MAKSIMISASI LABA DAN PENAWARAN
BAB
I
PENDAHULUAN
Perusahaan merupakan perhimpunan individu yang mengoordinasikan
diri mereka sendiri untuk mengubah masukan menjadi keluaran. Individu yang berbeda
akan menyediakan jenis
masukan yang berbeda, seperti keterampilan
dan berbagai peralatan modal, dengan
harapan dapat memperoleh imbalan dari melakukan hal tersebut. Oleh karena itu, perusahaan diasumsikan memiliki
tujuan utama yaitu memaksimumkan labanya. Hal
ini dilakukan untuk memenuhi harapan
dari setiap individu dalam perusahaan
tersebut. Perusahaan yang memaksimumkan laba adalah perusahaan
yang memilih baik masukan maupun keluaran dengan tujuan tunggal untuk mencapai
laba ekonomi maksi-mum, yaitu perusahaan menjadikan selisih antara pendapatan
total dan biaya ekonomi total sebesar mungkin (Nicholson 1995). Agar tujuan suatu perusahaan
tercapai, perusahaan tersebut harus mampu
bersaing dengan perusahaan lain dalam suatu pasar. Daya saing pada tingkat mikro
sering diartikan sebagai:
1. Kemampuan suatu perusahaan
menguasai, meningkatkan, dan mempertahankan suatu posisi pasar.
2 Kemampuan suatu perusahaan
mengatasi perubahan dan persaingan pasar
dalam memperbesar dan mempertahankan
keuntungannya, pangsa pasar, dan/atau ukuran bisnisnya.
3 Kapasitas menjual produk secara
menguntungkan.
Persaingan merupakan suatu proses dinamik yang dilakukan
antarperusahaan atau penjual
dengan tujuan memenangkan per-saingan
(Indiastuti 2011). Masalah keputusan setiap perusahaan dalam memaksimumkan laba adalah menentukan berapa
jumlah barang yang tepat yang harus diproduksi
sehingga laba ekonomi yang diperoleh
optimum. Secara empiris,
strategi yang digunakan perusahaan dalam menentukan jumlah barang yang diproduksi agar dapat bersaing di pasar perlu diperhitungkan karena memiliki
kemungkinan untuk memengaruhi harga dan
ekuilibrium pasar. Prinsip ekonomi mikro dalam
area manajemen telah banyak memberi
tuntunan dalam penentuan harga agar
keuntungan maksimum (Misanam 2007). Tulisan
yang dibuat berdasarkan paper Keen
dan Standish (2006) ini akan menambah referensi mengenai penentuan tingkat produksi agar keuntungan maksimum,
khususnya saat setiap perusahaan dalam pasar oligopoly menanggapi strategi perusahaan
saingannya. Penanggapan strategi yang dimaksud
adalah dengan menganggap tingkat produksi
perusahaan lawan tidak lagi konstan. Secara
matematis pernyataan di atas setara dengan mengatakan bahwa laju perubahan
jumlah produk perusahaan terhadap jumlah produk perusahaan tidak sama dengan nol.
BAB
II
PEMBAHASAN
Sifat Alamiah perusahaan
Perusahaan adalah setiap institusi yang mengubah input menjadi output.
Dalam proses ini, berbagai individu menawarkan bermacam-macam tipe input,
seperti keahlian tenaga kerja dan peralatan modal kedalam proses output, dan
mereka mengharapkan menerima berbagai bentuk balas jasa atas apa yang telah
diberkannya. Hubungan diantara para penyedia input-input ini dialam sebuah
perusahaan cukup rumit. Setiap penyedia input setuju menyerahkan input kedalam
proses kedalam proses produksi dan mengetahui bagaimana inputnya tersebut akan
digunakan dan keuntungan apa yang akan ia terima. Pada beberapa kasus, hubungan
ini secara ekspilisit dibuat dalam bentuk kontrak. Para pekerja sering
menegosiasikan kontrak secara spesifik perihal berapa jam tenaga kerjanya yang
akan digunakan, aturan ketenaga kerjaan apa yang akan ia ikuti, dan pada
tingkat berapa upah akan diterima. Begitu pula, pemilik modal menanamkan
investasi pada perusahaan dengan sebuah perjanjian legal secara eksplisit
tentang bagaimana modalnya akan digunakan dan berapa imbalan yang akan
diterimanya. Selain penerapan
perjanjian formal ini, terdapat lebih banyak lagi hubungan yang bersifat
implisit antara penyedia input dengan perusahaan. Misalnya manajer dan pekerja
mengikuti prosedur tertentu dalam membuat keputusan produksi, dan dalam
prosedur tersebut terdapat berbagai pemahaman implisit tentang siapa yang
memiliki otoritas untuk melakukan apa
dalam kegiatan produksi. Pemilik modal sering memberikan wewenang sepenuhnya
kepada manajer dan pekerja untuk membuat keputusan atas nama mereka.
Seluruh hubungan eksplisit dan implisit antara penyedia input ini akan akan
berubah sepanjang waktu sebagai reaksi atas pengalaman dan peristiwa diluar
perusahaan, demikian pula perusahaan akan mengubah sifat alamiah organisasi
internalnya sebagai upaya memperoleh hasil jangka panjang yang lebih baik.
Tujuan Perusahaan
Hubungan yang
rumit antara penyedia input dengan perusahaan merupakan permasalahan bagi para
ekonom yang ingin membuat generalisasi teori tentang perilaku perusahaan.
Karena itu, sebagian besar ekonom memperlakukan perusahaan sebagai sebuah unit
pembuat keputusan tunggal yaitu sebuah pendekatan yang menghapuskan seluruh
masalah perilaku yang kompleks mengenai hubungan antara pekerja dengan pemilik
modal. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa keputusan perusahaan dibuat oleh
manajer tunggal yang bersifat diktator yang secara rasional berusaha mengejar
beberapa tujuan yaitu pemaksimuman laba ekonomi perusahaan.
Maksimisasi Laba
Tujuan perusahaan adalah maximize profit, artinya perusahaan akan menghasilkan
kuantitas yang memaksimalkan perbedaan antara pendapatan total dan biaya
total (dengan mengasumsikan bahwa pendapatan total lebih besar dari biaya
total, TR>TC).
Profit adalah selisih antara
penerimaan total (TR) dan biaya total (TC). Penerimaan total adalah jumlah yang
diterima dari penjualan produk (PxQ). Biaya total adalah jumlah dari biaya
tetap (FC) dan biaya variabel (VC).
Konsep Marjinal
Perusahaan adalah pencari laba maksimum, mereka akan membuat keputusan
berdasarkan konsep marjinal. Manajer – pemilik akan menyesuaikan segala sesuatu
yang dapat diatur sampai tidak mungkin lagi terjadi peningkatan laba. Manajer
akan melihat, misalnya laba tambahan (atau marjinal) dari produksi satu unit
output lagi, atau tambahan laba dari penggunaan tambahan satu unit tenaga
kerja. Sepanjang penambahan laba ini positif, manajer akan memutuskan untuk
memproduksi tambahan output atau mempekerjakan tambahan tenaga kerja. Ketika
tambahan laba dari aktivitas produksi menjadi nol, manajer akan mempertahankan
aktivitasnya karena tidak lagi menguntungkan bila menambah produksi.
Keputusan Output
Kita dapat menunjukan hubungan antara maksimisasi laba dengan konsep
marjinal secara langsung dengan melihat tingkat output yang akan dipilih untuk
diproduksi. Perusahaan menjual tingkat output , q, dan dari penjualannya
perusahaan menerima penerimaan, R (q). Jumlah penerimaan yang diperoleh
tergantung pada berapa banyak output yang terjual dan pada harga berapa output
tersebut terjual. Demikian juga untuk menghasilkan q, diperlukan biaya ekonomi
tertentu, TC (q), yang juga akan tergantung kuantitas yang diproduksi. Laba
ekonomi (π) didefinisikan sebagai
Untuk memutuskan berapa banyak output akan di produksi, perusahaan akan
memilih kuantitas produksi ketika laba ekonomi paling besar. Proses ini
diilustrasikan pada gambar dibawah ini.
Aturan Penerimaan Marjinal dan Biaya Marjinal
Penerimaan marjinal adalah penerimaan tambahan yang diterima perusahaan
ketika perusahaan menjual satu unit output tambahan. Untuk memaksimumkan laba,
perusahaan seharusnya menghasilkan tingkat output dimana penerimaan marjinal
dari hasil tambahan penjualalan satu unit outputnya adalah tepat sama dengan
biaya marjinal untuk menghasilkan unit output tersebut. Lebih ringkasnya :
Penerimaan Marjinal =
Biaya Marjinal
Atau
MR = MC
Perusahaan dapat
menentukam laba maksimumnya dengan memulai pada tingkat output nol dan secara
konseptual meningkatkan output sebesar satu unit pada satu saat tertentu.
Sepanjang penerimaan marjinal melebihi biaya marjinal, perusahaan seharusnya
terus meningkatkan tingkat output setiap tambahan unit yang diproduksikan akan
memberikan suatu tambahan pada laba totalnya. Namun demikian, perusahaan dapat
terdorong untuk meningkatkan produksi terlalu jaug. Pada akhirnya biaya
marjinal akan mulai meningkat. Setelah biaya marjinal sama dengan penerimaan
marjinal, perusahaan tidak perlu lagi melakukan tambahan produksi. Kenaikan
output selanjutnya akan mengurangi laba karena biaya untuk menghasilkan lebih
banyak output akan melebihi jumlah penerimaan yang dihasilkan. Kapanpun kondisi
permintaan ataupun biaya berubah, perusahaan dapat melakukan eksperimen dengan
kosep yang sama dan kemudian memutuskan tingkat output yang memaksimumkan laba
baru.
Konsep Marjinal dalam Pilihan
Input
Aturan keputusan marjinal yang serupa diterapkan pula pada pilihan input
perusahaan. Penambahan unit tenaga kerja, misalnya mamerlukan kenaikan biaya,
dan maksimisasi laba perusahaan harus menyeimbangkan antara biaya tambahan
tersebut dengan peneriman tambahan yang diperoleh dari penjualan output yang
dihasilkan oleh tambahan tenaga kerja.
Penerimaan Marjinal
Penerimaan marjinal adalah penerimaan dari penjualan tambahan satu unit
output yang relevan dengan tujuan maksimisasi laba perusahaan. Jika sebuah perusahaan
dapat menjual seluruh outputnya tanpa mempengaruhi harga pasar (yaitu, jika
perusahaan tersebut merupakan penerima harga(price taker)), tentu saja harga pasar akan merupakan tambahan
penerimaan yang diperoleh dari penjualan tambahan satu unit input. Dengan kata
lain, jika sebuah keputusan output perusahaan tidak mempengaruhi harga pasar,
penerimaan marjinalnya adalah sama dengan tingkat harga. Untuk perusahaan yang keputusan outputnya
tidak mempengaruhi harga pasar, dapat mendapatkan rumus
MR = P
Penerimaan Marjinal untuk Kurva permintaan dengan Slope Menurun
Perusahaan mungkin tidak selalu dapat melihat keseluruhan penerimaan
marjinal pada tingkat harga pasar yang berlaku. Jika perusahaan memperlihatkan
kurva permintaan menurun untuk produknya, perusahaan dapat menambah
penjualannya hanya dengan mengurangi tingkat harga jual. Ketika penjualan satu
unit lagi menyebabkan harga pasar turun, penerimaan marjinal akan lebih kecil
dari pada harga pasar.
MR < P
Perusahaan yang harus mengurangi tungkat harga agar dapat menjual lebih
banyak produknya (yaitu, perusahaan yang
memperlihatkan kurva permintaan dengan slope menurun) harus memperhitungkan
kenyataan ini dalam memutuskan bagaimana memperoleh laba maksimum.
a.
Penerimaan Marjinal dan
Elastisitas Harga
Konsep elastisitas harga
permintaan (eQ,P), didefinisikan sebagai :
eQ,P =
Meskipun konsep ini berhubungan dengan permintaan pasar secara keseluruhan
terhadap suatu produk (Q), definisi tersebut dapat digunakan pada kasus
permintaaan yang dihadapi perusahaan secara individual. Kita mendefinisikan
elastisitas permintaan untuk output perusahaan tunggal (q) sebagai :
eq,P =
dimana P sekarang merupakan tingkat harga
dimana output perusahaan dijual.
Hubungan antara Penerimaan Marjinal dan
elastisitas
Kurva Permintaan
|
Pendapatan Marjinal
|
Elastis (
Elastis Uniter (
Inelastis (
|
MR > 0
MR = 0
MR < 0
|
Pengeluaran total terhadap suatu barang (P.q) sekarang adalah penerimaan
total untuk perusahaan tersebut. Jika permintaan yang dihadapi perusahaan
inelastis (0>
> -1 ) , kenaikan harga akan
meningkatkan penerimaan total. Tetapi jika penerimaannya elastis (
< -1 ), kenaikan arga akan
mengakibatkan penerimaan total yang lebih kecil.
Jika permintaan bersifat elastis (
< -1 ) penurunan harga
akan meningkatkan kuantitas terjual sampai penerimaan total meningkat. Jika
penerimaannya inelastis (0>
> -1), penurunan harga
meskipun diikuti kuantitas terjual yang lebih besar akan mengurangi penerimaan
total
Kurva Penerimaan Marjinal
Kurva penerimaan marjinal adalah sebuah kurva yang menunjukan hubungan
antara kuantitas penjualan perusahaan dengan penerimaan yang dihasilkan oleh
unit terakhir yang terjual. Diturunkan dari kurva permintaan . Setiap kurva permintaan mempunyai kurva penerimaaan
marjinal yang berhubungan dengan kurva penerimaan tersebut. Kadang-kadang lebih
mudah memikirkan kurva permintaan sebagai kurva penerimaan rata-rata karena
menunjukan penerimaan perunit (dengan kata lain, harga) pada berbagai pilihan
output yang dibuat perusahaan. Kurva penerimaan marjinal, disisi lain menunjuka
penerimaan tambahan yang dihasilkan oleh unit terakhir yang terjual.
Pergeseran pada
Kurva Permintaan dan Kurva Penerimaan Marjinal
Kemungkinan
pergeseran kurva permintaan karena perubahan berbagai factor seperti
penerimaan, harga barang lain, atau pun preferensi. Kapan pun kurva permintaan
bergeser, kurva penerimaan marjinal yang berhubungan dengan kurva permintaan
ikut bergeser. Pada analisi berikutnya, kita akan tetap menggunakan bermacam
macam factor yang menggeser kurva penerimaan marjinal sebagai mana telah kita
pelajari pada masalah perubahan permintaan.
Alternatif untuk
Memaksimumkan Laba
Perusahaan
mungkin tidak selalu memiliki cukup informasi tentang permintaan atau harga
untuk menghasilkan analisis secara tepat yang diperlukan untuk maksimisasi
laba. Kemungkinan ini telah menyebabkan para ekonom menguji sejumlah
kemungkinan adanya tujuan tujuan lain yang mungkin tidak terlalu sulit untuk
dicapai perusahaan. Dua dari tujuan tujuan ini adalah maksimisasi penerimaan
dan penentuan harga markup. Dua hal ini akan lebih mudah diuji dengan alat alat
yang telah Anda ketahui.
Maksimisasi
Penerimaan
Maksimisasi
penerimaan adalah tujuan bagi perusahaan dimana mereka bekerja untuk memaksimumkan
penerimaan totalnya dan bukan memaksimumkan laba. Salah satu alternative dari
maksimisasi laba perusahaan adalah maksimisasi penerimaan ( revenuc
maximization ). Tujuan ini untuk pertama kalinya di perkenelkan oleh
William J.Boumol, yang meneliti bahwa sebagian besar insentif manajerial
berkaitan dengan peningkatan penerimaan hasil penjualan dan bukan peningkatan
laba. Misalnya, gaji yang lebih tinggi di bayarkan kepada manajer perusahaan
perusahaan terbesar ( dengan nilai volume penjualan tertinggi ) dan bukan
kepada manajer perusahaan yang paling menguntungkan. Dalam kurun waktu terahir
ini, sejumlah perusahaan konsultan manajemen telah menekankan perlunya
perusahaan untuk memaksimumkan “ pangsa pasar “ merka sebagai cara untuk
melindungi perusahaan tersebut dari tingkat persaingan pasar yang tidak pasti.
Dalam bentuk yang sederhana, ide tersebut menyatakan bahwa jika perusahaan
mendapatkan cukup penerimaan dari hasil penjualan, tingkat laba tentu saja akan
mengikuti karena perusahaan akan memiliki kontrol terhadap tingkat harga.
Meskipun, seperti yang akan kita lihat pada bab bab berikutnya, pandangan ini
tidak sepenuhnya tepat.
Penetapan Harga
Markup
Penetapan harga
markup adalah menentukan harga jual suatu barang dengan menambahkan persentase
tertentu terhadap biaya rata rata produksi. Meskipun perusahaan bertujuan
mencari laba, mereka sering menggunkan metode yang sangar berbeda daripada apa
yang telah digambarkan pada analisis kita. Metode paling umum dari teknik
manajemen untuk mencari laba adalah penetapan harga markup ( markup pricing
) bagian ini membandingkan antara teknik harga markup dengan model maksimisasi
laba yang telah kita pelajari.
Teknik harga
markup bekerja dengan mekanisme berikut. Pertama manajemen menghitung rata
rata biaya total produksi pada tingkat
output normal. Biaya ini kemudian ditambah dengan “ markup “ laba untuk
mendapatkan harga jual barang tersebut. Biasanya markup laba merupakan
persentase tetap dari biaya rata rata, yang berarti harga jualnya merupakan
sejumlah perkalian dari biaya rata rata. Dengan markup sebesar 50
persen, misalnya, perusahaan akan menetukan harga barang mereka 1,5 kali rata
rata biaya total. Tidak seperti halnya maksimisasi penrimaan perusahaan, perusahaan
yang menggunakan strategi harga markup jelas akan memperhatikan biaya
biaya. Tetapi apakah secara actual perusahaan ini berarti memaksimumkan
labanya?
Perbedaan pertama
antara maksimisasi laba dengan penetapan harga markup adalah pada
awalnya perusahaan perlu menggunakan biaya marjinal untuk kalkulasinya,
kemudian merka perlu menggunakan biaya total rata rata. Seperti telah kita
lihat pada bab 6, jika perusahaan menghasilkan output pada titik terendah kurva
biaya total rata rata, biaya total dan biaya rata rata adalah sama. Penetapan
harga markup dan maksimisasi laba, paling tidak memandang sisi biaya
pada kalkulasinya, mungkin tidak terlalu berbeda pada kasus ini, khususnya jika
perusahaan memiliki kurva biaya total rata rata jangka panjang berbentuk
horizontal sepanjang rentang tingkat output yang lebar.
Perbedaan kedua
antara perilaku maksimisasi laba dengan penetapan harga markup adalah
bahwa harga markup terlihat tidak memperhitungkan permintaan. Seseorang
pemaksimisasi laba, seperi telah kita perlihatkan, harus memperhitungkan
penerimaan marjinal dari penjualan suatu unit tambahan output. Perusahaan yang
menggunakan markup pada biaya rata rata tidak mempertimbangkan hal
tersebut. Hanya jika markup perusahaan dalam beberapa hal dipengaruhi oleh
permintaan, maka penentuan harga markup akan sesuai dengan model
maksimisasi laba.
Beberapa hasil
pengamatan memperlihatkan bahwa perusahaan perlu benar benar mempertimbangkan
sisi permintaan ketika memutuskan markup. Misalnya, toko kebutuhan siselalu
tersedia, seperti makanan khas ataupun obat demam, daripada barang barang
keperluan harian seperti susu atau minuman ringan yang dapat dibeli di setiap
tempat. Hotdog yang dijual pada saat pertandingan bola atau yang di jual
di taman taman hiburan biasanya memiliki harga harga yang lebih tinggi hotdog
yang dijual oleh penjual di pinggir jalan. Hal ini mungkin mencerminkan
ketersrdiaan pilihan yang lebih besar bagi konsumen untuk konsumsi hotdog yang
disediakan di pinggir jalanan.
Secara lebih
umum, markup terlihat mencerminkan adanya siklus bisnis markup
menjadi lebih tinggi ketika bisnis mengalami puncaknya daripada ketika ekonomi
sedang resesi. Seluruh kenyataan ini memberikan makna bahwa markup
menjadi lebih tinggi ketika permintaan kurang elastic daripada ketika
permintaan lebih elastic. Inilah tepatnya apa yang dimaksudkan oleh model
maksimisasi laba.
Penawaran Jangka
Pendek oleh Perusahaan Penerima Harga
Keputusan
penawaran jangka pendek oleh perusahaan penerima harga merupakan ilustrasi
akhir dan paling penting mengenai asumsi maksimisasi laba. Analisis kita
mengarahkan kita secara langsung kepada studi mengenai penawaran pasar dan
penentuan harga yang akan kita pelajari pada bab berikutnya. Disini kita akan
memfokuskan hanya pada keputusan maksimisasi perusahaan tunggal.
Keputusan
Maksimisasi Laba
Dari definisinya,
keputusan output perusahaan penerima harga tidak akan berdampak pada harga
produknya. Pada kasus ini, seperti talah kita bahas pada awal bab ini, harga
pasar juga merupakan penerimaan dari penjualan satu unit tambahan output. Tidak
masalah berapa banyak output yang dijual perusahaan, jumlah output tidak
berdampak terhadap harga. Dengan asumsi perusahaan ingin memaksimumkan laba,
perusahaan akan menetapkan besarnya output ketika biaya marjinalnya sama dengan
harga. Kurva biaya marjinal jangka pendek akan relevan dengan keputusan ini.
Bukti geometris
bahwa laba adalah maksimum pada q* akan malalui proses sebagai berikut. Pada
tingkat output yang lebih rendah dari pada q*, harga (P*) akan melebihi biaya
majinal jangka pendek. Pengurangan output dibawah q* akan melebihi biaya
marjinal jangka pendek. Pengurangan output dibawah q* akan menurunkan
penerimaan lebih besar dari pada biaya, dan laba akan menurun. Pada tingkat
output yang lebih besar dari q*, biaya marjinal akan melebihi P*. Oleh karena
itu, memproduksi lebih besar dari q* akan menyebabkan peningkatan daya yang
lebih cepat daripada peningkatan
penerimaan, sehingga laba akan turun. Hal ini berarti bahwa jika perusahaan
memproduksi lebih besar atau lebih sedikit dari tingkat q*, labanya akan lebih
rendah. Hanya pada q* laba akan mencapai maksimum. Nilai total dari laba ini
ditentukan oleh daerah P*EFA yaitu, laba total yang dapat diperoleh dengan
mengalikan laba per unit (P*-A) dengan tingkat output q* yang dipilih
perusahaan. Untuk setiap tingkat harga yang lain, laba total dapat dicari
dengan laba yang sama,meskipun hal ini tidak terlihat secara eksplisit pada
tingkat harga lain pada gambar tersebut.
Kurva Penawaran
Perusahaan
Kurva penawaran
jangka pendek perusahaan yaitu hubungan antara harga dan kuantitas yang
ditawarkan oleh perusahaan dalam jangka pendek. Bagian yang memiliki slope
positif pada kurva baya marjinal jangka pendek merupakan kurva penawaran jangka
pendek perusahaan (firm’s short-run supply curve) untuk perusahaan
penerima harga. Hal ini karena kurva tersebut menunjukan seberapa besar
perusahaan akan memproduksi output pada setiap kemungkinan harga pasar. Pada
tingkat harga yang lebih tinggi dari pada P**, misalnya, perusahaan akan
memproduksi q** karena perusahaan menemukan bahwa biaya marjinal pada q** akan
lebih tinggi.pada harga P***, di pihak lain, perusahaan akan memilih untuk
memproduksi output lebih rendah (q***), karena hanya tingkat output lebih
rendah yang akan menimbulkan biaya marjinal lebih rendah untuk menyesuaikan
dengan penurunan harga ini. Dengan melihat seluruh kemungkinan harga yang
dihadapi perusahaan, kita dapat melihat
dari kurva biaya marjinal berapa banyak output yang seharusnya
ditawarkan perusahaan pada setiap tingkat harga.
Maksimisasi Laba
dan Insentif Manajer
Sampai sejauh ini
kita cenderuyng menganggap si pemilik perusahaan (yaitu, pemilik modal usaha)
juga sebagai manajer yang membuat seluruh keputusan perusahaan. Pendekatan ini
membuat asumsi maksimisasi laba secara intuisi cukup beralasan seorang pemilik
yang memaksimumkan laba akan berusaha membuat sebesar mungkin penerimaan yang
dihasilkan dari investasinya. Maka, asumsi maksimisasi laba pada umumnya sesuai
dengan pendekatan perilaku maksimisasi utilitas sebagaimana telah kita pelajari
pada bab awal.
Namun demikian,
pada banyak kasus, pada manajer bukanlah pemilik perusahaan yang mempekerjakan
mereka. Melainkan, manajer tersebut dipekerjakan oleh pemilik modal untuk
bertindak sebagai “agen”nya dalam pembuatan keputusan. Artinya pemilik
menyerahkan kekuasaan pengambilan keputusan kepada manajer, dan mengharapkan
manajer memeksimumkan laba. Pada bagian ini kita akan membahas hubungan
prinsipa-agen (principal-agent relationship).
Adam Smith
mempelajari konflik dasar antara pemilik usaha dengan manajer. Dalam Wealth of
Nations ia mengamati bahwa “ para direktur… perusahaan, yang menjadi manajer
untuk uang orang lain yang bukan miliknya, tidak dapat diharapkan dengan baik
bahwa mereka akan menjaga perusahaan dengan kewaspadaan yang sama besarnya
dengan si pemilik. Hasil pengamatan ini diperoleh Smith setelah melihat
perilaku beberapa institusi terkenal di inggris seperti Royal African Compani,
Hudson’s Bay Compani, dan East India Compani, yang ia gunakan untuk
mengilustrasikan berbagai konsekuensi manajemen yang dilakukan bukan oleh
pemilik. Pengamatannya memberikan titik awal yang penting bagi penelitian
perusahaan di zaman modern.
Untuk menentukan
kendala anggaran yang dihadapi manajer dalam pencarian maksimisasi utilitasnya, pertama asumsikan bahwa manajer
tersebut juga merupakan pemilik perusahaan. Jika manajer nya memilih untuk
tidak mendapatkan tunjangan khusus (no special benefits) dari pekerjaannya,
laba akan sebesar
maks. Setiap dolar keuntungan yang di terima
manajer akan mengurangi laba perusahaan sebesar satu dolar. Kendala anggaran
aku apa yang dapat mereka lakukan? Yang paling jelas, mereka dapat menolak
untuk melakukan investasi pada perusahaan itu jika mereka mengetahui bahwa
manajer akan berperilaku dalam cara seperti ini. Dalam hal demikian, manajer
akan memiliki dua pilihan. Pertama, ia dapat menjalankan usahanya sendiri
mebiayai perusahaan tersebut sepenuhnya dengan dananya sendiri. Perusahaan
kemudian akan kembali pada situasi pemilik-manajer di mana B*
* menjadi pilihan
manfaat tmengoperasikan perusahaan jika operasi usaha tersebut terlalu mahal
untuk dibiayai sendiri. Pada kasus ini manajer harus menyusun suatu perjanjian
kontrak dengan para calon pemilik usaha yang akan melakukan investasi.
Konflik dalam
hubungan agen
Sekarang
anggaplah bahwa manajer tersebut tidak menjadi pemilik tunggal perusahaan. Kita
asumsikan bahwa sepertiga modal perusahaan dimiliki oleh manajer tersebut dan
duapertiga dimiliki oleh investor luar yang tidak berperan dalam kegiatan
operasi perusahaan. Pada kasus ini, manajer akan bertindak seolah olah dia
tidak lagi menghadapi kendala anggaran yang memerlukan pengorbanan satu dolar
laba untuk setiap dolar tunjangan. Sekarang satu dolar tunjangan yang di
peroleh manajer hanya mengorbankan laba $ 0,33, karena $ , 0,67 sisanya
dibayarkan oleh para pemilik modal lainnya dalam bentuk berkurangnya laba dari
investasi mereka. Meskipun kendala anggaran baru tetap menyertakan. B*
* (karena manajer
masih dapat membuat keputusan yang sama seperti halnya jika ia merupakan
pemilik modal sendiri), untuk tunjangan yang lebih besar dari pada B* selope
kendala anggaran untuk manajer hanya -1/3; bagian laba manajer hanya berkurang
0,33 untuk setiap tunjangan yang diterimanya. Dengan kendala anggaran seperti
ini, manajer akan memilik titik B**
** untuk
memaksimumkan utilitasnya. Karena hanya memiliki sebagian dari perusahaan,
manajer akan memilih tingkat laba yang lebih rendah dengan tingkat tunjangan yang
lebih tinggi dari pada yang akan di pilih oleh pemilik modal tunggal.
Kontrak Insentif
Pemilik
perusahaaan mungkin tidak akan menerapkan jenis perilaku sebagaimana
diilustrasikan pada gambar 7.6. para pemilik ini dipaksa untuk menerima tingkat
laba yang lebih rendah dari pada laba yang diterima dari investasi mereka
sebagai pertukaran dengan manfaat yang menjadi orientasi manajer, dan tidak
memberikan nilai pribadi bagi para pemilik.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Pada bab ini,
kita menguji bahwa perusahaan berusaha untuk memaksimumkam laba dalam keputusan
yang mereka buat. Sejumlah kesimpulan dapat diambil dari asumsi ini:
§ Dalam pembuatan keputusan output,
perusahaan seharusnya menghasilkan tingkat output dimana penerimaan marjinal
sama dengan biaya marjinal. Hanya pada tingkat produksi ini biaya dari tambahan
output, pada marjinalnya, secara tepat seimbang dengan penerimaan yang
dihasilkan.
§ Aturan marjinal yang serupa diterapkan
pada penggunaan input untuk oleh perusahaan yang memaksimumkan laba.
§ Untuk perusahaan yang menghadapi kurva
permintaan dengan slope menurun penerimaan akan lebih rendah daripada tingkat
harga
§ Teknik analisis maksimisasi laba
perusahaan juga dapat digunakan untuk mempelajari perusahaan yang menggunakan
strategi lain, seperti maksimisasi penerimaan atau penentuan harga markup. Pada beberapa kasus,
tujuan dari strategi lain tersebut dapat konsisten dengan maksimisasi laba.
§ Perusahaan penerima harga akan
memaksimumkan labanya dengan memilih tingkat output dimana harga sama dengan
biaya marjinal. Kurva biaya marjinal akan menjadi kurva penawaran untuk
perusahaan tersebut. Tetapi, jika harga turun di bawah harga variabel rata rata
jangka pendek , perusahaan ini akan memilih untuk menutup usaha tanpa
menghasilkan output.
§ Dorongan perilaku maksimisasi laba
memunculkan permasalahan prinsipalagen dalam hubungan antara pemilik perusahaan
dengan manajer. Kontrak insentif mungkin dapat memperbaiki masalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Eeng Ahman dan
Yana Rohmana. (2012).Teori Ekonomi Mikro.Edisi Revisi. Rizqi Press.
Bandung
Nicholsen,
Walter. (2002). Mikroekonomi Intermediate dan Aplikasinya. Edisi Kedelapan. PT.
Penerbit Erlangga.
Sukirno, Sadono.
(2005). Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Edisi Ketiga. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta
0 comments: