contoh takhrij Hadist-Hadist Yang Berhubungan Khusnul Khuluk
PENDAHULUAN
Kata
“akhlak” berasal dari bahasa Arab “kholqun” yang berarti Suatu
keadaan jiwa yang dapat melakukan tingkah laku tanpa membutuhkan banyak akal
dan pikiran dan dikhususkan untuk sifat dan karakter yang tidak dapat dilihat
oleh mata. Sedangkan Al-Qurthubi berkata, Akhlak adalah sifat manusia dalam
bergaul dengan sesamanya, ada yang terpuji dan ada yang tercela.
Akhlak menempati kedudukan yang
luhur dalam Islam, bahkan di antara misi utama agama ini adalah menyempurnakan
akhlak yang mulia, sebagaimana sabda Nabi SAW :
اكمل المؤ منين ايمانا احسنهم خلقا
Artinya:
“Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya”
Dari penjelasan hadits di atas dapat
disimpulkan bahwa seseorang yang mempunyai keimanan paling sempurna adalah
apabila orang tersebut memiliki akhlak yang baik, karena dari akhlak yang baik
akan menimbulkan hati yang bersih untuk beribadah dan menambah keimanan
seseorang kepada Tuhannya. Bahkan akhlak yang baik menjadi penyebab terbanyak
masuknya seorang hamba ke dalam surga, karena dengan begitu seorang hamba akan
selalu melaksanakan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya.
“akhlak adalah sebuah sikap mental yang
mengeluarkan perbuatan dengan cara mudah dan tanpa berpikjir panjang”.
Kutipan kata diatas adalah pengertian akhlak
menurut syekh ibnu maskawaikh,dalam kitabnya tahdzibul akhlak.akhlak juga dapat
didefinisikan sebagai sikap mental yang terealisasikan dalam aktivitas
sehari-hari sebagai cermin dari mental dalam kehidupan.sikapn mental; inilah
yang kemudian menjadi pegangan bahwa inilah yang sebetulnya disebut akhak atau
sikap mental, bukan semata-mata perbuatan.sehingga ada perbuatanyang akhlak
yakni perbuatan yang menjadi cermin dari pribadi seorang apakah baik atau
buruk.
Nabi kita sendiri, beliau Nabi Muhammad
bersabda “Sungguh aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan akhlak”. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa inti risalah yang dibawa Rosulullah SAW adalah menyempurnakan
akhlak manusia. Oleh karena itu, kalau kita analisa lebih mendalam tentang seluruh
ajaran Rasululllah yang disebut syariat islam, baik dhohir maupun bathin
adalah suatu proses perbaikan akhlak manusia agar menjadi mukmin, muslim, muhsin,
kaafah.
Sesuatu aktivitas
kita sebagai presentasi menghambaan kita kepada allah yang seolah-olah kita
meliohat allah,allah hudhur dihadapan kita,kita betul-betul dalam keadaan
dialogis dengan allah dalm setiap peribadatan kita,kala tidak bisa seperti
itu,maka minimal seakan-akan kita dipantau oleh allah.kalau seseorang sudah
bisa berbuat betul-betul dalam kondisi seolah-olah berhadapan dengan allah,maka
inilah yang disebut dengan seorang muhsin(baik menurut allah)dan inilah
kebaikan yang mutlak”
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hadist-Hadist Yang Berhubungan Khusnul Khuluk
1. حَدَّثَنَا
أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو
حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا
أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا قَالَ
وَفِي الْبَاب عَنْ عَائِشَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي
هُرَيْرَةَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
2. حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ خِرَاشٍ الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ
هِلَالٍ حَدَّثَنَا مُبَارَكُ بْنُ فَضَالَةَ حَدَّثَنِي عَبْدُ رَبِّهِ بْنُ
سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ
وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا
وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ قَالُوا
يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ عَلِمْنَا الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ فَمَا
الْمُتَفَيْهِقُونَ قَالَ الْمُتَكَبِّرُونَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ
وَرَوَى بَعْضُهُمْ هَذَا الْحَدِيثَ عَنْ الْمُبَارَكِ بْنِ فَضَالَةَ عَنْ مُحَمَّدِ
بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَلَمْ يَذْكُرْ فِيهِ عَنْ عَبْدِ رَبِّهِ بْنِ سَعِيدٍ وَهَذَا
أَصَحُّ وَالثَّرْثَارُ هُوَ الْكَثِيرُ الْكَلَامِ وَالْمُتَشَدِّقُ الَّذِي
يَتَطَاوَلُ عَلَى النَّاسِ فِي الْكَلَامِ وَيَبْذُو عَلَيْهِمْ
3. حَدَّثَنَا
أَبُو سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْمَاجِشُونُ
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْفَضْلِ وَالْمَاجِشُونُ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ
عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ رَافِعٍ عَنِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا
كَبَّرَ اسْتَفْتَحَ ثُمَّ قَالَ وَجَّهْتُ وَجْهِي لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي
وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ
أُمِرْتُ وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ قَالَ أَبُو النَّضْرِ وَأَنَا أَوَّلُ
الْمُسْلِمِينَ اللَّهُمَّ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا
عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي
جَمِيعًا لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ
الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي
سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ تَبَارَكْتَ
وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ وَكَانَ إِذَا رَكَعَ قَالَ
اللَّهُمَّ لَكَ رَكَعْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ خَشَعَ لَكَ سَمْعِي
وَبَصَرِي وَمُخِّي وَعِظَامِي وَعَصَبِي وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنْ
الرَّكْعَةِ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ
شَيْءٍ بَعْدُ وَإِذَا سَجَدَ قَالَ اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ آمَنْتُ
وَلَكَ أَسْلَمْتُ سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ فَصَوَّرَهُ فَأَحْسَنَ
صُوَرَهُ فَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
فَإِذَا سَلَّمَ مِنْ الصَّلَاةِ قَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ
وَمَا أَخَّرْتُ وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ
أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ لَا إِلَهَ
إِلَّا أَنْتَ
4. حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ زُهَيْرٍ عَنْ عَمْرٍو يَعْنِي ابْنَ
أَبِي عَمْرٍو وَمَوْلَى الْمُطَّلِبِ عَنِ الْمُطَّلِبِ يَعْنِي ابْنَ حَنْطَبٍ
عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ
الرَّجُلَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
- KLASIFIKASI HADIST TENTANG BERPERILAKU BAIK
1. Berperilaku baik merupakan identitas orang mukmin
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ
حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَمْرٍو حَدَّثَنَا
أَبُو سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا
وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِهِمْ خُلُقًا قَالَ وَفِي الْبَاب عَنْ
عَائِشَةَ وَابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ أَبُو عِيسَى حَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ هَذَا
حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
a)
Martabah Hadist
Tsiqoh
من الصبة ورتبتهم اسمى المراتب للعدالة والتوثيق
b)
Takhrij Hadist
Hadist serupa bisa di ditemukan pada riwayat lain
yaitu:
v Sunnah Ahmad bab Baqitussanad wa mukassirin no. 7095,
9725 dan no 10397.
v Sunan Darimi bab kelembutan no. 2672
c)
Sanad Hadist
d)
Kualitas Hadist
Shahih
حديث شريف مرفوع متصل سند واحد
e)
I’tibar Hadist
Hadist ini
menerangkan tentang kesempurnaan Islam yang yang menjadikan derajat kemuliaan
seseorang dapat dilihat dari sejauhmana dirinya punya nilai kepribadian yang
mulia atau khusnul khuluk. Akhlak menjadi bagian
penting yang tidak bisa dipisahkan dari Islam. Akhlak juga menunjukkan kadar
iman islam seorang muslim. Akhlak yang baik juga telah dicontohkan oleh teladan
kita Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam semasa hidupnya. Beliau juga
diutus oleh Allah swt untuk menyempurnakan aklak manusia
f) Posisi dan Urgensi
pada kesempurnaan Iman
Akhlak seseorang memang sangat penting.
Segala sesuatu yang diperbuat oleh seseorang tentu saja akan
dipertanggungjawabkan di hari akhir nanti. Dan akhlak yang baik tentu saja akan
dapat menolong saat kiamat nanti.
Akhlak merupakan segala tingkah laku dan
gerak-gerik manusia. Akhlak islam yang baik dari seorang muslim tentu saja
bersumber pada Al Quran dan As-Sunnah. Di dalam kedua sumber yang berasal dari
Allah swt itu juga telah diatur segala hal yang berkaitan dengan perbuatan
manusia. Akhlak yang baik hanya bisa didapat dengan iman seseorang. Dengan
kata lain, ia mempercayai bahwa Allah swt selalu melihat segala perbuatan
manusia. Dan apabila perbuatan baik itu akan mendapatkan balasan yang baik pula
yaitu syurga dan kenikmatannya, sedangkan perbuatan buruk yang dilakukan
seseorang akan dibalas dengan siksa yang pedih.
Tidaklah mudah mendapatkan akhlak yang baik
pada diri seseorang. Selain mencontoh pada para nabi dan mempelajari Al Quran
secara menyeluruh, ia juga harus melatih diri untuk selalu berbuat baik sesuai
syariat Islam, melatih hati dan kesabaran, yang tentunya memerlukan kesungguhan
tekad dan ketulusan niat.
2. Perperilaku Baik (Khusnul
Khuluk) merupakan jaminan kedekatan dengan Rasulullah di hari kiamat
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ خِرَاشٍ
الْبَغْدَادِيُّ حَدَّثَنَا حَبَّانُ بْنُ هِلَالٍ حَدَّثَنَا مُبَارَكُ بْنُ
فَضَالَةَ حَدَّثَنِي عَبْدُ رَبِّهِ بْنُ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا
يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا وَإِنَّ أَبْغَضَكُمْ إِلَيَّ
وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ الثَّرْثَارُونَ
وَالْمُتَشَدِّقُونَ وَالْمُتَفَيْهِقُونَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَدْ
عَلِمْنَا الثَّرْثَارُونَ وَالْمُتَشَدِّقُونَ فَمَا الْمُتَفَيْهِقُونَ قَالَ
الْمُتَكَبِّرُونَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَرَوَى بَعْضُهُمْ هَذَا
الْحَدِيثَ عَنْ الْمُبَارَكِ بْنِ فَضَالَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ
عَنْ جَابِرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلَمْ يَذْكُرْ
فِيهِ عَنْ عَبْدِ رَبِّهِ بْنِ سَعِيدٍ وَهَذَا أَصَحُّ وَالثَّرْثَارُ هُوَ الْكَثِيرُ
الْكَلَامِ وَالْمُتَشَدِّقُ الَّذِي يَتَطَاوَلُ عَلَى النَّاسِ فِي الْكَلَامِ
وَيَبْذُو عَلَيْهِمْ
a)
Martabah Hadist
Tsiqoh Mutqin
من الصبة ورتبتهم اسمى المراتب للعدالة والتوثيق
b)
Takhrij Hadist
Hadist serupa bisa di ditemukan pada riwayat lain
yaitu:
v Sunan Tarmizi Bab majiu fi ma’la akhlak no 1941, 1885 dan
no 2574
v Sunan Ibnu Majjah Bab majiu fi satakmilu bil iman wa jidatuhu
no 2537
c)
|
|
|||||||||||||
|
|||||||||||||
|
|||||||||||||
|
|||||||||||||
|
d)
Kualitas Hadist
Shahih
حديث
شريف مرفوع متصل سند واحد
e)
I’tibar Hadist
Akhlak karimah merupakan suatu amalan yang memiliki bobot
timbangan kebajikan yang sangat berat di hari kiamat kelak, Dalam proses timbangan amal perbuatan, sebagian manusia beruntung dan
sebagian lainnya merugi, yang pertama adalah mereka yang timbangan amal perbuatan
baiknya lebih berat, sementara yang kedua adalah mereka yang timbangan amal
perbuatannya sebaliknya. Orang yang beruntung adalah orang yang meraih
apa yang diinginkannya dan selamat dari apa yang ditakutkannya. Apa yang
diinginkannya tercapai dan apa yang dikhawatirkannya tidak terwujud. Mereka
adalah orang-orang beriman dan beramal shalih, di mana kadar amal shalih mereka
lebih banyak daripada amal thalih (tidak baik). Sebaliknya orang yang merugi
adalah orang gagal meraih apa yang diinginkannya dan apa yang dikhawatirkannya
justru terwujud. Mereka adalah orang-orang yang beriman tetapi mereka
mencampuradukkan amal shalih dengan amal thalih dalam kadar di mana amal
thalihnya lebih besar daripada amal shalihnya, mereka adalah orang-orang yang
merugi jika tidak ada limpahan rahmat dari Allah atau syafaat dari seseorang
yang memberi syafaat.
f) Posisi dan Urgensi
pada kesempurnaan Iman
Ajaran Islam
dalam seluruh aspeknya selalu berorientasi pada pembentukan dan pembinaan
akhlak yang mulia (akhlakul karimah). Karena memang misi asasi dari diutusnya
Nabi Muhammad SAW kepada umat manusia dengan ajarannya yaitu Islam, tidak lain
dan tidak bukan adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia
Akhlak adalah
budi pekerti atau kelakuan, ada yang baik dan ada yang tidak. Islam sangat
menjunjung akhlak yang mulia dan banyak disebutkan dalam Al-Qur'an dan
dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
Banyak sekali dalil yang berhubungan dengan keutamaan akhlak yang mulia, slam
menempatkan akhlak dalam posisi yang sangat signifikan yang harus dipegang
teguh para pemeluknya, sampai-sampai perilaku yang baik (akhlak karimah)
menjadi tolak ukur bagi kualitas kebaikan seseorang. Seorang tidak dikatakan
cinta kepada kebaikan sebelum ia mewarnai dirinya dengan perilaku yang baik,
karena husnul khuluq merupakan cerminan lahiriah yang harus melekat dari
seseorang yang mengaku cinta kepada kebajikan. perilaku yang baik (husnul
khuluq) ini merupakan barometer (ukuran) dari keimanan seseorang. Dengan kata lain keimanan seseorang dapat
dinilai dari kualitas akhlak yang bersangkutan.
Berakhlaq mulia kepada Allah yaitu senantiasa ridha terhadap ketetapan hukum-Nya,
baik yang berupa aturan syari’at maupun ketetapan takdir, menerimanya dengan
dada yang lapang tanpa keluh kesah, tidak berputus asa ataupun bersedih. Apabila
Allah menakdirkan sesuatu yang tidak disukai menimpa seorang muslim maka
hendaknya dia ridha terhadapnya, pasrah dan sabar dalam menghadapinya. Dia
ucapkan dengan lisan dan hatinya: radhiitu billaahi rabban ‘Aku ridha
Allah sebagai Rabb’. Apabila Allah menetapkan keputusan hukum syar’i kepadanya
maka dia menerimanya dengan ridha dan pasrah, tunduk patuh melaksanakan
syari’at Allah ‘Azza wa Jalla dengan dada yang lapang dan hati yang tenang,
inilah makna berakhlak mulia terhadap Allah ‘Azza wa Jalla.
3.
Berperilaku baik memilki nilai yang sama dengan berpuasa.
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ مَهْدِيٍّ عَنْ
زُهَيْرٍ عَنْ عَمْرٍو يَعْنِي ابْنَ أَبِي عَمْرٍو وَمَوْلَى الْمُطَّلِبِ عَنِ
الْمُطَّلِبِ يَعْنِي ابْنَ حَنْطَبٍ عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الرَّجُلَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ
دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
a)
Martabah Hadist
Tsiqoh Hifdzun
من الصبة ورتبتهم اسمى المراتب للعدالة والتوثيق
b)
Takhrij Hadist
Hadist serupa bisa di ditemukan pada riwayat lain
yaitu:
v Sunan Tarmizi Bab
al-Birru wa sillah an-Rosulillah no. 1925, 1926 dan 1936
v Sunan Abu Daud Bab Adab
no. 1435
v Sunan Daromi Bab
Kelembutan no. 2672
c)
Kualitas Hadist
Shahih
حديث
شريف مرفوع متصل اكثرمن سند
d)
|
|
|||||||||||
|
|||||||||||
|
|||||||||||
|
e)
I’tibar Hadist
Dalam hadist diatas disebutkan bahwa berperilaku baik mempunya derajat yang sama
dengan puasa sunat. Hal ini karena berpuasa merupakan media dalam membingbing
manusia untuk berakhlak baik dan bersikap secara islami. puasa memberikan
kesempatan pula kepada kita untuk belajar mengendalikan diri dari nafsu – nafsu
yang bertentangan dengan ajaran islam . puasa dengan pembelajarn diri
pengendalian diri diharapkan dapat menuntun kita ke arah kehidupan masyarakat
yang berakhlakul karimah ( akal terpuji, baik ).
f)
Posisi dan Urgensi pada kesempurnaan Iman
Puasa merupakan tempat penggemblengan diri
bagi orang yang menjalankannya untuk membentuk akhlak mulia, akhlak ketakwaan,
kebajikan, kebaikan, kepedulian, tolong-menolong, kasih sayang, kecintaan,
kesabaran, dan akhlak mulia lainnya yang dibangun oleh puasa pada diri orang
yang menjalankannya
Puasa dapat membentuk muraqabah (rasa
selalu berada dalam pengawasan Allah) bagi pelakunya. Bagi dirinya ada satu
penjaga umum yang selalu mengawasi dirinya agar tidak ada sesuatu pun yang
bersumber dari dirinya yang bertentangan dengan syari’at. Dialah yang
membinanya dari dalam sehingga darinya muncul amal-amal lahiriah yang tunduk
pada pengawasan ini.
Pernahkah engkau melihat orang yang
berpuasa dengan penuh kejujuran dan kesungguhan kepada Rabb-nya melakukan
kebohongan kepada orang lain? Pernahkah engkau melihatnya secara tulus ikhlas
menjalankan puasanya dan kemudian melakukan kemunafikan di masyarakat?
Sesungguhnya keikhlasan itu merupakan satu bagian utuh yang tidak mungkin
dipisah-pisahkan, di mana puncaknya adalah ikhlas kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala. Oleh karena itu, barangsiapa yang tulus ikhlas karena Allah Subahanhu
wa Ta’ala, maka sangat mustahil baginya untuk melakukan penipuan, kecurangan
atau berkhianat. Oleh karena itu, puasa merupakan salah satu faktor dasar
sekaligus pendalaman akhlak, pembangunan sekaligus pembentukannya untuk
mengambil satu sifat amaliyah (perbuatan) yang semuanya berkumpul pada buahnya
yang cukup jelas yang telah diingatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam
kitab-Nya: “Agar kalian bertakwa.”
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, Puasa memiliki pengaruh yang sangat
kuat dalam menjaga anggota tubuh yang bersifat lahiriah dan juga kekuatan
bathin serta melindunginya dari faktor-faktor pencemaran yang merusak. Jika
faktor-faktor pencemaran tersebut telah menguasai dirinya, maka ia akan rusak.
Dengan demikian, puasa akan menjaga
kejernihan hati dan kesehatan anggota badan sekaligus akan mengembalikan segala
sesuatu yang telah berhasil dirampas oleh nafsu syahwat. Puasa merupakan
pembantu yang paling besar dalam merealisasikan ketakwaan
BAB
III
PENUTUP
Kedudukan
akhlak dalam kehidupan manusia menempati tempat yang penting sekali, baik
sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat dan bangsa. Sebab jatuh
bangunnya, jaya hancurnya, sejahtera rusaknya suatu bangsa dan masyarakat,
tergantung kepada bagaimana akhlaknya. Apabila akhlaknya baik (berakhlak), akan
sejahteralah lahir batinnya, akan tetapi apabila akhlaknya buruk (tidak
berakhlak), rusaklah lahirnya dan batinnya.
Seseorang
yang berakhlak mulia, selalu melaksanakan kewajiban-kewajibannya, memberikan
hak yang harus diberikan kepada yang berhak, dia melakukan kewajibannya
terhadap dirinya sendiri, yang menjadi hak dirinya, terhadap Tuhannya, yang
menjadi hak Tuhannya, terhadap makhluk yang lain, terhadap sesama manusia, yang
menjadi hak manusia lainnya, terhadap makhluk hidup lainnya, yang menjadi
haknya, terhadap alam dan lingkungannya dan terhadap segala yang ada secara
harmonis, dia akan menempati martabat yang mulia dalam pandangan umum. Dia
mengisi dirinya dengan sifat-sifat terpuji, dan menjauhkan dirinya dari
sifat-sifat yang tercela, dia menempati kedudukan yang mulia secara obyektif,
walaupun secara materiil keadaannya sangat sederhana.
Beriman kepada para rasul, khususnya
kepada Nabi Muhammad SAW. juga harus disertai upaya mencontoh akhlak Rasulullah
di dalam Al-Qur’an dinyatakan oleh Allah bahwa nabi Muhammad SAW itu berakhlak
mulia.
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
Artinya: “seseungguhnya engkau Muhammad
benar-benar berbudi pekerti mulia.” (Q. S. Al-Qalam: 4)
Agama Islam adalah agama yang sangat mementingkan ajaran akhlaq, dalam
kehidupan di dunia ini, manusia bukanlah makhluk individual yang hidup
sendirian tetapi manusia juga membutuhkan orang lain atau makhluk sosial. Oleh
karena itu, akhlaq karimah mutlak diperlukan dalam perwujudan tatanan hidup
yang serasi dan berkesinambungan demi tercapainya kebahagiaan hidup. Akhlak
karimah merupakan perwujudan seseorang, yaitu sebagai bukti konkret dari
kualitas agama seseorang.
0 comments: