Safawi di Persia
KERAJAAN SAFAWI
USAHA DAN KEMAJUAN YANG DICAPAI DAN SEBAB-SEBAB
JATUHNYA
I.
PENDAHULUAN
Safawi adalah salah satu dari ketiga kekhalifahan atau kerajaan Islam
yang dikategorikan besar di dunia Islam pada abad pertengahan.Dua yang lainnya
adalah kerajaan Usmani di Turki dan kerajaan Mughol di India. Kerajaan Safawi
di sebelah barat berbatasan dengan kerajaan Usmani dan di sebelah Timur
berbatasan dengan India yang pada waktu itu berada di bawah pemerintah
kerajaan Mughol. Kekhalifahan ini berpusat di Persia (Iran).
Nama Safawi berasal dari seorang pemimpin tarekat yang bernama Syekh
Safiuddin Ardabeli (1252 – 1334 M) dari Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan,
Persia barat Laut. Nama Safawi terus dipertahankan sampai menjadi gerakan
politik, bahkan sampai berhasil membentuk atau mendirikan sebuah kerajaan[1].Pada mulanya tarekat
ini bersifat lokal namun lama-lama menjadi gerakan keagamaan yang sangat
berpengaruh di Persia dan sekitarnya[2].
Dibanding dengan masa Turki Usmani, masa
pemerintah Safawi tidak terlalu lama, sekitar dua setengah abad kurang sedikit,
yakni sejak pemerintah Ismail pada 1501 M hingga akhir pemerintah Abbas III
pada 1736 M. Kerajaan ini mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintah Abbas
I (1588 – 1628 M). Namun pada akhirnya, kemajuan yang pernah dicapai oleh Abbas
I segera menurun.Beberapa wilayah lepas dari kekuasaan sebab raja-raja setelah
Abbas I lemah semua.
Dalam makalah ini akan membahas seputar Proses
pembentukan dinasti Safawi, Penguasa dinasti Safawi, Peradaban-peradaban Islam
kerajaan safawi, Perkembangan-perkembangan yang telah di capai pada masa
kerajaan safawi, Akhir pemerintah dinasti Safawi, serta Faktor-faktor
kemunduran dinasti Safawi.
II.
PEMBAHASAN
- Asal Mula Pendiri Kerajaan Safawi
Ketika kerajaan Usman sudah mencapai puncak kejayaannya kerajaan Safawi
baru berdiri.Kerajaan ini berkembang dengan cepat.Dalam perkembangannya,
kerajaan Safawi sering bentrok dengan kerajaan Turki Usmani.
Berbeda dari dua kerajaan Islam lainnya (Usmani dan Mughol), kerajaan
Safawi menyatakan Syi’ah sebagai mazhab negara.Karena itu kerajaan ini dapat
dianggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya negara Iran.
Kerajaan Safawi bermula dari kelompok tarekat yang berubah menjadi
gerakan politik yang dipimpin oleh Saifuddin (1252 – 1332 M) di Ardabil, sebuah
kota di Azarbaijin[3].Pada
mulanya tarekat ini bersifat lokal, namun lama-lama menjadi gerakan keagamaan
yang sangat berpengaruh di Persia dan sekitarnya[4].
Tarekat ini bertujuan untuk memerangi orang-orang yang ingkar dan kelompok ahli
bid’ah.Karena itu, tarekat bersikap fanatik dan menentang kelompok-kelompok
selain Syi’ah.Untuk itu pula, gerakan ini merasa perlu memasuki wilayah politik[5].
Menurut Sayid Amir Ali, kata Safawi berasal dari kata Shafi, suatu gelar
bagi nenek moyang bagi raja-raja Safawi: Safiuddin/Shafi al-Din Ishak
al-Ardabily, pendiri dan pemimpin tarekat Shafawiyah. Amir Ali beralasan, bahwa
para musafir, pedagang dan penulis Eropa selalu menyebutkan raja-raja Safawi
dengan gelar Shafi Agung. Sedang menurut P.M. Holt dan kawan-kawan Safawi
berasal dari kata Shafi, yaitu bagian dari nama Shafi al-Din Ishak al-Ardabily[6].
Kerajaan Safawi berdiri secara resmi di Persia pada 1501 M, Syah Ismail
memproklamasikan dirinya sebagai raja di Tabriz.Bagian sejarah yang penting ini
tidak berdiri sendiri.Peristiwanya berkaitan dengan peristiwa-peristiwa
sebelumnya dalam kerajaan Safawi.Selama masa itu Safawi tumbuh laut laun,
tetapi menuju zaman yang penuh dengan sejarah yang sangat penting[7].Shafi
al-Din berasal dari keturunan orang yang berada dan memilih Sufi sebagai jalan
hidupnya.Ia keturunan dari imam Syi’ah yang keenam, Musa al-Kazhim. Gurunya
bernama Syekh Taj al-Din Ibrahim Zuhaidi (1216 – 1301 M)[8]
yang dikenal dengan julukan Zahid al-Gilani. Karena prestasi dan ketekunannya,
Safi al-Din diambil mantu oleh gurunya dan setelah gurunya wafat ia
menggantikan kedudukan gurunya sebagai guru tarekat. Beliau dikenal sebagai
cuti yang besar dan dianggap keramat oleh para pengikutnya. Di bawah
pimpinannya, tarekat ini berkembang menjadi gerakan keagamaan yang berpengaruh
di Persia, Suriah dan Anatolia dan kemudian menjadi gerakan politik seperti
halnya gerakan tarekat Sanusiah di Afrika Utara, tarekat Mahdiyah di Sudan dan
tarekat Muridiyah serta tarekat Naksyabandiah di Rusia. Jadi kerajaan Safawi
adalah jelmaan dari tarekat Safawiyah yang diusahakan oleh Ismail Safawi dan
para pendahulunya[9].
Ajaran agama yang dipegang secara fanatik biasanya kerap kali menimbulkan
keinginan di kalangan penganut ajaran itu untuk berkuasa.Oleh karena selang
beberapa lama murid-murid tarekat Safawiyah berubah menjadi tentara yang
teratur, fanatik dalam kepercayaan dan menentang setiap orang yang bermazhab
selain Syi’ah[10].
Mengenai asal-usul Syekh Safiuddin ada dua pendapat. Pertama, ia adalah
keturunan Musa al-Kazim (imam ke-7 Syi’ah Dua Belas), yang berarti keturunan
Rasulullah SAW dari Fatimah. Kedua, ia adalah keturunan penduduk asli Iran dari
Kurdistan dan seorang Sunni mazhab Syafi’i, kemudian penggantinya yang kedua
berubah menjadi penganut Syi’ah[11].
Gerakan Safawi berubah bentuk menjadi gerakan politik pada masa pimpinan
Junaid bin Ibrahim (1477 – 1460) yang ingin membentuk pemerintah sendiri. Saat
itu di Persia ada dua dinasti bangsa Turki yang berkuasa, yaitu dinasti Kara
Koyunlu (1375 – 1468) yang dikenal dengan Black Sheep (Domba Hitam) yang
beraliran Syi’ah serta berkuasa di bagian Timur, dan dinasti Ak Koyunlu yang
dikenal dengan white sheep (Domba Putih) yang beraliran Sunni yang
berkuasa di bagian Barat.
Kegiatan politik Safawiyah yang mendapat tekanan dari dinasti Kara
Koyunlu memaksa Junaid meninggalkan Ardabil dan minta suaka politik kepada raja
Dinasti yang bernama Uzun Hasan (1453 – 1477 M).Persahabatan keduanya menjadi
akrab setelah Uzun Hasan mengawinkan adik perempuannya dengan Junaid.Sebelum
cita-citanya tercapai Junaid digantikan putranya Haidar (1476 M).Ia memberikan
atribut kepada para pengikutnya berupa serban merah yang bersumber dua belas
yang disebut Qizilbash (Baret Merah). Perjuangan yang dicita-citakan Junaid dan
Haidar berhasil pada masa pimpinan Isma’il Safawi putra Haidar.Selama 5 tahun
(1494 – 1499 M) Ismail dan para pengikutnya menghimpun kekuatan yang besar di
Jilan untuk menaklukkan Ak Koyunlu yang telah berhasil mengalahkan Kara Koyunlu
ketika bersekutu dengan kakeknya Junaid. Akhirnya Ismail berhasil menaklukkan
Syirwan dan berhasil memasuki Tabriz ibu kota Dinasti Ak Koyunlu.
Diantara sultan-sultan besar di kerajaan Safawi, selain dari Syah Ismail
V (1501 – 1524 M) adalah Syah Tahmasp I (1524 – 1567 M) dan Syah Abbas (1585 –
1628 M), raja yang dianggap berjasa membawa kerajaan Safawi mencapai puncak
kejayaan. Setelah syah Abbas, tidak ada lagi raja-raja safawi yang kuat,
sehingga kerajaan menjadi lemah, dan akhirnya dapat dijatuhkan oleh Nadir Syah
(1736 – 1747 M), kepala salah satu suku bangsa Turki yang terdapat di Persia.
- Pemimpin-Pemimpin Kerajaan Safawi
Pada saat kerajaan Safawi mulai berdiri sampai
mengalami kejayaan dan akhirnya mengalami kemunduran
dikuasai oleh beberapa raja dengan susunan:
Penguasa Dinasti Safawi
|
|||
No
|
Nama
|
Tahun Berkuasa
|
|
Masehi
|
Hijri
|
||
1.
|
Syah Ismail I
|
1501 – 1524
|
907
|
2.
|
Syah Tahmasp
|
1524 – 1576
|
930
|
3.
|
Syah Ismail II
|
1576 – 1578
|
984
|
4.
|
Muhammad Khudabanda
|
1578 – 1588
|
985
|
5.
|
Syah Abbas I
|
1588 – 1629
|
996
|
6.
|
Safi I
|
1629 – 1642
|
1038
|
7.
|
Syah Abbas II
|
1642 – 1666
|
1052
|
8.
|
Sulaiman I (Aafi II)
|
1666 – 1694
|
1077
|
9.
|
Husain I
|
1694 – 1722
|
1105
|
10.
|
Syah Tahmasp II
|
1722 – 1732
|
1135
|
11.
|
Syah Abbas III
|
1732
|
1145
|
15.
|
Sulaiman II
|
1749
|
1163
|
16.
|
Ismail III
|
1750
|
1163
|
17.
|
Husain II
|
1753
|
1166
|
18.
|
Muhammad
|
1786
|
1200
|
3. Abbas I (1588-1628)
dan Masa Kejayaan Kerajaan Safawi
Pada tahun 1602 m, disaat Turki Usmani berada dibawah sultan Muhammad
III, pasukan Abbas I menyerang dan berhasil menguasai Tabitz, Sirwan dan
Baghdad, dan pada tahun 1605-1606 M kota Nakhchifan, Erivan Ganga dan Thifis
dapat dikuasai dan selanjutnya tahun 1622 M pasukan Abbas I berhasil merebut
kepulauan Hurmuz dan mengubah pelabuhan Gumum menjadi pelabuhan Bandar Abbas.
Masa kekuasaan Abbas I (yang kemudian diberi gelar dengan Abbas Syah
yang agung) merupakan puncak kejayaan kerajaan safawiyah secara politik, ia
mampu meredam berbagai gejolak di dalam negeri dan menciptakan stabilitas
negara. Beberapa hal yang dilakukan oleh Abbas I antara lain:
1. Melakukan
persekutuan dengan orang-orang Kristen, dengan Inggris untuk menaklukkan
Usmani, mendorong pedagang bangsa Belanda dan Inggris di bandar Abbas juga
menjalin hubungan diplomatik dengan bangsa Eropa[12].
2. Merubah paham rakyat
Iran dari sunni menjadi syi’i
3. Anehnya, Abbas I
begitu juga beberapa raja yang lain bersifat bengis terhadap anak-anaknya,
sendiri karena khawatir akan merebut kekuasaan dari tangannya.
4. Kegiatan pembangunan
fisik sangat menonjol
Para penguasa Safawi menciptakan sentralisasi kekuatan militer dan
administrasi negara serta menciptakan perangkat keagamaan yang akan mendukung
kewenangan sah dan menghancurkan elit lokal. Mula-mula Syah Ismail I
mengusahakan birokrasi administrasi negara dan meningkatkan kekuasaan pejabat
sentral, Persi berhadapan dengan elit militer Turki, pemerintahan
diorganisasikan dibawah kekuasaan wakil yang juga merupakan panglima tentara
sekaligus merupakan pemimpin agama (imam). Administrasi sipil dipimpin oleh seorang
wazir para perwira militer amir diberi hadiah tanah yang hasilnya
sebagian diserahkan ke pemerintah pusat dan sebagian lain untuk membiayai
tentara[13].
Untuk memperkokoh otoritasnya tersebut, safawiyah berusaha memantapkan
syisme di Iran, syiah dijadikan sebagai mazhab resmi negara ini dilakukan guna memperluas dukungan
dan mengkonsolidasikan otoritas para syah, itsna syariah dirumuskan dalam
bentuk syi’isme yang lebih berkembang untuk memperkuat dakwah syi’isme di Iran,
Ismail I mendatangkan beberapa ulama syiah itsna syariah dari Syria, Bahrain,
Arabia Utara dan Irak Ali Karakhi (1465-153) mendirikan madrasah syiah yang
pertama di Iran[14].
Perkembangan-perkembangan yang dicapai kerajaan safawi, perkembangan
yang dicapai safawi tidak hanya pada bidang politik, agama, dibidang lain pun
kerajaan itu juga banyak mengalami kemajuan antara lain:
- Bidang Ekonomi
a. Abbas I mengarahkan
produksi sutra dan memasarkan hasilnya melalui pedagang-pedagang ke Ishfar dan
menjadikan mereka perantara antara syah dan pelanggan asing
b. Abbas I membangun
pabrik untuk memproduksi barang-barang mewah baik untuk keperluan sendiri,
maupun untuk dijual dalam perdagangan internasional.
Kesempatan pertama bangsa Iran untuk memasuki perdagangan internasional
secara langsung berasal dari inisiatif bangsa Inggris. Orang Inggris yang
pertama kali datang ke Iran dan kemudian bekerja sama dengan Abbas I
adalah Anthony Sherley dan Robert Sherley, pengembara yang tiba di Iran pada
tahun 1598, pada tahun 1616 The English East India Company (EEIC)
memperoleh hak untuk berdagang secara bebas di Iran sebagai imbalannya bangsa
Inggris membantu Abbas I untuk mengusir Portugis dari pelabuhan teluk Persi di
Hurmuz dan membangun Bandar Abbas sebagai pelabuhan baru untuk perdagangan
jalur India Iran[15].
c. Disamping sektor
perdagangan, kerajaan Safawi juga mengalami kemajuan si sektor pertautan
terutama di daerah bulan sabit subur (fertile crescent)
- Bidang ilmu pengetahuan
Dalam sejarah Islam bangsa Persia dikenal sebagai bangsa yang mempunyai
peradaban tinggi, para ilmuwan yang hidup pada masa itu, antara lain:
a. Baha al-Dien al Anuh
(generalis ilmu pengetahuan)
b. Sadr al-dien al Syirazi(filosof)[16]
c. Muhammad Baqir bin
Muhammad Damad (filusuf, ahli sejarah, teolog, yang pernah mengadakan observasi
atas kehidupan lebah)
Muhammad Baqir bin Muhammad Damad dan Sadr
al-Dien al-Syirazi berhasil merumuskan ajaran yang memadukan sofisme agnostik
dengan filsafat yang dapat menjabarkan ajaran Syiah Itsna Asyariah.
Al-’Amali bukan saja
seorang ahli teolog dan sufi, tapi ia juga ahli matematika,arsitek, ahli kimia yang terkenal. Ia
menghidupkan kembali studi matematika danmenulis naskah tentang matematika dan
astronomiuntuk menyimpulkan ahli-ahliterdahulu.
Dalam bidang ilmu pengetahuan , kerajaaan
Safawi dapat dikatakan lebih majudibanding
Mughal dan Usmani
- Bidang seni
a. Pada
tahun 1510 sekolah seni lukis Timuriyah[17]
dipindahkan dari Herat ke Tibri, Bahzad pelukis terbesar diangkat menjadi
direktur perpustakaan raja dan pembimbing workshop yang menghasilkan manuskrip
b. Syah Tahmasp juga
dikenal sebagai seorang seniman besar yang diantaranya menghasilkan pakaian
jubah, hiasan dinding, dan sejumlah karya seni logam dan keramik. Dari sekolah lukis ini terbitlah sebuah edisi syah
nameh (buku tentang raja-raja) yang memuat lebih dari 250 lukisan dan
merupakan karya besar seni manuskrip Iran.
c. Syah
Ababs I juga menciptakan beberapa jenis lukisan seperti peperangan,
pemandangan, dan upacara kerajaan[18].
- Bidang fisik / pembangunan
a. Berhasil membangun
ibukota baru yaitu Isfahan, merupakan kota yang sangat penting bagi
perkembangan politik dan ekonomi Iran, dan sekaligus sebagai simbol legitimasi
Safawiah
b. Tahun 1603 mulai
dibangun masjid kerajaan dibagian timur dan selesai tahun 1618
c. Tahun 1611 mulai
dibangun masjid kerajaan dibagian selatan dan selesai tahun 1629
d. Pada sisi bagian
barat dibangun istana dan Ali Qapu yang merupakan gedung pusat pemerintahan
e. Bagian utara berdiri
bangunan monumental yang menjadi pintu gerbang bagi bazar kerajaan dan sejumlah
pertokoan, tempat pemandian, caravan series, masjid dan sejumlah perguruan
f. Di alun-alun istana
dihubungkan oleh sebuah jalan raya sepanjang 2,5 mil, di salah satu sisi jalan
ini dibangun taman yang luas, tempat tinggal para harem syah dan tempat tinggal
para pegawai dan para dua besar asing.
- Akhir Pemerintah Dinasti Safawi
Bentuk-bentuk institusi kenegaraan, kesukuan dan institusi keagamaan
Safawi yang diciptakan oleh Abbas I telah mengalami perubahan secara mencolok
pada akhir adab ke tujuh belas dan awal abad kedelapan belas. Jika kecenderungan abad enam belas dan awal abad
tujuh belas memperkuat kekuasaan negara dan pada pembentukan keagamaan kalangan
Syi’i, maka pada periode berikutnya mengantarkan pada sebuah kemunduran yang
tajam bagi imperium Safawi, kehancurannya yang parah terjadi pada pasukan
kesukuan dan penglepasan Islam Syi’ah dari kekuasaan terhadap negara.
Kemunduran pemerintah pusat telah berlangsung sepeninggal Abbas I. Untuk
menghindari pertempuran sengit antara pihak-pihak yang berpeluang menduduki
tahta kekuasaan, maka beberapa generasi para sultan Safawi yang sedang berkuasa
mengikat diri pada lingkungan istana, dan mereka dinobatkan dengan pendidikan
rendah dan sedikit pengalaman dalam kehidupan bersama khalayak. Setelah Abbas I
tidak ada seorang pun yang memiliki visi atau kecakapan sebagaimana
Abbas.Lebih-lebih setelah perjanjian dengan pihak Usmani pada tahun 1639,
pasukan militer Safawi terbengkalai dan terpecah menjadi sejumlah resimen kecil
dan lemah.Pada akhir abad tujuh belas, pasukan militer Safawi tidak lagi
sebagai sebuah mesin militer yang berguna.Administrasi pusat juga mengalami
perpecahan, dan beberapa prosedur penerbitan pajak dan distribusi pendapatan
negara menjadi tidak terkendalikan.Pada abad delapan belas Iran telah dilanda
kondisi anarkis. Pada tahun 1722 M, Ghalzai Afghan mengambil alih kekuasaan
atas Isfahan, ibu kota Safawi[19].
Setelah dipimpin oleh Abbas I kerajaan Safawi berturut-turut
diperintahkan oleh Safi Mirza (1628 – 1642 M), Abbas II (1642 – 1667 M),
Sulaiman (1667 – 1694 M), Husain (1694 – 1722 M), Tahmasp II (1722 – 1732 M)
dan Abbas III
(1733 – 1736 M). Pada masa raja-raja tersebut
kondisi kerajaan Safawi tidak menunjukkan grafik naik dan berkembang, justru
memperlihatkan kemunduran yang akhirnya membawa pada kehancuran[20].Beberapa
wilayah lepas dari kekuasaan kerajaan Safawi.
Safi Mirza cucu Abbas I adalah seorang pemimpin yang lemah.Ia sangat
kejam terhadap pembesar-pembesar kerajaan karena sifat pencemburunya. Kemajuan
yang pernah dicapai oleh Abbas I segera menurun.Kota lepas dari kekuasaan
kerajaan Safawi, diduduki oleh kerajaan Mughol yang ketika itu diperintah oleh
sultan Syah Jehan, sementara Baghdad direbut oleh kerajaan Usmani.
Abbas II adalah raja yang suka minum-minuman keras sehingga ia jatuh
sakit dan meninggal. Meskipun demikian, dengan bantuan wazir-wazirnya, pada
masa kota Qandahar dapat direbut kembali, sebagaimana Abbas II, Sulaiman juga
seorang pemabuk, pecandu Narkoba dan menyenangi kehidupan malam,
sewenang-wenang dan kejam[21].
Ia bertindak kejam terhadap para pembesar yang dicurigainya, akibatnya rakyat
bersikap masa bodoh terhadap pemerintah. Selain itu dia juga melakukan
penindasan dan pemerasan terhadap ulama Sunni dan memaksakan ajaran Syi’ah
kepada mereka[22].Sulaiman
diganti oleh Shah Husien yang alim.Ia memberi kekuasaan yang besar kepada para
ulama Syi’ah yang sering memaksakan pendapatnya terhadap penganut aliran Sunni.
Sikap ini membangkitkan kemarahan golongan Sunni Afghanistan, sehingga mereka
berontak dan berhasil mengakhiri kekuasaan dinasti Safawi[23].
Pemberontakan bangsa Afghan terjadi pertama kali pada tahun 1709 M
dibawah pimpinan Mir Vays yang berhasil merebut wilayah Qandahar. Mir Vays
diganti oleh Mir mahmud berhasil mempersatukan pasukannya dengan pasukan
Ardabil. Dengan kekuatan gabungan ini, Mir mahmud berusaha memperluas wilayah
kekuasaannya dengan merebut negeri-negeri Afghan dari kekuasaan Safawi[24].
Karena desakan dan ancaman Mir Mahmud, Shah Husein mengakui kekuasaan
Mir Mahmud dan mengangkatnya sebagai gubernur di Qandahar dengan gelar Husein
Quli Khan (budak Husein). Pada tahun 1721 M, ia dapat merebut Kirman. Tak lama
kemudian Mir Mahmud beserta pasukannya menyerang Isfahan, mengepungnya selama
enam bulan dan memaksa Shah Husein untuk menyerah tanpa syarat. Pada akhirnya
tanggal 12 Oktober 1722 M Shah Husein menyerah dan tanggal 25 Oktober Mir
Mahmud memasuki kota Istahan dengan penuh kemenangan[25].
Setelah itu Safawi diserang oleh Turki Usmani
dan Rusia.Wilayah Armenia dan beberapa wilayah Azerbaijan direbut oleh Turki
Usmani dan Rusia.Sedangkan beberapa wilayah propinsi Laut Kaspia di Jilan,
Mazandaran dan Asterabad direbut oleh Rusia[26].
Nadir, seorang penguasa rezim Ashtariyah dari
keturunan Chaghatay mengambil alih kekuasaan.Nadir mengalahkan pertahanan
Safawi yang terakhir.Upaya yang ditempuhnya tidak hanya menyerupai sebuah
penjelajahan pasukan Bonaparte tetapi sekaligus juga berusaha menghubungkan
tradisi pertahanan bangsa Turki di perbatasan Iran Timur terhadap pemerintah
pusat Iran dan etnik pemerintah Persia.
Dalam masa pemerintahannya yang singkat, Nadir
Syah berusaha memulihkan kembali teritorial negara Iran dan juga berusaha
memprakarsai suatu pemanduan antara Islam Sunni dan Syi’i, dalam rangka untuk
lebih mengefektifkan integrasi masyarakat Afghan dan beberapa masyarakat
kesukuan lainnya ke dalam rezim dan untuk melegitimasi permusuhan dengan Usmani[27].Ia
mengusulkan untuk menjadikan Syi’isme menjadi madzhab hukum yang kelima, yang
dinamakan mazhab hukum Ja’fariyah, yang sama persis kedudukannya dengan empat
mazhab hukum Sunni.
Nadir Syah digantikan oleh Karim Khan, pimpinan
koalisi kelompok kesukuan Zand di Iran Barat, yang mana rezim ini berlangsung
secara efektif dari 1750 sampai 1779.Pada ujung-ujungnya rezim ini memberikan
jalan bagi kelompok Qajar, yang semula merupakan tokoh-tokoh Turki yang
mengabdi pada Safawi, dan kepada beberapa gubernur lokal di Mazandaran dan
Astarabad.Pada tahun 1779 kelompok Qajar ini mengalahkan Zand dan mendirikan
sebuah dinasti yang berlangsung hingga tahun 1924 M.
Kehancuran negara Iran pada abad delapan belas menimbulkan beberapa
implikasi terhadap sejumlah hubungan antara rezim negara dan elite keagamaan.
Beberapa langkah awal yang ditempuh bersamaan dengan pengukuhan konsep
millenarian Syi’i bahwasanya imam tersembunyi pastilah akan menegakkan
sebuah pemerintah pribadinya kelak pada akhir zaman. Tanpa perlawanan secara langsung terhadap
otoritas negara, ulama mengundurkan diri dari keterlibatan dalam beberapa
urusan yang bersifat umum.Selain menjadikan Syi’isme sebagai keyakinan resmi
negara, pada abad tujuh belas motivasi keagamaan mengenai perilaku duniawi
telah digantikan oleh peremehan keterlibatan dalam urusan duniawi untuk
kepentingan kesalehan pribadi[28].
Selain hal tersebut di atas, pada abad tujuh belas beberapa kalangan
ulama Syi’ah tidak lagi mau mengakui bahwa Safawi telah mewakili pemerintahan
sang Imam tersembunyi. Pertama, ulama mulai meragukan otoritas Syah yang
berlangsung secara turun temurun tersebut sebagai penanggung jawab pertama atas
ajaran Islam Syi’ah.Kedudukan Safawi menjadi sedemikian lemah karena mereka
tidak mampu memperlihatkan keabsahannya melalui wasiat pengangkatan. Kedua
selaras dengan keyakinan Syi’ah “Dua Belas”, bahkan semenjak masa “Keghaiban
Besar” tahun 941 M sang Imam tersembunyi tidak terwakili di muka bumi oleh
ulama. Selanjutnya ulama menegaskan bahwasanya mujtahid (kalangan ulama yang
cakap untuk menyampaikan berbagai keputusan hukum secara mandiri) menduduki
otoritas keagamaan yang tertinggi.Beberapa ulama mazhab mengelaborasi lebih
jauh tentang sifat-sifat otoritas tersebut. Mazhab Ushuli memberikan sebuah
kewenangan yang sangat luas kepada kalangan mujtahid karena mazhab tersebut
memandang mereka sebagai otoritas yang didasarkan pada beberapa faktor yang
kompleks seperti pengetahuan pemahaman Al-Qur'an, pengetahuan tentang Sunni
Ali, dan pengetahuan terhadap kesepakatan umat. Madzhab Akhbari secara ketat
membatasi otoritas individual ulama dengan menekan keharusan terikat secara
literal kepada ketentuan sunnah secara harfiah yang disampaikan oleh Ali dan
para Imam[29].
Dari invasi Mongol sampai kepada kehancuran imperium Safawi, sejarah
Iran dengan kontinuitas dan transformasi pola-pola dasar negara, agama dan
kemasyarakatan yang diwarisi dari periode Saljuk. Dari periode Saljuk, rezim
Mongol, Timuriyah dan Safawiyah mewarisi sebuah tradisi pemerintahan monarkhi
yang memusat dan berusaha memperkokoh kekuasaan pemerintah pusat dengan
menggeser kedudukan para penakluk dari kalangan kesukuan dan Uymaq kepada
pasukan militer budak dan administrasi pemerintahan yang semi pusat. Dengan
melemahkan negara di abad delapan belas, tokoh-tokoh Uymaq kembali memecah
belah Iran sehingga berkuasalah sejumlah dinasti baru.
Kehancuran rezim Iran ini juga disebabkan sejumlah perubahan yang luar
biasa dalam hal hubungan negara dan agama.Pada periode Mongol dan Timuriyah,
beberapa gerakan Sufi di perkampungan mengorganisir perlawanan umum terhadap
kekejaman rezim asing.Islam kembali berperan dalam menyatukan masyarakat yang
tengah di dalam perpecahan menjadi gerakan moral dan politik yang lebih besar,
sebagaimana yang pernah dijalankan oleh Islam di masa Nabi.Safawiyah semula
merupakan sebuah gerakan, tetapi setelah berkuasa, rezim ini justru menindas
bentuk-bentuk millenarian Islam Sufi seraya cenderung kepada pembentukan kepada
pembentukan lembaga ulama negara[30].V
menjadikan Syi’isme (Dua Belas) sebagai agama resmi bagi pemerintah Iran, dan
mengeliminir pengikut Sufi mereka sebagaimana yang dilakukan terhadap ulama
Sunni.Syi’isme periode Safawi menyerap ide-ide filsafat dan ide-ide Gnostis dan
menyerap praktik pemujaan terhadap wali yang ternama. Iran benar-benar sangat
unik di antara masyarakat muslim lainnya dalam hal tingkat kekuasaan negara
dalam mengendalikan kegiatan keagamaan dan dalam hal keluasannya dalam menyerap
seluruh kecenderungan yang tengah tumbuh di dalam spektrum muslim.
Krisis abad delapan belas mengantarkan kepada berakhirnya sejarah Iran
pra modern. Hampir di seluruh wilayah Muslim, periode pra modern yang berakhir
dengan intervensi, penaklukan bangsa Eropa, dan dengan pembentukan beberapa
rezim kolonial, maka dalam hal ini konsolidasi ekonomi dan pengaruh politik
bangsa Eropa telah didahului dengan kehancuran imperium Safawi dan dengan
liberalisasi ulama. Demikianlah, rezim Safawi telah meninggalkan warisan kepada
Iran modern berupa tradisi Persia perihal sistem kerajaan yang agung, yakni
sebuah rezim yang di bangun berdasarkan kekuatan Uymaq atau unsur-unsur
kesukuan yang utama, dan mewariskan sebuah kewenangan keagamaan Syi’ah yang
kohesif, monolitik dan mandiri.
- Faktor-Faktor Kemunduran Kerajaan Safawi
Ada beberapa faktor yang mempercepat kehancuran kerajaan Safawi. Faktor
tersebut antara lain sebagai berikut:
Pertama, ketegangan dan konflik dengan Turki Usmani yang
keberadaannya jauh lebih besar dan kuat daripada Safawi. Ketegangan dan
konflik ini lebih disebabkan oleh rivalitas politik antara keduanya sejak
awal.Disamping itu perbedaan antara aliran Syi’ah dan aliran Sunni yang terjadi
diantara keduanya menambah kuatnya persaingan yang melahirkan ketegangan bahkan
konflik[31].
Kedua, keadaan para sultan yang lemah dan tidak efektif memimpin. Cucu
Abbas, Safi Mirza, ia disamping lemah, juga tidak bersikap bijak terhadap para
pembesar kerajaan. Abbas II adalah sultan yang gemar minum minuman keras hingga
membuatnya jatuh sakit kemudian meninggal dunia. Demikian juga sultan Sulaiman
yang pemabuk, ia bersikap kejam terhadap para pembesar, sehingga rakyat acuh
terhadapnya. Penggantinya, Shah Husein memberi otoritas yang berlebihan kepada
para ulama Syi’ah sehingga mereka memaksakan fatwanya kepada penganut Sunni,
sehingga hal ini menimbulkan kemarahan Sunni Afghanistan yang berakhir dengan
pemberontakan yang mengakibatkan Safawi jatuh di tangan penguasa Afghanistan
Mir Mahmud pada 1722 M.
Ketiga, kelemahan
para sultan di atas ditambah dengan melemahnya semangat pasukan budak-budak
yang direkrut oleh Abbas I, membuat Safawi semakin mundur.Pasukan ini berbeda
dengan pasukan Qizilbash yang memang dipersiapkan secara profesional, sedangkan
pasukan budak-budak tidaklah demikian.Mereka tidak digembleng rohani dan mental
juangnya sebagaimana Qizilbash.Sementara generasi Qizilbash yang baru pun tidak
memiliki semangat juang yang tinggi seperti pendahulunya.
Keempat, dekadensi mental khususnya di lingkungan istana juga menambah
kemerosotan pamor Safawi di mata rakyat.Sultan Sulaiman yang pemabuk itu
ternyata juga menyenangi kehidupan malam beserta harem-haremnya. Pernah selama
tujuh tahun ia tidak menyempatkan diri untuk mengurus pemerintahannya, dan
begitu pula sultan Husein[32].
- PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kekurangam
dan kekhilafan dalam segi penulisan atau dalam segi mempresentasikan makalah
ini kami mohon maaf, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun
sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Didin Saepudin, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:Uin Jakarta press,2007
Ensiklopedia, Islam 4, Jakarta: Ichtisar
Baru Van Hoeve
Esposito, John L., (Ed.), The Oxford Encyclopedia of The Modern
Islamic World, Oxford, New York : University Press, 1995
Hamka, Sejarah Umat Islam III, Jakarta: Bulan Bintang, 1981
Holt, P.M., dkk (ed.), The Cambridge History of Islam, Vol I A, London
: Cambridge University Press, 1970
Lapidus, Ira M., A History of Islamic Societies, London :
Cambridge University Press, 1988
---------------------.,Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999
Mansur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, Yogyakarta:
Global Pustaka utama, 2004
Maryam, Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Masa Modern, Trata
Kencana, 1992
Mubarok, Jaih, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: Pustaka Bani
Quraisy, 2004
Nurhakim, M., Sejarah dan Peradaban Islam, Yogyakarta: UMM Press,
2004
Thohir, Ajid, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta:
Bulan Bintang, 1976
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Press,
1995
[1]John L.
Esposito, (Ed.), The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World, Oxford
(New York : University Press, 1995), hlm.457.
[2]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), hlm.138
[3]M. Nurhakim, Sejarah
dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: UMM Press, 2004), hlm.141
[4]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1995), hlm.138
[5]M. Nurhakim, Op.cit.,
hlm.167
[6]Ajid Thohir, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm.60
[7]Ibid, hlm.167
[8]Ensiklopedia, Islam
4, (Jakarta: Ichtisar Baru Van Hoeve), hlm.193
[9]Ibid, hlm.194
[10]Hamka, Sejarah
Umat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976), hlm.167
[11]Ensiklopedia Islam
4, Op.cit., hlm.194
[12]Badri Yatim, op.cit,
hlm. 143
[13]Maryam, Sejarah
Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Masa Modern, (Trata Kencana, 1992),
hlm. 338
[14]Ira M. Lapidus, Sejarah
Sosial Umat Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm.
295
[15]Ibid, hlm. 291
[16]Kemajuan di bidang tasawuf ditandai dengan berkembangnya
filsafat ketuhanan (al-Hikmah al-ilahiyah) yang kemudian terkenal dengan
sebutanfilsafat ’’pencerahan’’. Adapun tokoh
terbesarnya adalah Mulla Sadra. Lihat juga: Didin saepudin, Sejarah Peradaban
Islam, (Jakarta:Uin Jakarta press, 2007), hlm. 180
[17]Timuriyah adalah
dinasti IslamSunni di Asia Tengah yang meliputi seluruh Asia Tengah, Iran, Afganistan dan Pakistan, dan juga sebagian dari India, Mesopotamia dan Kaukasus. Kekaisaran ini didirikan oleh penakluk
legendaris Tamerlane pada
abad ke-14.
[18]Ibid, hlm. 292-294
[19]Ira M. Lapidus, op.cit, hlm.462
[20]Badri Yatim, op.cit., hlm.156
[21]Mansur, Peradaban
Islam dalam Lintasan Sejarah, (Yogyakarta: Global Pustaka utama, 2004),
hlm.65
[22]Jaih Mubarok, Sejarah
Peradaban Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), hlm.131
[23]Hamka, Sejarah
Umat Islam III, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hlm.71-73
[24]Badri Yatim, Op.cit.,
hlm.157
[25]P.M. Holt, dkk
(ed.), The Cambridge History of Islam, Vol I A, (London : Cambridge
University Press, 1970), hlm.426
[26]Ira M. Lapidus, A
History of Islamic Societies, (London : Cambridge University Press, 1988),
hlm.299
[27]Ira M. Lapidus, op.cit,
hlm.463
[28]Ibid, hlm.464
[29]Ibid, hlm.465
[30]Ibid, hlm.466
[31]Badri Yatim, Op.cit.,
hlm.158
[32]M, Nurhakim, op.cit.,hlm.144-145
0 comments: