila diberikan pada selain yang tiga tersebut. Sebagaimana fungsinya “صيفة الجمع ”  dan telah dijelaskan di dalam hadits bahwa syarat bagi seorang penerima zakat adalah islam baik Bani Hasyimataupun Bani Mathlabi.     


Tafsir Munir Surat Thaha Ayat: 14-15

[إنني أنا الله] بدل مما يوحى [لاإله إلا أنا] وهذا إشارة للعقائد العقلية[فاعبدنى وأقم الصلاة لذكرى] أي لتذكرنى فى الصلاة لا شمالها على كلامى أو لذكرى إياك بالمدح والثناء أو الإخلاص ذكرى لاتقصد بالصلاة غرضا أخرو وهذا إشارة لللأعمال الفرعية [ إن اساعة أتية ] أى كائنة لابد [ أكاد أخفيها ] أي أكاد أظهرها أى قرب أظهارها ويؤيده قراءة فتح الهمزة أو المعنى أكاد أزيل عنها أخفاءها لأن أفعل قد يأتى بمعنى السلب كقولك أشكلت الكتاب أزلت أشكله وهذا إشارة إلى العقائد السمعية وهذه الثلاثه جملة الدين فإنأصول هذا الباب ترجع إلى ثلاثة: علم المبداء وعلم الوسط وعلم المعاد فعلم المبداء هو معرفة الله تعالى فهوالمراد بقوله تعالى إننى أنا الله لاإله إلا أنا، وعلم الوسط  هو علم العبودية فقوله تعالى فاعبدنى إشارة إلى الأعمال الجسمانية وقوله لذكرى بمعنى لتكون ذاكر إلى غير ناس إشارة إلى الأعمال الروحانية فالعبودية أولها الأعمال الجسمانية وأخرها الأعمال الروحانية وعلم المعاد هو قوله تعالى أن الساعة أتية أكاد أخفيها [لتجزى كل نفس] برة أو فاجرة [بما تسعى] أى بما تعمل من خير أو شر فقوله لتجزى متعلق بأنية أو بأخفيها.   

Tafsirannya:
[Sesungguhnya Aku adalah Allah] yang telah memberi wahyu. [Tiada Tuhan selain Allah] dan ini adalah petunjuk bagi akidah-akidah yang bersifat aqliyah [Maka sembahlah Aku dan dirikanlah sholat untuk mengingatku] atau untuk mengingatku di dalam sholat untuk pengaplikasian terhadap perkataan-Ku atau untuk menyebut-Ku dengan pujian dan kebaikan atau menyebutku dengan ikhlas. Janganlah  kamu jadikan sholat itu untuk tujuan selain itu. Hal Ini merupakan petunjuk untuk perbuatan-perbuatan Far’iyah.[Sesungguhnya hari Kiamat itu akan datang] artinya sesuatu yang mungkin itu pasti akan datang. [Aku merahasiakan waktunya] yang waktunya itu jelas, atau waktu itu telah dekat. Dan dikuatkan dengan bacaan hamzah yang berharkat fathah yang bermakna “akan Aku hapus waktu yang dirahasiakan itu” karena lafadz “af’alu” bermknapeniadaan atau penyangkalan seperti kamu berkata “aku menyamarkan kitab itu” artinya meniadakan bentuknya dan hal ini merupakan petunjuk bagi akidah-akidah yang bersifat sam’iyah. Dan ketiga hal tersebut ( Aqaid-Aqliyah, A’mal-far’iyah dan Aqa’id as-sam’iyah) termasuk kalimat agama.Maka dasar-dasar bab ini kembali pada tiga hal yaitu: Ilmu al-Mabda’(permulan), ilmu al-Wasthu (pertengahan), dan ilmu al-Ma’ad (Akhirat). Adapun ilmu al-Mabda’ (permulaan) itu adalah mengetahui Allah SWT,  maksudnya adalah firman Allah SWT “إنني أنا الله”. Sedangkan Ilmu al-Wasthu (pertengahan) itu adalah ilmu tentang hal ibadah, sebagaimana firman Allah “فاعبدنى ” sebagi suatu isyarat pada perbuatan-perbuatan yang bersifat jasmaniyah, sebagaimana Allah juga berfirman” لذكرى  dengan artian supaya perbuatan-perbuatan yang bersifat jasmani tersebut menjadi pengingat pada selain manusia serta sebagai isyarat menuju perbuatan-perbuatan yang bersifat rohani. Adapun ibadah itu diawali dengan perbuatan jasmani dan diakhiri dengan perbuatan rohani. Sedangkan Ilmu al-Ma’ad (Akhirat) adalah firman Allah SWT “أن الساعة أتية أكاد أخفيها [untuk membalas setiap jiwa] yaitu memberi pahala ataupun ganjaran [dengan apa yang ia perbuat] yaitu sesuatu yang ia kerjakan baik perbuatan baik maupun buruk. Maka firman Allah لتجزى berkorelasi dengan firman-Nya بأنية  atauبأخفيها. (Sayyali).



1 comment:

Copyright © 2013. BloggerSpice.com - All Rights Reserved
Customized by: MohammadFazle Rabbi | Powered by: BS
Designed by: Endang Munawar