MASA TIGA KERAJAAN BESAR TURKI UTSMANI, SAFAWI DI PERSIA DAN MUGHAL DI INDIA
MASA TIGA KERAJAAN BESAR
TURKI UTSMANI, SAFAWI DI PERSIA DAN MUGHAL DI INDIA
OLEH :
RANTI PUJIANI
RENDI ABDUL HAKIM
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah berkenan memberi petunjuk
dan kekuatan kepada kami sehingga makalah, “Sejarah Peradaban Islam” ini dapat
diselesaikan dengan baik.Makalah ini disusun dan dibuat berdasarkan materi dan
sumber yang ada. Materi-materi bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan
wawasan dalam belajar mengenal tentang peradaban islam di seluruh dunia. Serta
juga dapat memahami nilai- nilai dasar yang direfleksikan dalam berpikir dan bertindak.
Mudah-mudahan dengan mempelajari makalah ini, dapat memahami tentang materi
Sejarah Peradaban islam. Dan dengan harapan semoga mampu berinovasi dan
berkreasi dengan potensi yang dimiliki, Harapan kami semoga makalah ini
membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.Makalah ini kami
akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang.
Oleh karena itu saya
harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan makalah ini.sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Garut,
April 2020
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemunculan tiga
kerajaan islam yaitu Kerajaan Turki Usmani, Kerajaan Safawi di Persia dan
Kerajaan Mughal di India telah banyak memberikan kontribusi bagi perkembangan
peradaban islam. Kerajaan Usmani meraih puncak kejayaan di bawah kepemimpinan
Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M) di kerajaan safawi, Syah Abbas I
membawa kerajaan tersebut meraih kemajuan dalam 40 tahun periode
kepemerintahannya dari tahun 1588-1628 M. Dan di Kerajaan Mughal meraih masa
keemasan di bawah Sultan Akbar (1542-1605 M). Seperti takdir yang telah Allah
tentukan di setiap kejayaan tentu akan berganti dengan kemunduran bahkan sebuah
kehancuran. Demikian pula yang terjadi pada ketiga kerajaan tersebut.Setelah
pemerintahan yang gilang gemilang di bawah kepemimpinan tiga raja itu,
masing-masing kerajaan mengalami fase kemunduran.Akan tetapi penyebab kemunduran
tersebut berlangsung dengan kecepatan yang berbeda-beda. Kemunduran-kemunduran
inilah yang akan penulis bahas dalam makalah ini. Karena pengaruhnya sangat
besar terhadap kelangsungan peradaban Islam secara keseluruhan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah penguasaan Islam di
Turki Usmani ?
2. Bagaimana sejarah peradaban Islam pada
dinasti Safawi Persia ?
3. Bagaimana sejarah peradaban Islam pada
dinasti Mughal India ?
C. Tujuan
1. Mengetahui sejarah peradaban dan
penguasaan Islam di Turki Usmani.
2. Mengetahui sejarah peradaban dan
penguasaan Islam pada saat Dinasti Safawi Persia.
3. Mengetahui sejarah peradaban dan
penguasaan Islam pada Dinasti Mughal India.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. KERAJAAN TURKI USMANI
1. Pendahuluan
Daulah
Turki Usmani adalah satu-satunya daulah di antara sekian banyak Daulah yang ada
dalam Islam yang berhasil menaklukkan Konstantinopel walaupun sudah banyak
Daulah yang berusaha menaklukkannya sebelumnya.
Memang
setiap Daulah Islam mempunyai peranan yang berbeda-beda dalam sumbangan yang
mereka berikan kepada dunia Islam, Jika Daulah Umayyah Syria berhasil
memberikan wilayah teritorial yang sangat luas kepada dunia Islam, mulai dari
Persia, Indus di bagian timur sampai ke Afrika, Eropa Barat di bagian barat
sehingga mereka disebut negara Adi Kuasa ketika itu. Maka Daulah Abbasiyah di
Baghdad, Daulah Umayyah II di Cordova, Daulah Fatimiyah dan Daulah Mamalik di
Mesir mereka berlomba untuk memajukan ilmu pengetahuan dan peradaban sehingga
mereka berhasil memberikan sumbangan kepada dunia Islam dalam bidang kemajuan
ilmu pengetahuan dan peradaban.
Selanjutnya
Turki Usmani kembali menyumbangkan wilayah yang cukup luas bagi dunia Islam,
mereka berhasil melakukan ekspansi Islam ke Eropa Timur. Bahkan mereka adalah
satu-satunya yang berhasil menaklukkan Konstantinopel yang menjadi ibu kota
Kerajaan Romawi itu oleh Sultan Muhammad Al-Fatih (Sang Penakluk) pada tahun
1453 M. Maka dengan dikuasainya Konstantinopel itu pintu ekspansi ke Eropa
semakin menjadi sukses dan terbuka.
Puncak
kejayaan Turki Usmani dalam memperluas wilayah ekspansi adalah di tangan Sultan
Sulaiman I (1520-1566) yang terkenal dengan sebutan Sulaiman Agung dan Sulaiman
Al-Qanun. Di bawah pemerintahannya wilayah kekuasaan Turki Usmani meliputi;
Afrika Utara, Mesir, Hijaz, Irak, Armenia, Asia Kecil, Balkan, Yunani, Bosnia,
Bulgaria, Hongaria, Rumania sampai ke batas sungai Danube; dengan tiga lautan,
yaitu Laut Merah, Laut Tengah dan Laut Hitam
2. Pembentukan Pemerintahan
Pendiri
Daulah ini adalah bangsa Turki dari suku Oghuz yang mendiami wilayah Mongol.Mereka
masuk Islam sekitar abad kesembilan atau kesepuluh. Usman memerintah antara
tahun 1290-1326 M, dia juga banyak berhasil membantu Sultan Alaiddin II,
seperti keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan
dengan kota Broessa. Pada tahun 699 H/1300 M, bangsa Mongol menyerang Daulah
Turki Saljuk dan Sultan Alaiddin terbunuh, maka Usman pun menyatakan
kemerdekaannya dan berkuasa penuh atas daerah-daerah yang didudukinya. Sejak
saat inilah Daulah Turki Usmani resmi berdiri di Asia Kecil dengan Sultan
pertamanya Usman I. Hal-hal yang lakukan
Usman I antara lain :
a. Mengirim surat kepada raja-raja tetangga
yang berisikan tiga pilihan yaitu pertama, masuk Islam, kedua, membayar upeti,
dan ketiga, perang. Segera setelah itu, di antara Raja-raja tersebut ada
langsung tunduk dan bergabung dengannya, sehingga wilayahnya bertambah luas.
b.
Menyerang
daerah perbatasan Bizantium dan menaklukkan kota Broessa tahun 1317 M kemudian
pada tahun 1326 M dijadikannya sebagai ibu kota Daulah Turki Usmani.
Usman I meninggal dunia tahun 1326 M,
Sultan Turki Usmani digantikan oleh Orkhan (1326-1359 M), hal-hal dilakukan
oleh Orkhan yaitu :
1) Menaklukkan Azmir (Smirna) pada tahun
1327 M
2) Menaklukkan Thawasyanli (1330 M),
3) Menaklukkan Iskandar (1338 M)
4) Menaklukkan Ankara (1354 M)
5) Menaklukkan Gallipoli (1356 M).
Perluasan
wilayah semakin dikembangkan lagi ketika Murad I, pengganti Orkhan berkuasa
(1359-1389 M), selain dia dapat memantapkan keamanan dalam negeri, ia juga
melakukan perluasan daerah ke Benua Eropa. Dengan ditaklukkannya kota-kota
tersebut Daulah Turki Usmani telah memegang “kunci lalu lintas” yang menghubungkan
kerajaan-kerajaan Serbia, Bulgaria dengan Bizantium di Konstantinopel, Oleh
karena itu, bagi Kaisar tidak ada pilihan lain kecuali mengakui eksistensi
Daulah Turki Usmani di Eropa dan menyatakan bersahabat dengan Sultan tersebut.
Kesuksesan
Sultan Murad I di Eropa itu diiringi pula kesuksesannya melakukan penaklukan di
Asia.Kerajaan Karman (pecahan dari kerajaan Ilkhan) ditaklukkan. Suatu hal
penting yang dilakukan Sultan Murad I ialah memilih pemuda pemuda Kristen
setelah masuk Islam dididik menjadi militer, sehingga lahirlah tentara elit
Turki yang diberi nama dengan “Yenisari”.
Bayazid
I menggantikan ayahnya menjadi Sultan dalam usia 34 tahun. Pada masa
kekuasaannya (1389-1403 M) serangan-serangan perluasan wilayah terus
dilanjutkannya, ia merebut Kossova pada tahun pertama pemerintahannya (1389 M)
Stephen Raja Lazar terpaksa meminta perdamaian dan menyatakan diri bergabung
dengan Sultan dan siap sedia membayar upeti.
Tahun
1393 M Bayazid mengirim pasukan di bawah komando anaknya Sulaiman untuk
menyerang Bulgaria. Setelah mengepung selama tiga minggu, Trinova berhasil
direbut Rajanya Sisman melarikan diri maka tumbanglah kerajaannya disertai
rakyatnya banyak yang masuk Islam.
Pertempuran
hebat terjadi di Ankara pada tahun 1402 M, tetapi baru saja mulai pertempuran,
tiba-tiba serdadu bangsa Tar-tar yang ada di barisan Bayazid berpihak kepada
Timur Lank. Maka bagaimanapun Bayazid gagahnya, tapi dalampertempuran yang
tidak seimbang pasukannya menjadi kucar-kacir dan dia bersama anaknya Musa
tertawan dan wafat dalam tawanan setahun kemudian (1403 M).
Karena
kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Daulah Turki
Usmani.Penguasa-penguasa Turki Saljuk di Asia Kecil melepaskan diri dari
genggaman Turki Usmani.Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga memproklamirkan
kemerdekaan.Dalam pada itu putra-putra Bayazid saling berebut kekuasaan karena
belum ada yang dipersiapkan Bayazid menjadi Sultan sesudahnya. Daulah Turki Usmani,
saat ini, mengalami kekosongan kekuasaan.
Suasana
buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I (1403-1421 M) dapat
mengatasinya.Dia bekerja keras menyatukan negaranya dan mengembalikan kekuatan
dan kekuasaan seperti sediakala.Muhammad I dapat menguasai kembali
wilayah-wilayah kekuasaan Turki Usmani selama lebih kurang sepuluh tahun.
3. Masa Kejayaan Pemerintahan
Masa
puncak kejayaan Turki Usmani ada pada tiga orang Sultan, yaitu Sultan Muhammad
II (1451-1484 M) bergelar “Al-Fatih” Sang Penakluk”. Dia dapat mengalahkan
Bizantium dan menaklukkan Konstantinopel yang sudah direncanakan dulu oleh
Sultan Bayazid.anaknya Sultan Salim I (1512-1520 M) dan Sultan Sulaiman I
Al-Qanun (1520-1566) M.
a. Sultan Muhammad II
Taktik
yang dilakukan Muhammad II dalam menaklukkan Konstantinopel berbeda dengan yang
dilakukan Sultan-sultan sebelumnya. Jauh hari sebelum melakukan penaklukkan,
Sultan Muhammad II terlebih dahulu membangun sebuah benteng yang tinggi yang
diberi nama Runli Hisar. Benteng ini berada di seberang selat Borporus, dekat
Konstantinopel. Fungsi benteng ini adalah sebagai tempat mengumpulkan
persediaan perang untuk menyerang Konstatinopel. Sultan Muhammad II melakukan
penyerangan ke Konstatinopel melalui Selat Borporus, sementara Selat itu
dipagari dengan rantai-rantai dan ranjau oleh pihak Kaisar, sehingga tidak bisa
dilalui oleh kapal-kapal .Oleh karena itu, Sultan memerintahkan pemindahan
kapal-kapal melalui daratan. Langkah yang ditempuh Sultan nampaknya sebagai
taktik yang bersifat teror mental karena setelah siang hari penduduk
Konstantinopel dapat melihat musuh dari atas bentengnya bahwa ranjau mereka
dapat di lewati tentara Islam.
Akhirnya
pada tanggal 29 Mei 1453 M, di Subuh hari penyerbuan terakhir di lakukan,
meriam berhasil membobol dinding tembok sehingga mereka dapat masuk menyerbu ke
dalam, maka Kaisar terbunuh, Konstatinopel jatuh, tentara Islam menang
menaklukkan Konstatinopel tersebut. Maka berakhirlah penyerbuan yang sangat
dramatis dan mendebarkan tersebut sehingga Sultan Muhammad II berhak mendapat
gelar “al-Fatih” artinya Sang Penakluk.
Pada
masa Muhammad II ini mulai ada perhatian pada bidang lain, yaitu Gereja Aya
Sofia dimodifikasi dan disulap menjadi Masjid. Kemudian sebuah Masjid baru yang
lain dibangunnya pula, namanya “Masjid Jami’ Muhammad Al-Fatih” atas bantuan
seorang arsitektur Yunani yang bernama Christodulos. Dia juga membangun
sekolah-sekolah, pemandian, dapur umum, rumah sakit dan panti-panti sosial.
Selain itu, dia juga membangun sebuah masjid di dekat makam Abu Ayyub AlAnshori
yang tewas dalam penyerangan pertama ke Konstantinopel pada tahun 678 M.
Akhirnya, dalam usia 51 tahun Muhammad Al-Fatih pun meninggal dunia dan dia
dimakamkan di dekat masjid megah yang dibangunnya di Konstantinopel atau
Istambul, dia digantikan oleh anaknya .
b. Sultan Salim I (1512-1520 M).
Periode
Sultan Sultan Salim I ini adalah periode peralihan dari kesultanan ke
kekhalifahan.Selain itu, dia pun mengalihkan perhatian ekspansinya dari dunia
Barat ke dunia Timur dengan menaklukkan Persia, Syria dan Daulah Mamalik di
Mesir. Kalau para pendahulunya lebih memusatkan perhatian mereka melakukan
ekspansi ke Benua Eropa, maka pada masanya perhatian lebih diarahkan ke dunia
Timur. Persia mulai diserangnya dan dalam peperangan tersebut Syah Ismail dari
Daulah Safawiyah dipukul mundur dalam pertempuran yang terjadi di lembah
Chaldiran terletak di antara danau Urmia dan Tabriz, tanggal 23 Agustus 1514 M.
Serangan dilanjutkannya ke Syria, Aleppo dan berhasil direbutnya, dari sini
Sultan Salim melanjutkan penyerangan ke Mesir di bawah kekuasaan Daulah Mamalik
dan dapat dikalahkannya, kemudian Cairo jatuh pada tahun 21 Januari 1517 M dan
Sultan Salim mengumumkan bahwa dirinya sebagai khalifah.
Akhirnya
karena penyakit yang dideritanya dia wafat pada tanggal 2 September 1520 dalam
suatu perjalanan pulang dari Istambul menuju Adrianopel, dia digantikan oleh
putranya Sulaiman.
c. Sultan Sulaiman I Al-Qanun
Sulaiman
berhasil menundukkan Irak, Belgrado, Pulau Rodhes, Tunis, Syria, Hijaz dan
Yaman pada tahun 1529 M. Dengan demikian, pada masanya luas wilayah kekuasaan
Turki Usmani mencapai klimaksnya, hal itu mencakup dari Asia Kecil, Irak,
Armenia, Syria, Hijaz dan Yaman di Asia; Mesir, Libia, Tunis dan Aljazair di
Afrika; dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania di
Eropa.
4. Masa Kemunduran
Masa
kemerosotan Turki Usmani dimulai dari krisis suksesi sepeninggal Sultan
Sulaiman pada 1566 M. sampai sebelum Turki menjadi Republik 1923 M di tangan
Mustafa kamal At-Taturk, tercatat 27 Sultan tidak ada lagi yang dapat
diandalkan.
Banyak
faktor yang menyebabkan kehancuran Turki Usmani ini, di antaranya, wilayah
kekuasaannya yang luas, rumit menyusun administrasi negara, sehingga
administrasi negara Turki Usmani tidak beres, sementara penguasanya sangat
berambisi memperluas wilayah, ikut perang terus menerus, akibatnya tidak ada
waktu lagi mengurus administrasi negara. Faktor kedua, heterogenitas
penduduk,menguasai wilayah yang luas, tentu juga mengurus penduduk yang beragam
etnis, agama maupun adat istiadat; Asia, Afrika, Eropa. Untuk mengurus penduduk
yang beragam dalam wilayah yang luas mesti dengan organisasi pemerintahan yang
teratur, tanpa didukung oleh administrasi yang baik, maka pemerintah menanggung
beban yang berat, dari sinilah kekacauan itu muncul. Faktor ketiga, kelemahan
para penguasa, sepeninggal Sulaiman, Turki Usmani diperintah oleh Sultan-Sultan
yang lemah yang tidak dapat mengatur pemerintahan negara, akibatnya
pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu dibiarkan terus dan tidak pernah
diatasi secara sempurna, maka semakin lama semakin parah sampai jatuh sakit di
Eropa dan tidak ada yang mampu lagi menyembuhkannya.
B. DINASTI
SAFAWI PERSIA
1. Pembentukan Pemerintahan
Daulah
safawiyah (1501-1736 M) berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di
Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan, Iran. Tarekat ini diberi nama tarekat
Safawiyah didirikan pada waktu yang hampir bersamaan dengan Daulah Turki Usmani
di Asia Kecil. Nama Safawiyah diambil dari nama pendirinya Safi al-Din
(1252-1334 M).
Pengikut
tarekat ini sangat teguh memegang ajaran agama.Pada mulanya gerakan tarekat
Safawiyah ini bertujuan memerangi orang yang ingkar dan orang yang mereka sebut
ahlul bid’ah.Keberadaan tarekat ini semakin penting setelah berubah dari
tarekat kecil yang bersifat lokal menjadi gerakan keagamaan yang besar artinya
di Persia, Syria dan Anatolia. Di daerah di luar Ardabil, Saf al-Din
menempatkan wakilnya yang memimpin murid-muridnya yang diberi gelar “kalifah”.
Dalam
rentang waktu yang tidak terlalu lama murid-murid tarekat ini berubah menjadi
tentara-tentara yang teratur, fanatik dalam kepercayaan mazhab Syi’ah dan
menentang setiap orang yang tidak bermazhab Syi’ah. Gerakan Safawiyah
selanjutnya bertambah luas dan berkembang sehingga yang pada mulanya hanya
gerakan keagamaan saja berkembang dan bertambah menjadi gerakan politik
Di
bawah pimpinan Ismail, pada tahun 1501 M pasukan Qizilbash menyerang dan
mengalahkan AK.Koyunlu di Sharur dekat Nakhchivan. Pasukan ini terus berusaha
memasuki dan menaklukkan Tabriz, ibu kota AK Koyunlu dan berhasil merebut dan
mendudukinya. Di kota ini, pada tahun 1501 M., Ismail memproklamirkan
berdirinya Daulah Safawiyah dan dirinya sebagai raja pertama dengan ibu kotanya
Tabriz.
Demikianlah
sejarah lahirnya Daulah Safawiyah yang pada mulanya merupakan suatu aliran yang
bersifat keagamaan berfaham Syi’ah. Kemudian akhirnya menjadi Daulah besar yang
sangat berjasa dalam memajukan peradaban Islam, walaupun tidak dapat menyamai
Daulah Abbasiyah di Baghdad, Daulah Umayyah di Spanyol dan Daulah Fatimiah di
Mesir pada waktu jayanya ketiga Kerajaan tersebut.
2. Masa Kemajuan
Selama
Daulah Safawiyah berkuasa di Persia (Iran) di sekitar abad ke-16 dan ke-17 M,
masa kemajuannya hanya ada di tangan dua Sultan, yaitu: Ismail I (1501-1524 M),
dengan puncak kejayaannya pada masa Sultan Syah Abbas I (15581622 M).
a. Sultan Ismail
Sultan
Ismail berkuasa lebih kurang selama 23 tahun (1501-1524 M), pada sepuluh tahun
pertama kekuasaannya, ia berhasil melakukan ekspansi untuk memperluas
kekuasaannya tersebut. Ia dapat membersihkan sisa-sisa kekuatan dari pasukan
AK. Kuyunlu di Hamadan (1503 M), menguasai Propinsi Kaspia di Nazandaran,
Gurgan dan Yazd (1504 M), Diyar Bakr (1505-1507 M), Baghdad dan daerah barat
daya Persia (1508 M), Sirwan (1509 M) dan Khurasan (1510 M). Dengan demikian
hanya dalam waktu sepuluh tahun dia telah dapat menguasai seluruh wilayah di
Persia.
Tidak
sampai di situ, dia sangat berambisi untuk mengembangkan sayap untuk menguasai
daerah-daerah lainnya, seperti ke Turki Usmani, namun pengembangan ini
digagalkan oleh Sultan Salim yang membuat semangat Sultan Ismail patah.
Dalam
keadaan genting seperti ini terjadi persaingan segi tiga antara pimpinan
suku-suku Turki, pejabat-pejabat Persia dan tentara Qishilbash dalam
memperebutkan pengaruh dan kekuasaan untuk memimpin Daulah Safawiyah.
Kondisi
yang memprihatinkan tersebut baru dapat diatasi setelah Sultan kelima Daulah
Safawiyah Abbas I, naik tahta.Ia memerintah Daulah Safawiyah selama empat puluh
tahun (1588-1628 M).
b. Syah Abbas
Segera
setelah Sultan Syah Abbas I diangkat menjadi Sultan, ia mengambil
langkah-langkah pemulihan kekuasaan Daulah Safawiyah yang sudah memprihatinkan
itu. Pertama, ia berusaha menghilangkan dominasi pasukan Qizilbash atas Daulah
Safawiyah dengan cara membentuk pasukan baru yang anggota-anggotanya terdiri
dari budak-budak berasal dari tawanan perang, Georgia, Armenia dan Sircassia
yang telah ada semenjak Sultan Tahmasp I, yang kemudian disebutnya dengan
pasukan “Ghullam”
Pada
tahun 1597 M Abbas I memindahkan ibu kota Daulah Safawiyah ke Isfahan, sebagai
persiapan untuk melanjutkan langkah melakukan perluasan wilayah ekspansinya ke
daerah-daerah bagian timur, setelah memperoleh kemenangan-kemenangan di wilayah
timur, barulah Abbas I mengalihkan serangannya ke wilayah barat, berhadapan
dengan Turki Usmani.
Pada
tahun 1598 M ia menyerang dan menaklukkan Herat, kemudian serangan
dilanjutkannya merebut Marw dan Balkh. Setelah kekuatan pemerintahannya mulai
pulih dan terbina kembali, timbul pula hasratnya untuk mengambil wilayah-wilayah
kekuasaan Daulah Safawiyah yang dulu diambil Turki Usmani. Nampaknya rasa
permusuhan dari dua Daulah Islamiyah yang berbeda aliran agama (Syi’ah, Sunni)
ini tidak pernah padam sama sekali. Kapan ada kesempatan di situ mereka
berperang
Pada
tahun 1602 M di saat Turki Usmani berada di bawah pemerintahan Sultan yang
lemah, Sultan Muhammad III pasukan Abbas I mengarahkan serangan-serangannya ke
wilayah-wilayah yang dikuasai dulu oleh Turki Usmani tersebut, kemudian mereka
menyerang dan berhasil menguasai daerah Tabriz, Sirwan dan Baghdad
Adapun
yang menjadi faktor keberhasilan Abbas I dalam ekspansi wilayah, antara lain,
kuatnya dukungan militer, karena pada masa Abbas I sudah ada dua kelompok
militer, yaitu pasukan militer Qisilbash dan pasukan militer Ghullam yang
dibentuknya sendiri, mereka memberikan dukungan penuh bagi
ekspansi-ekspansinya.
Faktor
kedua, ambisi Sultan yang sangat besar bagi memperluas wilayah Daulah Safawiyah
sehingga ia rela melakukan perjanjian damai dengan Turki Usmani dan untuk itu
ia menyerahkan sebagian wilayah kekuasaannya kepada mereka, masa damai tersebut
dipergunakannya menciptakan keamanan dalam negerinya, bermodalkan keamanan
tersebut ia dapat melakukan ekspansi ke luar.
Faktor
ketiga, didukung oleh kecakapan diri Sultan yang berbakat dan profesional dalam
merancang strategi politik, kapan saatnya harus mengalah dan kapan saatnya
harus menyerang musuh.
c. Kemajuan Ilmu Pengetahuan
Terdapat
beberapa ilmuwan yang selalu menghadiri diskusi pada majelis Isfahan; mereka
itu adalah Baharuddin Syaerasi, Sadaruddin Syaerasi dan Muhammad Baqir ibn
Muhammad Damad, filosof, ahli sejarah, teolog, dan seorang yang pernah
mengadakan observasi mengenai kehidupan lebah-lebah
Bila
dibandingkan dengan dua Daulah lainnya, yaitu Daulah Turki Usmani dan Daulah
Mughal dalam waktu yang sama, kalau di bidang ilmu pengetahuan Daulah Safawiyah
ini jauh lebih unggul.
d. Kemajuan kebudayaan dan seni
Setelah
tercipta stabilitas politik, ekonomi dan keamanan dalam pemerintahan Sultan
Abbas I maka ia dapat mengalihkan perhatiannya pada bidang lain; Sultan telah
menjadikan kota Isfahan, ibu kota kerajaan, menjadi kota yang sangat indah. Di
kota tersebut berdiri bangunan-bangunan besar lagi indah, masjid-masjid,
rumah-rumah sakit, sekolah-sekolah, jembatan-jembatan, diperindah dengan
taman-taman wisata yang ditata dengan baik, sehingga ketika Abbas I wafat, di
Isfahan telah terdapat 162 masjid, yang terbesar di antaranya adalah masjid
“Syah Isfahan”, 48 akademi, 1802 penginapan dan 273 pemandian umum. Di bidang
seni, Nampak pada gaya arsitektur bangunan-bangunannya, juga dapat dilihat pada
kerajinan tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian dan tenunan, mode,
tembikar dan model seni lainnya. Juga sudah dirintis seni lukis. Demikianlah
puncak kemajuan yang telah dicapai oleh Daulah Safawiyah yang membuat Daulah
ini menjadi salah satu dari tiga Daulah Islam yang besar pada periode abad
pertengahan yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama pada bidang politik dan
militer, walaupun tidak setaraf dengan kemajuan yang telah dicapai umat Islam
pada periode abad klasik.
3. Masa Kemunduran
Sepeninggal
Abbas I Daulah Safawiyah berturut-turut diperintah oleh enam Sultan yaitu Safi
Mirza (1628-1642 M), Abbas II (1642-1667 M), Sulaiman (1667-1694 M), Husein
(16941722 M), Tahmasp II (1722-1732 M) dan Abbas III (1732-1736 M).
Pada
masa Sultan-Sultan tersebut Daulah Safawiyah mengalami kemunduran yang membawa
kepada kehancurannya., seperti Safi Mirza (1628-1642 M), adalah pemimpin yang
lemah dan sangat kejam kepada pembesar-pembesar kerajaan, sehingga
pemerintahannya menurun secara drastis.
Salah
seorang putera Husein, bernama Tahmasp II dengan dukungan penuh dari suku Qazar
dari Rusia memproklamirkan dirinya sebagai raja yang sah dan berkuasa di Persia
dengan pusat kekuasaannya di kota Astarabad. Tahmasp II bekerja sama dengan
Nadir Khan dari suku Afshar untuk memerangi dan mengusir bangsa Afghan yang
menduduki Isfahan. Maka pada tahun 1729 M pasukan Nadir Khan memerangi dan
dapat mengalahkan raja Asyraf yang berkuasa di Isfahan dan Asyraf sendiri
terbunuh dalam peperangan tersebut.
Faktor
berikutnya, karena lemahnya Sultan yang diangkat sehingga mereka tidak dapat
mempertahankan kekuasaan yang diwarisinya, apalagi memperluas, sebaliknya yang
terjadi adalah konflik internal memperebutkan kekuasaan di kalangan keluarga
istana, juga tidak didukung pasukan tentara yang kuat karena pasukan Ghullam
yang dibentuk Sultan Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi.
C. DINASTI MUGHAL INDIA
1. Pembentukan Pemerintahan
Daulah
Mughal (1526-1858 M) ini berdiri di anak benua India, seperempat abad setelah
berdirinya Daulah Safawiyah (1501- M) di Iran, sementara Daulah Turki Usmani
sudah dua abad sebelumnya (1300-1918 M). Oleh karena itu, di antara tiga
kerajaan besar pada periode pertengahan, Daulah Mughal inilah yang paling muda.
Tetapi jauh sebelum ini, ekspansi Islam ke India sudah dilakukan pada masa
Daulah Umayyah di Syria. Sedangkan Al-karakhi, Syafi’iyah , dan Hanabilah
mengatakan bahwa i’arah atau ariyah adalah kebolehan mengambil manfaat dari
barang yang dipinjamkan kepada peminjam. Dengan demikian menurut kelompok kedua
ini ariyah itu merupakan akad ibadah.
Puncak
kejayaannya ada pada Sultan Mahmud Al-Ghaznawi yang memimpin penaklukan ke
India pada penghujung abad ke-9 yang berhasil menguasai seluruh India dan
berkuasa di sana sampai tahun 1186 M.
Misi
Mahmud Al-Ghaznawi menaklukkan India adalah untuk menghancurkan berhala-berhala
yang ada di sana. Ketika itu dia ditawari uang dalam jumlah besar agar tidak
menghancurkan berhala-berhala mereka, tawaran itu ditolaknya. Maka berhala
(Pagoda) besar di Somuath dihancurkannya dan setelah itu ia pulang membawa
harta rampasan yang banyak. Ia terus melakukan peperangan setiap tahun ke
wilayah-wilayah yang terkenal ada penyembahan berhala. Perlu dicatat, bahwa ia
tidak pernah melakukan pembunuhan massal, setiap kali melakukan peperangan,
tetapi ia hanya cukup bangga dengan panggilan “Penghancur Berhala”. Sebagai
gambaran betapa besarnya “Berhala Pagoda” yang dihancurkannya di Somuath
tersebut, pagoda itu adalah yang terbesar dan terindah masa itu. Untuk melayani
pagoda itu saja dikerahkan 2.000 orang Brahmin sebagai pekerja.
a. Sultan Zahiruddin Babur (1482-1530)
Ia
sangat berambisi dan bertekad menaklukkan Samarkand yang menjadi kota penting
di Asia Tengah saat itu. Pada mulanya ia mengalami kekalahan tetapi karena
mendapat bantuan dari Sultan Daulah Safawiyah, Ismail I, akhirnya ia berhasil
menaklukkan Samarkand pada tahun 1494 M. Pada tahun 1504 M ia pun dapat
berhasil menduduki Kabul, ibu kota Afghanistan.
Raja-raja
Hindu di seluruh India merasa marah mendengar proklamasi 1526 yang
dikumandangkan Babur, pertanda berdirinya Kerajaan Mughal Islam di negeri
mereka. Mereka menyusun angkatan perang yang besar untuk menyerang Babur di
bawah pimpinan Rajput. Tantangan tersebut dihadapi Babur pada tanggal 16 Maret
1527 M di Kanus dekat Agra. Babur berhasil memperoleh kemenangan walau pun
musuhnya mempunyai pasukan dalam jumlah besar dan wilayah pemerintahan Rajput
pun jatuh dalam kekuasaannya.
Dalam
pada itu, pada tahun 1530 M Babur meninggal dunia dalam usia 48 tahun setelah
memerintah selama 30 tahun dengan meninggalkan kejayaan-kejayaan yang paling
cemerlang dalam Daulah Mughal untuk Sultan berikutnya. Pemerintahannya itu
dilanjutkan oleh anaknya Humayun.
b. Sultan Humayun (1530-1539 M)
Sultan
Humayun menggantikan ayahnya menjadi Sultan ke-2 Daulah Mughal di India.Ia
tidak sehebat ayahnya, makanya dalam melaksanakan pemerintahannya selama
sembilan tahun tersebut, ia terus menerus banyak menghadapi tantangan,negara
tidak pernah aman. Waktunya habis berperang melawan musuh-musuhnya, sehingga
tidak ada kesempatan baginya untuk memajukan pemerintahannya.
Di
antara peperangan yang harus dihadapinya adalah menghadapi tantangan
pemberontakan yang dilakukan oleh Bahadur Syah, penguasa Gujarat yang
memisahkan diri dari Delhi.Tetapi pemberontakan ini dapat dipadamkannya dan
Bahadur Syah dapat melarikan diri, oleh karena itu Gujarat dapat dikuasai
Sultan Humayun.
Dengan
meninggalnya Sher Khan Shah, pada tahun 1555 M ia dapat kembali ke India dan
menduduki tahta pada Daulah Mughal yang ditinggalkannya, setahun setelah itu,
ia pun wafat (1556 M) karena terjatuh dari tangga perpustakaannya, Din Panah,11
dan digantikan anaknya Akbar I yang masih berusia 14 tahun.
2. Masa Kejayaan Pemerintahan dan
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
Masa
kejayaan Daulah Mughal ini ada di tangan empat orang Sultan; mereka itu
berturut-turut, sebagai berikut; Sultan Akbar I (1556-1605 M), Sultan Jehangir
(1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M), dan Aurangzeb (1658-1707 M).
Sultan
Akbar I (1556-1605 M)
Sultan
Akbar I memegang tampuk kekuasaan Daulah Mughal dalam waktu yang cukup lama
(1556-1605 M).Pada masanya Daulah Mughal memasuki puncak kejayaan, karena semua
wilayah yang lepas pada masa Sultan Humayun dapat direbutnya kembali. Kekuatan
pasukan Hemu (Menteri Hindu) pada masa SherKhan Shah dapat dikalahkan bala
tentaranya pada pertempuran Panipat II, 5 November 1556 M.
Dari
aspek politik, Sultan Akbar I menerapkan System politik toleransi, artinya
semua penduduk atau rakyat India, dipandang sama. Mereka tidak boleh
dibeda-bedakan karena perbedaan etnis dan agama.
3. Kejayaan Peradaban dan Ilmu Pengetahuan
a. Kemajuan Bidang Ekonomi
Daulah
Mughal dapat melaksanakan kemajuan di bidang ekonomi lewat pertanian
pertambangan dan perdagangan.Di sektor pertanian, hubungan komunikasi antara
petani dengan pemerintah diatur dengan baik.Pengaturan itu lewat lahan
pertanian.Ada yang disebut dengan Deh yaitu merupakan unit lahan pertanian yang
terkecil.Beberapa Deh bergabung dengan Pargana (desa). Komunitas petani
dipimpin oleh seorang Mukaddam. Maka melalui para Mukaddam itulah pemerintah
berhubungan dengan petani.Pemerintah mematok bahwa negara berhak atas sepertiga
dari hasil pertanian di negeri itu.
b. Kemajuan Bidang Seni Budaya
Kemajuan
di bidang ekonomi berdampak baik bagi kemajuan di bidang seni budaya.Karya seni
yang menonjol adalah karya sastra gubahan para penyair istana, baik yang berbahasa
Persia maupun berbahasa India. Penyair India yang terkenal adalah Muhammad
Jayazi, seorang sastrawan sufi yang menghasilkan karya besar yang berjudul
Padmayat berisi tentang kebajikan jiwa manusia. Pada masa Aurangzeb muncul
seorang sejarawan bernama Abu Fadl dengan karyanya Aini Akhbari berisi tentang
sejarah kerajaan Mughal berdasarkan pimpinannya.
4. Masa Kemunduran
Tetapi
setelah Aurangzeb (1707 M).Kekuasaan pemerintahan Daulah Mughal diduduki oleh
Sultan-Sultan yang lemah.Sementara itu di pertengahan abad ke-18 Inggris sudah
menancapkan kukunya di India. Pada tahun 1761 M, ia sudah menguasai sebagian
wilayah yang dulu dikuasai Daulah Mughal.
Pada
tahun 1803 M Delhi dikuasai oleh Inggris dan penguasa Mughal dan rakyat berada
di bawah tekanan Inggris.Karena rakyat merasa ditekan, maka mereka baik yang
beragama Hindu maupun Islam bangkit mengadakan pemberontakan.Mereka meminta
kepada Bahadur Syah untuk menjadi lambang perlawanan dalam rangka mengembalikan
kekuasaan Daulah Mughal di India. Dengan demikian, pada tahun 1857 M,
terjadilah perlawanan rakyat India terhadap penjajahan Inggris tetapi ia dapat
dikalahkan Inggris karena Inggris mendapat bantuan dari beberapa penguasa lokal
Hindu dan Muslim.
Ada beberapa faktor yang menjadi
penyebab kehancuran Daulah Mughal, di antaranya Sultan-Sultan yang diangkat
setelah Sultan Aurangzeb adalah orang-orang lemah yang tidak mampu membenahi
pemerintahan, ditambah lagi kemerosotan moral, hidup bermewah-mewah di kalangan
elit politik yang mengakibatkan pemborosan dalam pengeluaran uang negara.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Simpulan Tiga kerajaan
Islam penting diciptakan pada akhir abad 15 dan awal abad Kerajaan Usmani di
Turki, Kerajaan Mughal di India, dan Kerajaan Safawi di Persia. Tiga Kerajaan
penting tersebut tampak lebih memusatkan pandangan mereka pada tradisi
demokratis Islam, dan membangun imperium absolute.Hampir setiap segi kehidupan
umum dijalankan dengan ketepatan sistematis dan birokratis dan berbagai
kerajaan mengembangkan sebuah administrasi yang rumit.Ketiga kerajaan besar ini
seperti membangkitkan kembali kejayaan Islam setelah runtuhnya Bani
Abbasiyah.Namun, kemajuan yang dicapai pada masa tiga kerajaan besar ini
berbeda dengan kemajuan yang dicapai pada masa klasik Islam. Kemajuan pada masa
klasik jauh lebih kompleks.
Di bidang intelektual,
kemajuan di zaman klasik. Dalam bidang ilmu keagamaan, umat Islam sudah mulai
bertaklid kepada imam-imam besar yang lahir pada masa klasik Islam. Kalau pun
ada mujtahid, maka ijtihad yang dilakukan adalah ijtihad fi al-mazhab, yaitu
ijtihad yang masih berada dalam batas-batas mazhab tertentu. Tidak lagi ijtihad
mutlak, hasil pemikiran bebas yang mandiri. Filsafat dianggap bid’ah Kalau pada
masa klasik, umat Islam maju dalam bidang politik, peradaban, dan kebudayaan,
seperti dalam bidang ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat, pada masa tiga
kerajaan besar kemajuan dalam bidang filsafat kecuali sedikit berkembang di kerajaan Safawi
Persia dan ilmu pengetahuan umum tidak didapatkan lagi. Kemajuan yang dapat
dibanggakan pada masa ini hanya dalam bidang politik, kemiliteran, dan
kesenian, terutama arsitektur.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamka, 1975.
Sejarah Umat Islam, Jilid 3. Jakarta: Bulan Bintang
Hasan, Ibrahim,
1989. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota
Kembang
Mahmudunnasir,
Syed, 1988. Islam Konsepsi dan Sejarahnya. Bandung: Rosda
Bandung
Nasution, Harun,
1979. Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Nasution,
Syamruddin, 2013. Sejarah Peradaban Islam. Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau
Yatim, Badri,
1993. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Persada Grapindo.
0 comments: