PENJAJAHAN BARAT ATAS DUNIA ISLAM DAN PERJUANGAN KEMERDEKAAN NEGARA-NEGARA ISLAM
PENJAJAHAN BARAT ATAS DUNIA ISLAM DAN PERJUANGAN
KEMERDEKAAN NEGARA-NEGARA ISLAM
Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Disusun
Oleh :
Sipa
Nur Pitroh (D.19.24207)
Sugiat
Pramono (D.19.24208)
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ARQAM MUHAMMADIYAH
GARUT
2020
A.
Pendahuluan
Dalam
periodesasi perkembangan sejarah kebudayaan dan sejarah pemikiran Islam yang
diketengahkan oleh Harun Nasution, bahwa perkembangan sejarah islam terdapat
tiga periode yaitu periode klasik (650-1250M), periode pertengahan (1250-1800M),
dan periode modern (1800M).[1]
Periode modern dalam sejarah islam bermula
dari tahun 1800 M dan berlangsung sampai sekarang. Pada periode ini mulai
bermunculan pemikiran pembaharuan terhadap islam. Gerakan pembaharuan itu
paling tidak muncul karena dua hal.
Pertama, timbulnya kesadaran dikalangan ulama bahwa
banyak ajaran-ajaran “asing” yang masuk dan diterima sebagai ajaran islam.
Gerakan ini dikenal sebagai gerakan reformasi. Kedua, muncul kesadaran dari
para tokoh Islam yang pernah belajar dan mengecam atau setidaknya bersentuhan
dengan Barat agar umat islam menjadi kekuatan penyeimbang bagi kemajuan Barat
di berbagai bidang[2].
Adapun
ciri periode modern yaitu dimana seluruh wilayah kekuasaan islam, baik langsung
maupun tidak berada dibawah cengkraman penjajah Barat, dan memperoleh
kemerdekaan kembali pada saat berakhirnya perang dunia kedua.[3]
Setelah jatuhnya tiga kerajaan besar. Yaitu kerajaan
Safawi dihancurkan oleh serangan-serangan bangsa Afghan, kerajaan Mughal yang
dihancurkan Inggris, dan kerajaan Turki Usmani , namun yang terakhir
inipunterus mengalami kemunduran demi kemunduran, sehingga ia dijuluki sebagai “the Sick Man of Europe-orang sakit Eropa”.
[4]Hingga
menyebabkan Eropa mudah untuk menjajah negeri-negeri Islam dengan mudah.
Akibatnya mereka menjadi bertambah maju. Dan dengan mudahnya Napoleon
Bornaparte berhasil menduduki Mesir pada 1789 M sebagai salah satu pusat Islam
terpenting.
1.
RENAISANS DI EROPA
Setelah
Christoper Colombus menemukan benua Amerika (1492 M) dan Vasco da Gama
menemukan jalan ke timur melalui Tanjung Harapan (1498 M), benua Amerika dan
kepulauan Hindia segera jatuh ke bawah kekuasaan Eropa.Perekonomian
bangsa-bangsa Eropa pun semakin maju karena daerah-daerah baruterbuka baginya.
Penemua mesin uap yang kemudian melahirkan revolusi industri diEropa semakin
memantapkan kemajuan mereka. Tekologi perkapalan dan militer berkembang dengan
pesat. Dengan demikian, Eropa menjadi penguasa lautan dan bebas melakukan
kegiatan ekonomi dan perdagangan dari dan ke seluruh dunia.[5]
Negeri-
negeri Islam yang pertama kali jatuh ke bawah kekuasaan Eropa adalah
negeri-negeri yang jatuh dari kekuasaan Kerajaan Usmani. Negeri-negeri Islam
yang pertama dapat dikuasai Barat itu adalah negeri-negeri Islam di Asia
Tenggara di Anak Benua India.
2.
Wilayah Anatolia
Turki
Usmani yang Superpower itu mulai mengalami kekalahan dalam peperangan dengan
Eropa pada abad ke-17, yaitu ketika ekspedisi militernya untuk menguasai Wina
dapat dipatahkan. Kekalahan ini mengharuskan kerajaan Usmani menyerahkan
Hongaria kepada Austria, Padolia kepada Polandia, dan Azov kepada Rusia dalam
perjanjian Carlowitz.[6]
Pada maasa-masa selanjutnya kerajaan ini semakin menyempit daerah kekuasaannya
dengan jatuhnya Crimea ke Rusia (1783) dan Yunani (1829) setelah adanya tekanan
dari aliansi Perancis-Inggris-Rusia dalam perjanjian di Adrianopeles.[7]
Selanjutnya, melalui kongres diplomatikdi Berlin, Serbia memperoleh kemerdekaan
penuh (1878), demikian pula Rumania; Bosnia dan Hosek diserahkan kepada
Austria. Kemudian, sebelum perang dunia pertama, Kubrus, Albania, da Makedonia
juga merdeka.[8]
3.
Mesir
Kekalahan
Turki juga dialami oleh Mesir setelah penguasa negeri ini, Ali Bey, mengijinkan
armada Inggris untuk melintasi laut merah pada tahun 1778.[9]
Kedatangan bangsa Inggris ini mengakibatkan Perancis (yang terlebih dahulu
menanamkan kekuasaan di Mesir) merasa terancam, karena dirasa dapat menggangu
para pedagangnya yang ada di wilayah itu, dan merasa iri karena Inggris akan
dapat memperlancar komunikasinya di India. Oleh karena itu, Perancis
mengirimkan ekspedisinya pada Masa Napoleon, ke Mesir pada 1798 dan berhasil
mendudukinya dalam waktu yang sangat singkat, walaupun kemudian tidak dapat
bertahan lama karena di samping mendapatkan serangan dari Inggris juga karena
mobilitas politik dalam negeri Perancis sendiri sehingga Napoleon harus
meninggalkan Mesir pada 1799 dan digantikan kepada Jendral Kleber[10].
Setelah
kepergian Perancis, Mesir jatuh ke tangan Muhammad Ali (1805‐1848) dan kemudian
diteruskan oleh keturunanya sampai Fuad II (1925‐53). Kendatipun demikan,
Perancis masih mendapatkan keuntungan dari Mesir, terutama setelah dibukanya
terusan Suez pada 1869 di bawah kekuasaan Khadif Ismail. Selanjutnya, “setelah
pemberontakan Urabi Pasha pada 1882, Mesir menjadi protektorat Inggris sampai
dengan 1922[11].
Mesir
mengalami pembaruan besar‐besaran pada abad ke 19 yang mengantarkan negeri ini
kepada kemajuan Barat beserta sistem ekonominya. Bidang pendidikan mendapat
perhatian utama dengan dikirimkannya pelajar Mesir ke Eropa dan
diterjemahkannya literatur modern ke dalam bahasa Arab. Ekonomi Mesir juga
semakin terkait dengan ekonomi Eropa karena orientasi ekspor dan pembiayaan pembangunan. Dominasi Inggris bahkan
masih terus berlangsung dalam bidang pertahanan sampai pada 1952 ketika
Kelompok Perwira berhasil mengubah Mesir menjadi sebuah republic.
4.
Asia Tengah
Hubungan
diplomatik dan komersial antara Rusia dan Asia Tengah pada abad ke enam belas
dan tujuh belas telah berkembang dengan baik. Pada abad berikutnya, Rusia
(sebagai rute dari produk Eropa Barat untuk memasuki Bukhara) dan Turkistan
(sebagai tempat lalu lintas dari produk‐produk India dan Afganistan untuk
diekspor ke Rusia) merupakan dua rute perdagangan penting yang menghubungkan
Rusia dan Asia Tengah. Selanjutnya, pada abad ke sembilan belas, disaat
hubungan dagang antara Rusia dan Turkistan melaju dengan cepatnya, datang
Inggris menjadi saingannya. Hal itu tentu saja menggusarkan Rusia, sehingga
dikirimkanlah komisi‐ komisi untuk mendapatkan informasi dengan detail tentang
Khiva, dan khususnya, Bukhara.[12] Kemudian,
secara bertahap daerah‐ daerah berikut berada di bawah kekuasaan Rusia yaitu
Taskent pada 1865, Samarkand pada 1868, Bukhara pada 1873, Khiva pada 1873,
Merv pada 1874, dan Turkistan. Dengan jatuhnya kota‐kota itu dalam kolonialisme
protektornya, Rusia mendapatkan keuntungan finansial dan dapat melarang
pemerintah atau Amir untuk menjalin hubungan dengan negara‐negara lain.
5.
Persia
Berbeda
dengan daerah‐daerah yang telah disebutkan di atas, Persia dapat bertahan
sehingga tidak ada yang dapat benar‐benar menaklukannya. Kendatipun
demikian, Inggris, Perancis, dan Rusia saling berebut pengaruh. Bagi Inggris
daerah ini sangat penting untuk mempertahankan kekuasaannya di India, demikian
pula untuk Rusia, sangat berarti untuk melangsungkan hubungannya dengan Asia
Tengah.[13] Upaya
mereka itu seolah berhasil sehingga pemerintah Rusia memberikan konsesi kepada
Perancis untuk mengontrol pendapatan bea cukai selama dua puluh empat tahun
pada tahun 1872. Bank pemerintah juga didirikan atas bantuan Inggris pada 1889,
sehingga perusahaan Inggris dapat memonopoli industri tembakau pada 1890.
Sedangkan Rusia mencari keuntungan ekonominya melalui industri penangkapan ikan
di Kaspia pada 1888, mensponsori Bank diskon Persia pada 1891, dan menjadi
investor utama kepada Shah pada 1890‐an.[14]
6.
India
Beberapa
anak benua India dapat dikatakan telah berada dalam kekuasaan Inggris semenjak
Shah Alam dikalahkan dengan jatuhnya daerah Cuhd, Bengal, dan Orissa pada 1806,
bahkan kemudian Delhi pun diserahkannya sehingga Shah Alam sebagai penguasa
berada dalam bayang‐bayang kekuasaan Inggris.[15]
Sikap yang demikian itu dilanjutkan oleh Akbar II (1806‐1837), bahkan kemudian
penguasa Mughal ini diperlakukan sebagai pegawai pensiunan The British East India Company (Perusahaan Inggris‐India Timur).[16]
Akan tetapi Bahedur Shah, penggantinya, (1837‐1858) menolak untuk menyerah
terhadap klaim‐klaim yang disetujui oleh ayahnya, dan East Indian Company
sendiri sedikit demi sedikit membatasi kekuasaannya dan hak‐hak istimewa
Bahadur Shah.
Menurut
Ira M Lapidus, perusahaan dagang Inggris‐India Timur sudah menjalankan usaha
perdagangannya di India sejak tahun 1600. Mereka mendirikan sebuah pabrik di
beberapa wilayah seperti Surat (1612), Madras (1640), Bombay (1674), dan
Calcutta (1690). Usaha perdagangannya adalah mengekspor katun, sutera India,
bahan baku sutera, nila dan rempah serta mengimpor perak dan jenis logam lain
dalam jumlah besar.[17]
Secara
bertahap, perusahaan dagang ini kemudian melibatkan diri dalam sebuah
pemerintahan lokal. Beberapa penguasa lokal dapat dikalahkan dalam
berbagai peperangan yakni Perang Plassey (1757) dan Perang Baksar (1764). Atas
peran Warren Hasting, seorang Gubernur Jenderal Inggris di Bengal, inggris
berhasil membentuk sbuah rezim kesatuan bagi sejumlah pabrik di India yang
menandai awal sebuah imperium Inggris‐India pada 1772.[18]
7.
Afrika
Kemunduran
Islam di Afrika bermula dari jatuhnya benteng pertahanan Islam di Ceuta,
seberang Pulau Gibraltar kepada Portugis pada abad ke lima belas; kemudian
menyusullah bangsa Eropa yang lain mengikuti jejaknya, seperti Inggris,
Belanda, dan Perancis. Kedatangan mereka ini selanjutnya menimbulkan rasa
curiga antara yang satu dengan yang lain. Dalam pada itu, Inggris mengirimkan
ekspedisinya pada abad ke delapan belas untuk menyingkap lebih jauh tentang
benua ini. Sebenarnya di permulaan abad ke sembilan belas, menurut Mahmud,
Afrika Utara, dari Maroko sampai Tripoli masih berada dalam kekuasaan kerajaan
Usmani, sekalipun penguasa lokal sudah lebih independen. Akan tetapi kemudian,
seperti Algeria dikuasai Perancis setelah Abdul Qodir dari Mascara sebagai
dey‐nya dapat dikalahkan pada 1830; penaklukan ini terus diperluas sehingga
pada 1870 seluruh Algeria telah jatuh ke tangannya.[19] Berbeda
dengan Algeria, Tunisia hanya menjadi daerah protektorat Perancis dengan Treaty
di Bando (12 Mei 1881). Keadaan ini mendapatkan protes keras dari Usmani,
demikian juga dari Italia dan Inggris; akan tetapi dengan adanya support Jerman
tidak ada sesuatu yang terjadi.[20] Lain
halnya dengan Algeria dan Tunisia, Perancis baru diijinkan secara resmi di
Maroko pada abad ke dua puluh pada 1912. Walaupun demikian, dominasi asing di
bidang ekonomi telah bercokol sebelumnya, yaitu dengan adanya konvensi Madrid
pada 1880, yang memberikan hak‐hak dengan batasan‐ batasan tertentu kepada
mereka.[21]
Kemerdekaan Negara-Negara Islam
Pemulihan kembali terhadap kejayaan Islam yang
melemah akibat pengaruh dari Barat atau yang disebut dengan usaha atau gerakan
pembaharuan, setidaknya disebabkan dua latar belakang; Pertama, yaitu usaha
purifikasi terhadap ajaran Islam dari pengaruh budaya asing yang menyebabkan
terjadinya kemunduran kemunduran pada dunia Islam. Kedua, adalah mengambil
ide-ide maupun hal-hal yang menyebabkan kemajuan ilmu pengatahuan dari
teknologi yang ada di Barat.[22] Usaha
pembaharuan tersebut juga secara tidak disadari merambah ke wilayah politik,
hal tersebut disebabkan karena Islam juga berkaitan dengan politik. Gerakan Pan
Islamisme yang diglorifikasikan oleh wahabiyah dan sanusiyah dianggap sebagai gagasan
politik yang pertamakali.[23] Akan
tetapi gerakan itu baru disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam yang
sangat terkenal yaitu Jamaluddin al-Afghani.[24]
Selanjutnya
John L. Esposito menerangkan terdapat empat macam respon umat Islam terhadap
pengaruh modernisasi yang berasal dari Barat yakni, menolak, mundur (menarik
diri), sekulerisme dan westernisasi, serta modernisme.[25]
a. Penolakan dan Penarikan Diri
Meskipun
kelompok agama Kristen seringkali dianggap sebagai orang yang beriman, ahl
al-Kitab, kolonialis Kristen Eropa ini dianggap kafir dan musuh Islam. Jika
bertahan dan berjuang terbukti menarik. Hijarah terbukti tidak praktis bagi
kebanyakan orang dank arena kekuatan kemiliteran Eropa unggul, perang suci
pasti akan kalah. Bagi banyak orang pemimpin agama, satu-satunya alternatif
adalah menolak berhubungan dengan kelompok kolonial tersebut, sekolah dan
lembaga-lembaga mereka. Kerjasama dalam bentuk apa pun dianggap menyerah atau
berkhianat.[26]
b. Sekulerisme dan Westernisasi
Respon kaum muslim terdapat perbedaan terhadap
kemajuan Barat. Sebagian mengajak orang agar menolak dan bertahan, sedangkan
sebagian lagi memiliki semangat untuk belajar dan menyaingi Eropa-Barat untuk
menjadi modern. Para penguasa Muslim berkiblat ke Barat untuk mendongkrak
progam modernisme politik, ekonomi dan militer dengan merujuk pada kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berasal dari Eropa. Mereka menjadi kekuatan
penyeimbang bagi Barat, merestrukturisasi militer juga birokrasi modern secara
sangat baik, dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang terkait dengan
persenjataan modern. Mereka juga mendatangkan para pendidik dari
sekolah-sekolah Eropa. Selain itu, juga dilakukan mengirim pendidik ke Eropa,
yang bertujuan untuk dapat belajar bahasa, ilmu pengetahuanm juga politik. Juga
mendirikan pusat-pusat penerjemahan penerbiatan dalam rangka menerjemahkan dan
menerbitkan karya-karya yang berasal dari Barat. Akibat semua itu maka muncul
kaum elite baru ditubuh umat Islam sehingga memunculkan dua pandangan yang
berbeda yaitu minoritas elite modern yang terbaratkan dan mayoritas tradisional
yang berpegang pada ajaran agama Islam.[27]
c. Modernisme Islam
Respon lain kaum muslim terhadap tantangan
kemajuan Barat, yaitu melakukan gerakan modernisme Islam. Tujuan bentuk respon
ini yaitu sebagai pemersatu antara orang-orang Islam tradisional dengan para
pembaharu sekuler yang berbeda dalam hal pemikiran tentang cara merespon kemajuan
Barat. Modernisme Islam sesungguhnya memiliki sikap yang ambigu terhadap
kemajuan Barat dimana disatu sisi mereka cukup responsibility, sedangkan disisi
lain mereka juga menolak Barat. Dalam hal ini mereka mengagumi dan
mengungkapkan agar menerima Eropa yang memiliki kekuatan, kecanggihan
teknologi, juga ide politiknya tentang kebebasan, keadilan, akan tetapi perlu
dipadukan dengan sintesis Islam; Sedangkan disi lain mereka melarang keras
peniruan ke masa lalu secara membabi buta; dan mengukuhkan kembali hak-hak
mereka untuk menafsirkan kembali Islam (ijtihad) dari sudut pandang kondisi
modern; dan berusaha memberikan alasan yang berdasarkan Islam bagi pembaruan
pendidikan, hukum dan sosial guna membangkitkan kembali umat Islam yang mandek
dan tak berdaya[28].
Daftar Pustaka
AL-RISALAH Jurnal Kajian Hukum Islam dan Sosial Kemasyarakatan
| Vol.11 no.1,Juni 2011
Al-Adyan,
P-ISSN: 1907-1736, E-ISSN: 2685-3574
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/alAdyan Volume 14, Nomor 1,
Januari-Juni, 2019 DOI: https://doi.org/10.24042/adyan.v14i1.4484
[1] Lihat Harun
Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I, (Jakarta: UI Press,
1985), h. 56.
[2] Badri Yatim,
Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2001), h. 173.
[3] Akan tetapi John Obert Voll menganggap
bahwa abad ke 18 atau periode modern (sebagaimana perspektif Harun Nasution)
sering dipandang sebagai “abad kegelapan” sejarah Islam. (Lihat John Obert
Voll, Politik Islam: Kelangsungan dan Perubahan di Dunia Modern, terj. Ajat
Sudrajat (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), h. 59.
[6] Ibid., hal. 15
[7] P.M. Holt, dkk (Ed), The Cambridge History of
Islam, (Cambridge University Press, 1977), Volume IB. hal. 677.
[8] Ahmad Syalabi,
Mawsuah al‐Tarikh al‐Islami, Kairo, al‐Nahdiah al‐ Mishriyyah, 1972, jilid V.
hal. 560‐561.
[9] Brocelmen Car, History of the
Islamic Peoples, diterjemahkan oleh Jol Carmichael dan Moshe Perlmenn, (London
and Henly, Rouledge & Kegen Paul, 1979), hal 347.
[11] Clifford Edmund
Boswoth, The Islamic Dynasties (Endinburgh: Endinburgh University Press, 1967).
hal. 68
[12] P.M. Holt, dkk
(Ed), The Cambridge History of Islam (Cambridge: Cambridge University Press,
1970), Volume IA. hal 508‐509
[13] P.M. Holt, dkk
(Ed), The Cambridge History of Islam (Cambridge: Cambridge University Press,
1977), Volume IB, hal 687
[14] Ira M Lapidus, A
History of Islamic Societies, (Cambridge: Cambridge University Press, 1988),
hal 573‐574.
[15] S.M Ikram, Muslim
Civilization in India, (New York & London: Columbia University Press,
1964), hal 286.
[18] Ibid., hal 715
[19] Mahmud Sayyid
Fayyaz, A Short History of Islam, (Karachi‐London Dacca, Oxford University
Press: 1960), hal 591
[21] Holt, hal 321.
[22] Yang pertama yaitu gerakan Wahabiayah yang dipimpin Muhammad ibn Abd
al-Wahab (1703-1787) di Arab Saudi, Syah Waliyullah (1703-1762) di India, dan
Sanusiyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi. Sedangkan
yang kedua, dapat dilihat dari fenomena pengutusan pelajar muslim oleh pimpinan
Turki Usmani dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menuntut ilmu pengetahuan
lalu kemudian dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke
dalam bahasa Arab. Lihat Badri Yatim, Sejarah Peradaban …., h. 184
[24] Menurut L. Stoddard, bahwa orang yang menyadari sepenuhnya akan
dominasi Barat dan bahayanya pertamakali adalah Jamaluddin al-Afghani.
Karenanya al-Afghani mengabdikan dirinya dan mengingatkan hal tersebut kepada
umat Islam agar berusaha secara teliti dalam hal pertahanan dengan cara
meninggalkan menjauhi bentuk-bentuk pertikaian dan seharusnya berjuang secara
bersama-sama, ia juga berusaha mengglorifikasikan spirit lokal dan nasional
pada negeri-negeri kaum muslim. Lihat L. Stoddard, Dunia Baru….., h. 184
[25] John L. Esposito, Ancaman Islam, h. 65. Sedangkan menurut John Obert
Voll bahwa ada tiga kerangka besar. Pertama, terpusat disekitar usaha-usaha
kaum westernis adaptsionis. Kedua, dimulai dengan bentuk reaksi militant abad
ke18 terhadap ekspansi Eropa dan kemudian setelah menerima kekalahan, melakukan
usaha-usaha reorientasi. Ketiga, kelangsungan bentuk aktivitas abad ke-18, yang
didominasi oleh Barat untuk sementara waktu tetapi akhirnya dipengaruhi oleh
pemrintah Eropa. Lihat John Obert Voll, Politik Islam….., h. 195. Bandingkan
dengan Issa J. Boulata, Trend and Issues in Contemporary Arab Though, terj.
Imam Khori (Yogyakarta: LkiS, 2001), h. 82.
0 comments: