Kalam Asy'ariyah



Sebagai suatu faham teologi, keberadaan Asy’ariyyah tidak dapat dipisahkan dari keberadaan faham Muktazilah, qodariyyah, maupun Jabariyyah. Sebab faham-faham tersebut berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Firqoh Muktazilah mempunyai andil besar dalam menumbuhkan faham teologi Asy’ariyyah. Sebab al-Asy’ari sebagai pendiri faham ini dilahirkan, dibesarkan dan dididik dikalangan Muktazilah sehingga beliau menjadi orang kepercayaan dari golongn Muktazilah ini. Sampai pada suatu saat ia merasa ragu terhadap faham yang selama ini dianutnyadan mengeluarkan pendapatnya dan mendirikan faham yang dikenal dan dinisbatkan dengan namanya sendiri. Asy’ariyyah.
Telah dimaklumi bahwa pada masa pemerintahan khalifah al-Makmun, al-Muktasim dan al-Wasik (813-847 M) dari Bani Abbasiyah faham Muktazilah mendapat tempat yang baik dan berkembang pesat. Karena diakui sebagai madzhab pemerintah[1]. Pada mas itu timbul permasalahan apakah al-Qur’an itu diciptaka (makhluq) atau qodim, sehingga timbul dua golongan di satu pihak mengatakan bahwa al-Qur’an adalah diciptakan inilah faham Muktazilah dan di lain pihak mengatakan al-Qur’an adalah Qodim inilah faham ulama-ulama salaf yang berpegang teguh pada al-Qur’an dan Sunnah[2].


[1] Harun Nasution, 1986, Teologi Islam, Jakarta, UI Press, hlm. 61
[2] Hanafi, Teologi Islam, Jakarta, Bulan Bintang, hlm. 64

0 comments:

Copyright © 2013. BloggerSpice.com - All Rights Reserved
Customized by: MohammadFazle Rabbi | Powered by: BS
Designed by: Endang Munawar